"GUE di mana?"
Mereka baru setengah perjalanan dan tiba-tiba Regal bangun dari pingsannya. Ia lalu menengok ke kanan dan ke kiri dan melihat ada Raynzal dan Hans di sisinya. Hal tersebut lantas menghadirkan tanda tanya yang muncul di kepalanya.
Sedangkan Raynzal tidak melirik Regal sama sekali. Membuat kembarannya itu beralih menatap Hans, "kok gue bisa di sini?"
"Lo nemuin gue di mana, Hans?"
Hans meliriknya sejenak, "saya juga enggak tau itu rumah siapa,"
Regal diam, otaknya kembali mengingat akan kejadian semalam. Seingatnya, semalam itu ia duduk di halte dan bertemu dengan orang asing yang hendak memberinya tissue. Regal menolak kehadiran orang tersebut dan pergi dari halte. Akan tetapi tiba-tiba saja kepalanya terasa pusing dan badannya sempoyongan—hingga akhirnya ia jatuh pingsan. Setelah itu Regal tidak tahu apa lagi yang terjadi.
Rupanya Raynzal menyimak obrolan singkat tersebut. Dirinya pun melihat jam di ponselnya yang ternyata sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Ditatapnya sang kembaran dengan dingin. "Habis ini lo langsung siap-siap buat ikut ke acara pemakaman Mama lo,"
"Yang lain udah pada di sana,"
Spontan Regal melirik Raynzal. Meneguk salivanya susah payah sembari menundukkan kepala.
"Lo nemuin gue di mana?" Akan tetapi ia malah meluncurkan pertanyaan kepada sang kembaran—yang sama seperti sebelumnya.
Membuat Raynzal meliriknya tajam. Entah bermaksud apa.
Regal kembali menunduk. Nampaknya energinya sudah terkuras habis sampai-sampai ia merasa lemas sehabis berbicara beberapa kata.
Akan tetapi sepertinya ia masih penasaran tentang keberadaan dirinya selama beberapa jam lalu. "Hans, lo beneran nggak tau tadi gue di mana?"
Membuat Hans menoleh dan tersenyum kecil. "Kamu enggak di apa-apain kok, Gal,"
"Enggak, gue cuma penasaran aja,"
Raynzal menatap kembarannya begitu dingin. "Puas lo bikin Papa kelimpungan nyariin lo?" Ucapnya galak. "Habis ini apaan lagi yang mau lo lakuin?"
"Pake segala nanya lo di mana. Masih untung lo gue temuin dalam keadaan selamat. Kalo lo mati Papa bisa depresi tau gak,"
Omelan tersebut nampaknya berhasil membangkitkan emosi Regal yang sempat hilang selama beberapa saat. Alhasil raut wajahnya langsung berubah drastis, keningnya berkerut tanda marah. "Gue enggak minta lo buat nyari gue, siapa suruh,"
"Bukan keinginan gue, tapi Bapak lo,"
"Terus kenapa lo mau?" Balas Regal, menantang. Kali ini dengan nada yang lumayan tinggi—yang berhasil membuat amarah Raynzal memuncak.
"Kurang ajar lu ya," gumamnya sambil melotot dengan satu tangan menarik baju sang kembaran.
Membuat Hans langsung mengambil tindakan cepat dengan menyingkirkan tangan Raynzal untuk mencegah hal-hal buruk yang akan terjadi. Lalu ia pun memberi isyarat kepada lelaki tersebut—melalui wajahnya untuk memberhentikan aksinya.
Raynzal dan Regal masih saling beradu tatap. Begitu sengit sampai-sampai membuat Hans kembali berjaga-jaga agar Raynzal tak kembali melakukan hal sebelumnya.
"Enggak usah banyak tingkah. Mending urusin mayat Mama lu sana,"
Selanjutnya, bertepatan dengan Raynzal melontarkan kalimat tersebut, mobil yang mereka naiki berhenti di depan gerbang—yang rupanya adalah tempat pemakaman Luna.
Alhasil Raynzal langsung turun dari mobil. Tak memerdulikan perasaan Regal sehabis mendapat perkataan sarkas tersebut.
Karena tidak bisa di pungkiri, sehabis ucapan tersebut terdengar di telinganya, hati Regal langsung terasa getir—bahkan jantungnya mendadak berdegup kencang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Temperature Of Love
Genç Kurgu[CERITA SUDAH LENGKAP] [SEQUEL OF RAYNZAL ANGKASA] Selama delapan tahun ini, Raynzal percaya bahwa hidupnya dihantui oleh kesedihan. Tidak ada sehari pun yang ia lewati untuk merenung dan menyendiri, meratapi nasibnya yang kian memburuk. Rachel, ga...