Part 36 (Upgrade)

29 5 0
                                    

Bandung

Jelita POV

"Apa kita biarkan saja mereka tidur di sini?" bisik Angga.

Aku melirik anak-anak itu yang sudah tertidur di sofa setelah memaksa Angga main ludo sampai empat kali. Jam dinding menunjukkan pukul 14.00. tidur siang memang bukan kebiasan anak-anak yang terlalu energetik seperti mereka, tapi terkadang kalau memang kelelahan mereka akan langsung tertidur, tidak peduli di mana, sama seperti Raya dulu. sudah cukup lama semenjak mereka jatuh tertidur di sofa seperti ini, mereka benar-benar lelah rupanya.

"Lebih baik mereka tidur di kamar tamu. Biasanya anak-anak seperti mereka cenderung bangun dengan rewel kalau tidur siang di sofa. Bisa tolong kamu gendong Chico? Aku bisa gendong Jeje."

Angga mengangguk dan berjalan menuju keponakannya. Dengan sigap dia mengangkat Chico yang terbangun sekejap untuk menggumamkan, "Uncle?"

"Ssst, just sleep. I've got you," bisik Angga dan Chico tertidur lagi.

Aku menarik napas dalam sebelum mengangkat Jeje, yang meskipun lebih enteng daripada Chico, tapi berat juga. perlahan-lahan aku menaiki anak tangga menuju kamar tamu di lantai atas, yang letaknya bersebrangan dengan kamar tidurku.

Aku dan Angga sama-sama menurunkan Chico dan Jeje ke tempat tidur. Setelah yakin anak-anak tidak terbangun, aku meminta Angga keluar lebih dulu sebelum aku mengikutinya. Meninggalkan pintu kamar sedikit terbuka, aku berjalan menuju tangga lebih dulu. aku sudah menuruni lima anak tangga ketika menyadari Angga mengikutiku. Aku menoleh, menemukan Angga berdiri di ambang pintu kamar tidurku. Kamar tidurku yang bisa terlihat jelas oleh Angga karena aku lupa menutup pintu ketika turun beberapa jam lalu.

***

Angga POV

Mataku terpaku pada tempat tidur ukuran Queen dengan bantal dan selimut berantakan. Aku tidak perlu bertanya untuk tahu ini kamar tidur Jelita. Lain dengan seluruh bagian apartemen yang bernuansa pastel dan hijau, kamar ini bernuansa putih dan pink. Ukurannya tidak terlalu besar, tapi cara Jelita mendekorasi kamar ini, membuatnya kelihatan nyaman, tapi juga seksi. Suatu percampuran yang sangat sulit ditemukan.

Sebelum bisa berpikir lagi, aku sudah mengambil satu langkah memasuki kamar itu dan pada saat itulah Jelita muncul di hadapanku. "Kamu tidak bisa masuk sini," ucap Jelita sambil berusaha menghadang  jalan masuk dengan tubuhnya.

Tangan kanan Jelita naik dengan telapak tangan menghadangku, memintaku berhenti, sedangkan tangan kirinya berusaha meraih gagang pintu. Tahu Jelita akan menutup pintu dan dengan begitu menghalangiku memasuki kamarnya, aku menahan daun pintu dengan tanganku.

"Kamu tidak bisa masuk sini, Mas," ucapnya lagi, kini dengan nada memperingatkan.

"Memangnya kenapa?"

"Karena ini kamarku," geram Jelita sambil berusaha menarik daun pintu.

"Aku tahu itu. makanya aku mau lihat." Dengan mudah aku menahan daun pintu hanya dengan tanganku.

Jelita sudah gila kalau dia pikir akan bisa beradu otot denganku. Aku bisa menahan daun pintu dengan tangan kiri dan mengangkat tubuhnya dengan tangan kananku. Hmm, kalau dipikir-pikir, it's not a bad idea. Jelita terpekik ketika aku mengangkat tubuhnya lalu memutarnya, dengan begitu posisi Jelita kini di ambang pintu, sedangkan aku di dalam kamarnya. Well, that was easy. Aku ingin tertawa kencang untuk merayakan kemenangan ini, tapi menahan diri, takut membangunkan anak-anak.

"MAS, KAMU TIDAK BISA ADA DI SINI!" teriak Jelita panik.

"Ssst, jangan berisik, nanti mereka bangun," ucapku dan menarik Jelita ke dalam kamar lalu menutup pintu.

Ketika aku berbalik menghadap Jelita, aku menemukannya sedang berlari tidak karuan ke seluruh ruangan, mencoba melakukan beberapa hal pada saat bersamaan. Menarik bedcover tempat tidur untuk menutupi tempat tidur yang berantakan; mengambil beberapa helai pakaian yang tersampir di sandaran kursi, bergeletakan di karpet dan nakas di sebelah tempat tidur, lalu melemparkan semua pakaian itu ke keranjang baju kotor di sudut ruangan. Dia kemudian mulai membereskan meja riasnya yang penuh botol-botol berisi entah apa, kemungkinan segala keperluan wanita.

"Aww, kamu merapihkan kamar kamu untuk aku? Thanks, bee," ucapku.

"Shut up, Mas," geram Jelita sambil memberikan tatapan membunuh padaku.

Berhasil membuat Jelita mengalihkan perhatiannya dari mengusirku ke aktivitas bersih-bersih, aku hanya bisa nyengir. Jelita menggeram kesal sebelum kembali fokus membereskan meja riasnya. Aku mengambil kesempatan ini untuk benar-benar mensurvei kamar tidur itu. jendela berkusen putih dengan tirai warna pink yang disingkapkan telah membiarkan sinar matahari siang menerangi setiap sisi kamar. Pintu setengah terbuka di sebelah kanan menunjukkan kama mandi. Aku bisa mencium aroma vanilla, meskipun samar, dari area itu. aku memutar tubuh dan perhatianku jatuh pada dinding dengan lukisan berukuran besar. Itu lukisan paling mengerikan yang pernah aku lihat sepanjang hidupku.

"WHAT THE HELL IS THIS?" teriakku

TBC

RUNTUH✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang