Part 34 (Upgrade)

32 6 0
                                    

Bandung

Jelita POV

Tepat pukul 17.00, aku langsung kabur dari studioku, tidak menghiraukan teriakan Yeri yang memanggilku. Aku harus segera ke Mansion Angga. Sesuai permintaannya, dia sudah memberitahu lewat telepon tentang bantuan itu. Dan ternyata yang disebut bantuan itu adalah membantunya merawat kedua keponakan kembarnya karena kakak sepupu Angga ternyata sedang berlibur ke Santorini.

Senja baru saja turun ketika aku dipersilahkan masuk oleh seorang anak muda yang membukakan gerbang Mansion itu. perlahan-lahan aku turun dari mobil dan dengan langkah sedikit tidak pasti aku menuju pintu depan. Mansion ini terlihat serba modern dan ekslusif tapi tetap terlihat hangat dan mengundang. Aku baru saja akan menekan bel ketika pintu terbuka dan seorang yang terlihat seperti pelayan berdiri di hadapanku.

"Pasti Nyonya Jelita," ucapnya.

"I-iya, benar," jawabku sedikit tergagap.

Telapak tanganku sudah basah dan aku merasakan tetesan keringat mengalir di punggungku padahal hari sudah menjelang malam dan udara sudah mendingin.

"Nyonya, jangan berdiri di situ saja. Ayo, masuk. Tuan Angga ada di dalam bersama anak-anak," ucap pelayan itu.

Buru-buru aku melangkah masuk, dan melihat dua anak kembar laki-laki dengan wajah segar habis mandi, duduk manis di meja makan. Angga duduk di antara mereka di kepala meja. Mereka terlalu fokus mengerjakan apapun yang mereka kerjakan, sehingga tidak ada dari mereka yang mendengarku masuk. Baru setelah beberapa menit aku sadar bahwa anak-anak, rumah yang hangat ini serta Angga kembali membawaku ke masa lalu, masa-masa indah bersama Raya.

***

Flashback on

Jakarta, 2018

Apartemen kami sempurna untuk membesarkan seorang bayi. Berbulan-bulan kami melakukan persiapan, mula-mula mendekorasi kamar bayi, sebuah ruangan pink yang menghadap ke taman. Kami memasang lis jendela dan tirai serasi bergambar tikus merah muda kecil. Angga merakit tempat tidur, meja ganti baju dan lemari berlaci untuk menyimpan semua barang kebutuhan bayi. Aku mencuci baju bayi kecil dan menjemur semuanya di udara segar sebelum menyetrika, melipat dan meletakannya di dalam laci. Kami sudah terbiasa dan malah senang melihat tas berisi barang-barang kebutuhan yang akan diperlukan di rumah sakit telah menunggu di pintu depas. Ada tiga tas, satu untukku, satu untuk si bayi dan satu untuk Angga.

Sepanjang masa persiapan itu, kukira aku sudah mengenal bayiku dengan akrab, makhluk kecil yang telah menyikut dan menendang-nendang di dalam perutku, yang menggeliat-geliat dan mendesak-desakku pada bulan-bulan terakhir. Angga dan aku bicara kepada si bayi tiap malam saat kami bergelung sebelum tidur, bercerita kepadanya apa saja yang kami kerjakan hari itu atau apa lagi barang baru yang kami beli untuk kamar bayi.

Akan tetapi, bayi imajiner itu kini telah lenyap, digantikan oleh makhluk asing mungil yang menjadikan istirahat tidak lagi mungkin, dan membuat hatiku pedih tiap kali dirinya lepas dari pelukanku.

Raya kecilku mampu melakukannya. Menjungkirbalikkan apartemen ini, inilah tepatnya yang terjadi. pusat gravitasi apartemen ini telah berpindah, dari ruangan di depan, ruang depan dan ruang keluarga, ke kamar bayi di belakang. Itulah titik berat apartemen ini sekarang. Titik tempatku berdiri apabila aku berusaha membayangkan apartemen ini dalam benakku. Bagian-bagian lain apartemen ini telah bergeser, menepi dan sekarang seolah berdiri, menunggu.

Menunggu apa? semacam musibah, rasanya seperti itu. bahkan, menaiki tangga seperti ini merupakan aktivitas yang dibayang-bayangi resiko. Tersandung selangkah saja, menyebabkan Raya terselip dari gendonganku dan tamatlah semuanya; keletihan, rasa bingung, mata cemerlang yang menusuk jauh ke kedalaman batinku. Tenggorokanku tiba-tiba tersekat.

RUNTUH✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang