Part 15 (Upgrade)

49 23 2
                                    

Bali, 2018

Jelita POV

The idea of getting separated is frustrating. It's really hard when you still in love with your partner. It's even harder when your partner still wants you badly.

Aku menarik Angga yang sedang berlutut di hadapanku ini ke dalam pelukanku. A warm hug is always want I want whenever I cry. Mungkin itu juga yang diinginkan Angga saat ini. you'll get it now, mas, meskipun kamu tidak pernah memberikan itu kepadaku setiap kali aku menangis.

"I'm sorry! I'm really really sorry! Aku tidak pernah bermaksud menyakiti kamu, bee," Angga berbisik di telingaku. Kedua tangannya masih memelukku erat.

I know, mas. You have to intention to hurt me, but I cry anyway. Aku membelai lembut punggungnya yang kini bergetar pelan tanpa memberi jawaban apa pun atas semua kata-katanya. Semua hal yang mengganjal sudah aku lupakan. I'm done. Sekarang waktuku untuk diam dan melihat sejauh apa usaha Angga mempertahankan ini semua. Angga melepaskan pelukanku.

"Please Jelita, I can't afford losing you!"

Gosh! Those teary eyes! Seeing him crying really makes me feel like I'm an evil. I wonder why he didn't feel the same whenever he saw me crying.

"Jelita, aku tidak akan membela diri. Iya, aku salah. Aku akan berubah. Tapi jangan tinggalkan aku," lanjutnya.

Aku menarik napas panjang, "Man doesn't change, mas."

"But I will. I'll show you. Bagaimana aku bisa buktikan ke kamu aku berubah kalau kamu mau pisah sama aku?" aku menggenggam tangan Angga, berharap ini membuatnya sedikit lebih tenang.

"Kalaupun kita lanjutkan pernikahan kita, everything will never be the same, everything's changed."

"Some things don't, my love. You love. Semua masih sama, kan?" kata Angga mencoba menyakinkanku.

Aku benar-benar tidak tahu harus ambil keputusan apa saat ini. I'm totally clueless. Please help me!

Tangan Angga mengarahkan kepalaku agar tepat menghadapnya, matanya lurus menatap mataku, "Look! It's different now. I'm different. I'll fix everything," kata Angga penuh kesungguhan.

"Why don't you just let me go, mas? Selama ini kamu sibuk sendiri, kamu tidak butuh aku."

Kenyataan Angga justru mempertahanku sebenarnya membuatku semakin bingung dengan kondisi ini. selama ini dia terlihat seperti tidak pernah memperdulikanku sama sekali. Tapi kenapa dia masih menginginkan aku dalam hidupnya? Bukankah hidupnya akan lebih mudah kalau tidak ada aku? At least, dia bisa bekerja sepuasnya sampai jam berapa pun tanpa memikirkan istrinya yang menunggu di rumah.

"I need you, you just don't know, kamu pikir aku dapat kekuatan dari mana untuk kerja keras? You give me strength, jellita. Aku tidak bohong saat aku bilang aku kerja demi kamu. I wanna be successful man for you. Supaya kamu bangga dan supaya kita bisa punya banyak uang dan kamu bisa beli apapun yang kamu mau." Kata Angga.

"Money doesn't erase loneliness, mas." Kataku pelan.

"Itu yang aku tidak tahu. Aku pikir banyak uang bisa membuatmu bahagia," angga menundukkan kepalanya.

Benarkah? Itukah alasannya bekerja begitu keras selama ini? sejak menikah, angga memang selalu memenuhi kebutuhanku. sebagian besar gajinya diserahkan kepadaku dan dia tidak pernah mempermasalahkan kemana perginya uang itu. terkadang aku heran kenapa dia bisa begitu percaya kalau aku mampu mengatur keuangan rumah tangga padahal dia sering sekali menemukan tumpukan belanjaanku di kamar. Masih rapi terbungkus plastik, berhari-hari.

"Maaf, aku baru sadar kalau tidak selamanya kebahagiaan bisa diukur dengan materi," lanjut Angga. "maaf dengan memberimu uang, aku jadi berpikir aku sudah memberimu segalanya."

RUNTUH✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang