Part 51

28 5 1
                                    

Bucheon, 2025

-Sungjae POV-

Ketika aku keluar dari kamar keesokan paginya, Joy sedang menyeduh teh di dapur. Wanita itu menyadari kadatanganku dan menoleh. "Morning," sapanya. Sisa kantuk masih terdengar dalam suaranya. Ia mengacungkan kotak teh. "Aku baru mau membuat teh. Kamu juga mau?"

Langkahku terhenti dan tertegun sementara perasaan hangat mendadak melanda diriku. Aku dan Joy sudah lama tidak melakukan hal sesederhana seperti pagi ini, dengan dia yang menjadi orang pertama yang aku lihat ketika aku bangun. Aku benar-benar merindukan moment-moment seperti ini bersamanya.

Seolah-olah bisa membaca pikiranku, Joy tertawa kecil dan berkata, "Oppa, kamu juga merasa aneh?" sebelah tangannya terangkat menunjuk dirinya dan aku bergantian. "Aku merasa seolah-olah kita baru melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan, padahal kita tidak melakukan apa-apa."

"Aku yakin kita akan terbiasa," gumamku, sebelum aku sempat benar-benar memikirkan arti di balik kata-katanya.

Alisnya terangkat bertanya, tetapi dia tidak berkata apa-apa.

Aku cepat-cepat mengalihkan pembicaraan. "Bagaimana kalau kamu menyiapkan teh dan aku pergi membeli makanan untuk sarapan?"

"Oke," sahutnya.

Ketika aku sedang berganti pakaian, ponselnya berdering. Ada pesan masuk dari Irene.

Sungjae-ah, aku baru menerima lukisan yang kau kirim. Terima kasih!

Aku tersenyum kecil dan mengetik balasan singkat, sama-sama noona.

Ia baru membuka pintu kamar ketika ponselnya berdering. Ternyata Irene. "Halo?"

"Sungjae-ah, bagaimana kau tahu aku menginginkan lukisan itu?" tanya Irene tanpa basa-basi.

"Aku tidak tahu," sahutku jujur. "Tapi aku senang kau suka. Aku hanya ingin berterima kasih karena kau mengizinkan aku tinggal gratis di mansionmu."

"Itu sama sekali bukan masalah."

"Omong-omong, mereka mengantar lukisannya pagi-pagi begini?"

"Tidak, tidak. Sepertinya lukisan ini diantar kemarin malam. Penjaga pintu yang menerimanya mewakiliku dan baru saja menyerahkannya kepadaku tadi ketika aku pulang."

"Kau baru pulang jam dua pagi?"

Tiba-tiba terdengar bunyi cangkir berkelontang. Joy yang memekik dan mengumpat. Aku berputar cepat ke arahnya. Joy menggerak-gerakkan tangannya kearahku dan berbisik, "Tidak apa-apa, tidak apa-apa. air panasnya tumpah sedikit. Tidak apa-apa."

Aku mengambil kain lap dan menyerahkannya kepada Joy. "Coba kulihat tanganmu." Aku meraih tangan Joy dan memeriksanya.

"Aku tidak apa-apa, sana," bisik Joy sambil menarik tangannya dari peganganku dan mendorong lenganku.

Aku tidak mengerti kenapa Joy berbisik-bisik dan mendorongku menjauh, sampai aku mendengar suara Irene yang berkata, "Aku mendengar suara wanita."

Oh. Sejenak aku lupa aku tadi sedang berbicara dengan Irene di telepon. Nada suara Irene biasa-biasa saja. Tidak ada nada menuduh atau semacamnya. "Itu Joy."

"Ah," gumamnya. Entah kenapa, sepatah kata sederhana itu terdengar sarat arti. "Ternyata Sooyoung." Aku seakan bisa mendengar senyum dalam suara Irene. "Kalau kau tidak mau menjawab pertanyaanku tentang kenapa kau baru pulang jam dua pagi, apakah kau mau menjawab kenapa Sooyoung sudah ada di sana pagi-pagi begini?"

"Tidak."

Irene tertawa keras. "Baiklah. Aku tidak akan bertanya. Tapi kuharap kau tidak keberatan jika aku mengatakan sesuatu sebagai gantinya. Anggap saja ini balasan atas hadiahmu untukku."

RUNTUH✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang