REGAL memang bukanlah manusia baik, tetapi bukan pula manusia yang bisa di bilang jahat sepenuhnya. Orang-orang terdekatnya seharusnya mengetahui hal itu, khususnya Bunda dan Papanya. Akan tetapi, entah mengapa sering sekali orang di sekitar Regal mengira bahwa dirinya ini sangat arogan dan dingin—hanya karena ia memiliki raut wajah yang sangar dan sifat dingin.
Apalagi, semenjak kejadian hebat yang ia lakukan saat itu, menyebabkan kepercayaan yang di bangun dari orang tersayangnya sirna begitu cepat. Begitu cepat mereka menghakimi, mencaci bahkan membencinya sampai-sampai dirinya mendapat sanksi yang cukup berat dari Bunda dan Papanya.
Ya, Regal akui dirinya salah. Ia sendiri bahkan sempat merenungi perbuatannya berhari-hari dan tentu banyak pelajaran yang dapat dia ambil dari sana. Kalau di bilang menyesal, tentu saja dia menyesal. Setelah dipikir-pikir, ternyata perbuatan ini sangat konyol. Andai saja waktu bisa di putar kembali, Regal pasti tidak akan melakukan perbuatan bodoh ini.
Akan tetapi, tetap saja lelaki itu merasa bahwa semua ini tidak sepenuhnya salah dia. Ini terjadi atas ulah rivalnya sendiri. Dirinya tentu tidak akan berbuat nekat bila tidak ada yang mengusik ketenangannya. Tentu saja rival yang di maksud adalah kembarannya sendiri, musuh terbesar sekaligus orang yang amat Regal benci di hidupnya.
Hari-hari yang Regal lalui setelah kejadian kelam itu terjadi, berlalu bergitu saja. Tidak sehari pun yang ia lewati tanpa nasehat panjang lebar dari Ardi—yang tanpa sadar berhasil membuat kepala Regal hampir pecah.
Perkataan Ardi sangat menusuk jantung hingga relung hati Regal. Kesahalan demi kesalahan yang ia perbuat nampaknya berhasil menciptakan setitik dendam pada diri Ardi yang belum—bahkan tidak pernah tercipta sebelumnya. Begitu tahu anak kesayangannya di buat hampir mati oleh anak kesayangannya yang lain, tentu Pria itu langsung murka. Amarah menerjangnya, memasuki tubuhnya begitu dalam. Begitu cepat. Tidak terkendali.
Membuat Regal yang tadinya berpikir bahwa sebagian besar keputusannya untuk membunuh Raynzal adalah keputusan cerdas—lenyap begitu saja. Berpikir bahwa semua ini terjadi karena ulah kembarannya sendiri dan dia pantas melakukan ini, hilang begitu saja. Diganti dengan perasaan bersalah dan menyesal setelah mendengar semua ocehan Papanya.
Perbuatan Regal memang tidak terpuji, tetapi salahkah Regal berharap supaya semua orang mengerti bahwa dirinya bukan lelaki yang jahat.
Regal bukan lelaki jahat. Dia hanya lelaki yang mengharapkan kebahagiaan. Itu saja.
Kenapa sulit sekali untuk mendapatkan seseorang yang ia mau? Kenapa dunia selalu berjalan tidak seperti harapannya?
Jika memang kata bahagia tidak bisa ia dapatkan maka izinkan ia untuk pergi dari dunia ini dan bertemu dengan Tuhan agar bisa menceritakan segala hal yang sudah ia lalui selama hidup di dunia.
Tuhan harus tahu bahwa selama ini Regal selalu mendapatkan hal yang tidak ia inginkan dan dia tidak pernah menyerah akan itu.
Karena kalau Regal menyerah, Regal takut Tuhan juga akan menyerah untuk mengabulkan keinginan-keinginannya yang lain.
"Ngapain di sini? Udah larut,"
Regal sempat menatapnya selama beberapa saat sebelum akhirnya ia menepis pelan uluran tangan sosok asing ini. Ia lalu berdiri dan menatap lurus ke depan.
Hening selama beberapa saat sebelum akhirnya ia menggerakkan sedikit tubuhnya dan berbalik meninggalkan gadis itu di tempatnya. Dirinya nampak merasa terusik oleh kehadiran orang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Temperature Of Love
Ficção Adolescente[CERITA SUDAH LENGKAP] [SEQUEL OF RAYNZAL ANGKASA] Selama delapan tahun ini, Raynzal percaya bahwa hidupnya dihantui oleh kesedihan. Tidak ada sehari pun yang ia lewati untuk merenung dan menyendiri, meratapi nasibnya yang kian memburuk. Rachel, ga...