Part 52

31 7 3
                                    

Maaf, jika aku tidak sesuai ekspektasi kalian :~)                              

Bucheon, 2025

-Joy POV-

"Oppa, aku mau kamu berjanji satu hal lagi?" ujarku saat baru tiba di mansion

"Apa lagi? sejauh ini kita sudah banyak membuat janji."

"Aku mau kita terus bersama di dunia ini maupun di keabadian." Ucapku sambil menatap matanya lurus-lurus

Sungjae menatapku dengan alis terangkat, heran. "Maksud kamu?"

"Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Tapi satu hal yang cukup kamu tahu, bahwa selamanya aku akan menjadi milik kamu dan seandainya ada hal yang memisahkan kita lagi yang itu pun diluar kekuatan kita. aku mau..."

"No, stop it" sela Sungjae

"Aku belum selesai bicara, oppa."

"Please Joy-ah, aku mohon jangan bicara seperti itu. kamu tahu kan? Aku kehilangan kamu berapa lama? Bertahun-tahun? Kamu pikir aku kuat menghadapi itu semua?! Stop bicara sembarangan"

"Oppa, aku hanya mau kamu bahagia, entah itu ada aku bersamamu ataupun tidak."

"No, Joy-ah stop it..."

"Oppa, kamu tahu kenapa aku bicara seperti ini? karena aku mencintai kamu, aku mau kamu tetap jadi kuat apapun yang terjadi di masa depan, aku benci kamu yang lemah. Tolong janji sama aku, apapun yang akan terjadi aku mau kamu tetap jalani hidup ini, bahagia dan selalu tersenyum. Bisa kan? Ini demi aku, kalau kamu bahagia aku juga akan bahagia dimanapun takdir menempatkan kita nanti"

"Oke oke asal kita berhenti bicara tentang kamu yang seakan-akan akan pergi lagi dari aku. Kamu tahu Joy-ah, di dunia ini aku bisa menghadapi apapun kecuali kehilangan kamu." Ucapnya tanpa sadar air mata itu pun terjatuh.

"Oke, aku harus pergi sekarang ke bengkel, setelah itu aku akan menyusul kamu ke bandara."

***

Aku sedang mengendarai mobilku menuju bandara saat tiba-tiba ibuku menelponku

"Halo, ada apa eomma?"

"Kamu dimana?"

"Ini masih dimobil."

"Kamu hati-hati ya, jangan terlalu cepat bawa mobilnya, eomma banyak mendengar berita kecelakaan di daerah Bucheon akhir-akhir ini"

"Iya eomma."

Ketika itu aku kurang fokus, sampai aku tidak sadar aku salah mengambil arah.

"Eomma, sepertinya aku salah mengambil arah. Aku sekarang ada ditempat banyak orang-orang yang sedang melangsungkan proyek pembangunan."

"APA?! T-tapi kamu baik-baik saja kan?"

"I'm okey, tapi..."

Bunyi klakson keras berasal dari arah kiriku saatku menoleh aku sadar apa yang terjadi, mobil pikap itu sepertinya mengalami rem blong dan berusaha agar aku menyingkir dari jalannya tapi tiba-tiba aku mati rasa dan bingung aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, semua terjadi begitu cepat dan terakhir yang aku sadari adalah ponselku terlepas dalam genggamanku.

Mobilku hancur berantakan. Hantaman truk pikap empat ton berkecepatan hampir seratus kilometer per jam pada sisi penumpang memiliki kekuatan seperti bom atom. Pintu-pintu terlepas, bangku penumpang depan terbang menembus jendela sisi pengemudi. Benturan itu mematahkan sisi badan mobil, membuatku hampir terpental ke seberang jalan, dan merobek mesin seolah semudah merobek sarang laba-laba. Roda-roda dan kap depan terlempar jauh ke tengah hutan. Benturan tersebut memercikkan api pada serpihan-serpihan tangki bensin, sehingga sekarang api-api kecil menjilati jalanan yang basah. Dan suaranya begitu keras. Simfoni derakan, paduan suara dentuman, aria ledakan, dan akhirnya,

Suara berdentang menyedihkan saat besi keras memotong batang-batang pohon yang lunak.

Kemudian segalanya hening, kecuali ini entah bagaimana, radio mobil masih tersambung pada aki dan tetap tersiar di tengah-tengah petang bulan Juni yang kembali tenang.

Mula-mula aku menyangka segalanya baik-baik saja. Aku tetap bisa mendengar Radio. Darah dari dadaku merembes ke kaus, rok, sweter, dan sekarang menggenang seperti tumpahan cat pada salju baru. Salah satu kakiku terpuntir, dan kulit serta otot mengelupas sehingga aku bisa melihat putihnya tulang. Mataku terpejam, dan rambutku yang hitam basah serta berwarna seperti karat karena darah.Aku berbalik cepat. Ini tidak benar. Ini tidak mungkin terjadi. aku hanya manusia biasa, bepergian dengan mobil. Ini tidak nyata. Aku pasti tertidur di mobil. Tidak! Stop. Kumohon, berhenti. Kumohon, bangunlah! aku menjerit pada udara dingin. Udara dingin.

Seharusnya napasku berasap. Tapi tidak. Aku menatap pergelangan tanganku, yang tidak tampak terluka, tidak tersentuh darah, tidak robek, dan aku mencubitnya sekeras mungkin.

Aku tidak merasakan apa-apa.

Aku pernah bermimpi buruk—mimpi jatuh, mimpi bermain piano tanpa tahu apa musiknya, mimpi aku yang meninggalkan Sungjae tapi aku selalu bisa memerintahkan diriku membuka mata, mengangkat kepala dari bantal, menghentikan film horor yang berlangsung di balik kelopak mataku yang terpejam. Aku mencoba lagi. Bangun! aku berteriak. Bangun!

Bangunbangun-bangunbangun! Tapi aku tidak bisa. Aku tidak terbangun.

Kemudian aku mendengar sesuatu. Musik itu. Aku masih bisa mendengar musik.

Aku hanya terfokus pada musik dari radio, sampai akhirnya aliran listrik pada aki mobil habis, dan musik pun lenyap bersamanya.

Tidak lama kemudian suara sirene terdengar

***

Apakah aku sudah mati?

Aku sungguh-sungguh perlu menanyakan itu pada diriku.

Apakah aku sudah mati?

Mula-mula sepertinya jelas sekali aku memang sudah mati. menyaksikan semuanya disini hanyalah sementara, jeda sebelum cahaya terang dan kejadian-kejadian masa lalu melesat didepan mataku itu berlangsung, membawaku ke tempat apa pun yang menjadi tujuanku kemudian.

Yang juga membuatku berpikir bahwa aku sudah mati adalah kenyataan bahwa sepertinya tubuhku mati rasa total, meski jika melihat keadaanku, kakiku yang terparut aspal dengan kecepatan seratus kilometer per jam sampai tulangku kelihatan, seharusnya aku sangat kesakitan.

Dan aku juga tidak menangis.

Mereka memasukkanku ke ambulans; si rambut merah naik ke belakang bersamaku. Dia memompa kantong dengan satu tangan, memasang infus dan monitor dengan tangan satunya. Kemudian dia menyibakkan sejumput rambut dari dahiku.

"Bertahanlah," katanya.

***

"Menurut identitasnya, ini Park Sooyoung, dua puluh sembilan, korban lakalantas. Harus dibebaskan dari kendaraan. Badan, kepala dan wajah memar-memar serta luka-luka, barangkali gegar otak juga, meskipun sadar dan responsive di TKP. Tidak bisa mengeluarkan suara saat berbicara, kemungkinan aphonia karena syok."

"Tekanan darahnya rendah. Denyut jantungnya menghilang dalam perjalanan tapi setelah diresusitasi lima menit dan diinfus denyut jantungnya muncul kembali. Dia sudah diberi dua ampul dan dua liter larutan garam normal. Andomennya bengkak, sepertinya pendarahan, barangkali di limpa.

"Oke, Sooyoung-ssi, bisakah kau mendengarku?"

Ya, aku bisa mendengarmu, kataku kepadanya dalam hati, tidak perlu teriak-teriak.

"Namaku dokter Gongyoo. Kau di rumah sakit. Kami akan merawatmu baik-baik."

Cahaya terang itu lagi-lagi disorotkan ke mataku. Kenapa orang-orang terus saja melakukan ini? apakah mereka sedang mencoba membutakanku?

"Pupil di kedua mata responsif."

TBC

**waktu dan tempat dipersilahkan memberikan komentar apapun

RUNTUH✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang