Part 30 (Upgrade)

47 8 3
                                    

Bandung

Jelita POV

Aku pikir aku sanggup, aku pikir aku kuat. Ternyata aku masih selemah itu dihadapannya. Aku tidak bisa berpikir jernih setelah kembali bertemu dengannya. Aku butuh rumah, aku harus pulang ke Bali sebentar untuk menenangkan pikiranku.

Sambil memesan tiket penerbangan tercepat menuju Bali, aku langsung kembali ke flatku untuk menaruh mobilku dan berkemas seadanya.

***

Bali

Ketika aku sampai di rumah orangtuaku, ibuku sedang berdiri di halaman depan, mengenakan blus dan celana panjang katun dan topi lebar, sibuk menyirami tanamannya. Aku baru saja turun dari taksi dan melambaikan tangan kepadanya sambil meneriakkan, "Hi, Mom," ketika sadar bahwa perhatian ibuku tidak tertuju padaku.

Aku belum sempat menoleh untuk mencari tahu apa yang menarik perhatian ibuku ketika mendengar seseorang berkata, "Jelita, kita belum selesai bicara."

Terkejut, aku segera menoleh dan menemukan Angga sedang berjalan ke arahku dengan wajah tenangnya. Untuk beberapa detik aku hanya bisa menganga. Otakku tidak bisa memproses apa yang sedang aku lihat saat ini.

Beberapa pertanyaan yang berkelebatan di dalam kepalaku adalah: bagaimana Angga bisa ada di sini? bagaimana dia bisa tahu aku ada di rumah orangtuaku? Apa dia mengikutiku dari restoran tadi? tapi saking kagetnya, tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulutku untuk mengemukakan semua pertanyaan ini.

Aku meloncat kaget ketika ada tangan menyentuh bahuku dan menemukan ibuku sedang menatapku dengan mata berkaca-kaca. Oh, shit! Aku lupa sama sekali bahwa kami sedang berada di pekarangan rumah.

"Ma," ucapku, sambil memutar otak mencoba menjelaskan keadaan ini.

Satu hal yang aku syukuri adalah bahwa mama tidak berteriak-teriak memarahiku seperti orang gila, atau lebih parah lagi mencekik Angga dengan selang kebunnya.

Aku baru saja akan berkata-kata ketika didahului oleh Mama.

"Angga?"

Aku langsung menggigit bibir. Aku tidak tahu bagaimana percakapan antara mama dan Angga ini akan berakhir. Pada detik itu aku benar-benar mengasihani Angga. Oleh sebab itu aku cukup terkejut ketika Angga justru melangkah pasti mendekati mama dan menunduk dalam di hadapannya.

"Ya, ma. Ini aku, Angga."

Whoa... Angga ternyata jauh lebih bernyali daripada yang aku pikir. Sejujurnya, kalau aku jadi Angga, aku mungkin sudah kabur.

Mama menyipitkan mata, seakan mencoba menilai Angga, sebelum berkata dengan nada lembut, "Lama tidak bertemu, bagaimana kabarmu dan ibumu, nak?"

Oh, crap! Aku tahu betapa Angga tidak terlalu suka kalau orang menatapnya dengan penuh rasa kasihan, apalagi menanyakan tentang ibunya. Aku tahu dia, dia tidak akan sudi tampak lemah di hadapan siapapun, termasuk aku.

Aku melihat Angga meringis dan aku berpikir Angga akan menolak menjawab pertanyaan itu ketika mendengarnya menjawab, "Saya dan Ibu sangat baik sampai hari ini, bahkan jauh lebih baik setelah kembali bertemu dengan Jelita dan mama."

Aku melihat mama tersenyum, kebingunganku berubah menjadi waswas. Dan ketika detik selanjutnya mama mendekati Angga dan memeluknya, jantungku sudah hampir meloncat keluar.

"Welcome back to the family, son," ucapnya.

Dan segala sumpah serapah terlintas di kepalaku, sesuatu yang aku sadari semakin sering aku lakukan semenjak Angga muncul lagi di dalam kehidupanku.

***

Angga POV

Satu jam kemudian aku menemukan diriku duduk di meja makan di rumah orangtua Jelita, ayah Jelita sedang pergi berlibur bersama Mahen dan Juwita jadi hanya diriku, Jelita dan ibunya. Permulaan yang cukup baik.

RUNTUH✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang