Part 12 (Upgrade)

40 20 2
                                    

Jakarta, 2018

Jelita POV

"Jelita, I have a good news!" teriak Angga saat baru saja membuka pintu apartemen. aku menatapnya heran. Langit di luar masih jingga dan Angga tiba-tiba sudah ada di depan pintu sambil berteriak kegirangan. Biasanya dia selalu pulang dengan muka lelah dan yang pasti, sudah tengah malam. Is this just a dream?

"I got a promotion, Jelita!" kini dia mendekatiku lalu memelukku erat.

"You got a promotion, so you can be home this early?" tanyaku. Fokusku masih pada pertanyaan kenapa dia bisa pulang secepat ini.

Angga melepaskan pelukannya, "aku mau jemput kamu. Malam ini aku mau traktir teman-teman kantorku. Kamu ikut ya? Pasti bosan di rumah seharian."

Aku tersenyum lalu mengangguk. Ternyata dia masih ingat punya istri di apartemen. setelah selama ini dia selalu meninggalkanku sendirian hingga larut malam, aku pikir dia lupa kalau dia punya istri yang menunggunya setiap malam.

"Selamat ya mas, I'm proud of you." Aku mencium pipinya.

I'm smiling but honestly there's some part of me yang tidak bisa ikut senang dengan apa yang baru saja didapat oleh Angga. Karena permintaannya, aku tidak bisa merasakan senangnya mendapatkan promosi beberapa waktu lalu. Not that I regret my decision, tapi melihat Angga mendapatkan promosi rasanya tidak adil? Kenapa sepertinya hanya aku yang harus berkorban demi calon anak kita? tentu saja karena aku yang hamil.

"Kamu siap-siap. Aku mau mandi dulu," kata Angga masih dengan wajah sumringah.

Tidak butuh waktu lama bagiku untuk bersiap-siap, aku bahkan sudah rapi saat Angga belum selesai mandi. Baju hamilku masih sedikit sekali, jadi aku tidak perlu berlama-lama untuk memilih. Baju hamilku sedikit karena dari hari ke hari hasrat belanjaku turun bebas. Sejak hamil pun aku tidak suka dandan glam, cukup bedak dan lipgloss. Sepertinya bayiku ini berjenis kelamin lelaki.

Sepertinya ada yang kurang hari ini. oh, ibuku sama sekali belum menelpon. Biasanya, ibu memang hanya sesekali menelponku. Mungkin karena dia juga sibuk bekerja seharian jadi susah meluangkan waktu. Tapi semenjak hamil, ibu jadi teramat sangat sering menelponku dan menanyakan kabarku. Hampir setiap hari. Apalagi semenjak aku diam di rumah. Sepertinya dia tahu aku kesepian. Dan yang jelas, karena bayi yang ada di kandunganku ini calon cucu pertamanya, ibu jadi super perhatian padaku. Aku curiga kalau dia tinggal di Jakarta, mungkin dia akan datang ke apartemenku setiap hari. Baiklah, aku saja yang telepon. Daripada melamun menunggu Angga selesai mandi.

"Halo," terdengar suaranya di seberang sana.

"Ma, aku punya kabar gembira."

Ada sunyi sejenak sebelum akhirnya ibu menjawab. "Ada kabar apa, Dara?"

"Mas Angga dapat promosi," kataku excited.

"Selamat ya," jawabnya datar.

Sudah? Tidak ada nada senang dalam ucapan selamat itu. there's something wrong. Pasti ada yang tidak beres. Aku mengenal persis sifatnya. Dia selalu ikut senang jika aku menyampaikan berita baik, sekecil apapun itu. Ada apa?

"Mama sedang apa?" tanyaku.

Ibu kembali diam sejenak, lalu berkata, "Mama di rumah sakit, ayahmu dirawat."

Hah?! Aku mendadak panik

"Kenapa? Tidak mengabariku? Juwita juga tidak bilang."

"Kadar gulanya naik. Mama tidak mau kamu khawatir. Kamu sedang hamil, kamu harus selalu tenang. Mama juga larang Juwita untuk bilang ke kamu."

Ibu ini kebiasaan tidak mau cerita kepadaku kalau ada hal buruk terjadi. Sepertinya aku masih dianggap anak kecil yang tidak bisa diajak bicara dan menerima berita dengan dewasa.

RUNTUH✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang