SETELAH keributan kecil yang sempat terjadi tadi, Rachel menjadi takut untuk kembali menemui Regal yang saat ini masih berada di kamar Sasa.
Alhasil, yang Rachel lakukan sejak setengah jam lalu adalah—melamun.
Gadis itu sibuk memikirkan kejadian tadi, kejadian yang menurutnya cukup menguras energinya. Jujur saja Rachel merasa bingung harus melakukan apa. Dirinya juga tidak tau harus beraksi apa jika kembali bertemu dengan Regal.
Saat ini Rachel sedang duduk di sofa, sendirian.
Sasa sedang menemani Regal. Sedari tadi wanita itu kelimpungan melihat kondisi anaknya yang sudah babak belur. Sasa sendiri tidak memarahi Raynzal atas perbuatannya. Ia hanya menasehatinya dengan pelan, berharap Raynzal menyadari bahwa apa yang ia lakukan salah.
Jujur saja, Sasa sendiri sebetulnya bingung harus memihak siapa. Beliau amat menyayanyi Raynzal dan Regal, tidak membeda-bedakan antara keduanya.
Rachel menelan salivanya sejenak sebelum akhirnya bangkit dari sofa dan pergi keluar rumah.
Gadis itu kini sibuk memandangi rerumput hijau yang berdiri di halaman rumah megah ini. Diantara rerumputan hijau itu, terdapat beberapa tanaman bunga mawar milik Sasa yang memiliki berbagai macam warna.
Rachel tertegun. Bunga mawar milik Sasa cukup menarik perhatiannya. Ia mendekat, lalu memegang salah satu bunga berwarna merah itu—selama beberapa saat.
"Hel,"
Rachel terperanjat saat mendengar suara seseorang di belakangnya. Ia menoleh dan menemukan sosok lelaki tampan berbadan tegap dan tinggi yang kini berpindah ke sebelahnya.
Rachel tidak menyahut. Seperti biasa, ia menundukkan kepalanya—lantaran tak mau tatapannya bertemu langsung dengan tatapan Raynzal.
Kemudian Raynzal memandang lurus ke depan. Begitu panggilan singkatnya tidak mendapat respons apapun dari Rachel, hatinya berdesir.
Entah kenapa Raynzal merasa bersalah pada gadis cantik ini, tanpa alasan yang jelas.
Otak Raynzal sedari tadi sibuk memikirkan kejadian tadi. Kejadian di mana dirinya berkata secara lantang mengenai niatnya untuk terus memperjuangkan Rachel.
Raynzal tidak tahu bagaimana reaksi Rachel setelah mendengar perkataannya. Tapi, semoga saja gadis itu tidak merasa terbebani oleh perkataannya.
Dan saat ini, entah mengapa Raynzal ingin meminta maaf dan menjelaskan secara detail mengapa dirinya berani mengatakan kalimat senekat itu pada Rachel.
Jantung Raynzal berdegup dua kali lebih cepat. Berada di samping Rachel membuatnya merasa nyaman.
Kini Raynzal melirik Rachel yang masih menundukkan kepalanya. Dirinya siap untuk berkata-kata.
Akan tetapi, saat Rachel mendongkak kepalanya dan tatapan mereka sama-sama bertemu, Raynzal mendadak bisu. Lelaki itu mengurungkan niatnya untuk berbicara. Entah kenapa bibirnya terasa berat mengucapkan sepatah kata.
"Kenapa?" Alih-alih pergi, Rachel justru melontarkan pertanyaan singkat itu. Suaranya begitu pelan.
Membuat jantung Raynzal berdegup kencang. Entah kenapa kata-kata yang terucap di dalam hatinya sangat sulit diutarakan.
Setelah cukup lama terdiam, Raynzal akhirnya buka suara, "aku harap kamu enggak marah sama ucapan aku yang tadi," akhirnya kata-kata yang ia simpan di dalam hatinya berhasil dilontarkan.
Rachel menarik napas dalam tanpa melirik Raynzal sedikitpun, "aku enggak marah. Cuma heran aja sama kamu,"
Hening. Raynzal tidak membalas perkataan Rachel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Temperature Of Love
Teen Fiction[CERITA SUDAH LENGKAP] [SEQUEL OF RAYNZAL ANGKASA] Selama delapan tahun ini, Raynzal percaya bahwa hidupnya dihantui oleh kesedihan. Tidak ada sehari pun yang ia lewati untuk merenung dan menyendiri, meratapi nasibnya yang kian memburuk. Rachel, ga...