Part 28 (Upgrade)

40 8 0
                                    

Bandung

Angga POV

Sekali lagi aku menekan redial pada nomor telepon studio tempat Jelita bekerja. Minggu lalu aku meminta Naya mencari tahu, melalui Rafael yang punya kenalan di dalam organisasi yang mengadakan acara penggalangan dana, tentang Jelita. Melalui informasi inilah aku tahu bahwa Jelita bekerja sebagai penyanyi musical. Dengan bersenjatakan informasi ini, aku mendapatkan informasi untuk mendapatkan nomor telepon mereka.

Membutuhkan sepuluh menit sebelum akhirnya di transfer ke seseorang bernama Maya, yang katanya adalah asisten Jelita.

Maya mengatakan bahwa Jelita sedang keluar dan menanyakan apakah aku mau meninggalkan pesan. Aku bertanya pukul berapa Jelita kembali agar aku bisa menelpon balik. Maya menginformasikan bahwa Jelita akan kembali satu jam lagi. ketika dia menelpon tepat sejam kemudian, Maya berkata bahwa Jelita masih belum kembali, kemungkinan besar terjebak mecet di jalan. Kini dia menelpon untuk yang ketiga kalinya. "Apa Jelita sudah kembali ke studio?"

"Sudah, Tuan."

"Bisa saya bicara denganya?"

"Bisa, Tuan. Nama anda?"

"Rama Angga Dinata."

"Oke, tunggu sebentar."

Aku menunggu selama tiga menit ditemani oleh alunan music klasik sebelum Maya kembali padanya. "Hmm, maaf, tuan Angga, tapi saya diminta oleh teh Jelita untuk mengatakan," Maya berdeham dan aku bersumpah mendengar Maya berdoa supaya bisa medapatkan pekerjaan lain kalau sampai dipecat hanya karena ini, "Teh Jelita bilang... 'fuck off, dan jangan pernah menghubungi nomor ini lagi.'"

Dan aku tidak bisa menahan diri lagi, aku sudah tertawa terbahak-bahak. Rupanya Jelita serius dengan kemarahannya. Karena seingatnya, Jelita hanya akan menyumpah kalau sudah mengamuk.

"Maya," ucapku.

"Iya, tuan." Maya terdengar ketakutan dan aku benar-benar mengasihaninya karena secara tidak sengaja membuat Maya terjebak di antara perangku dengan Jelita.

"Bilang ke bos kamu bahwa mulai saat ini kita akan bertemu, dimulai dari akhir pekan ini tepatnya di café dekat studio tempatmu bekerja, terserah dia mau atau tidak."

Dan aku menutup telepon sebelum melanjutkan tawanya. Jelita selalu mengingatkannya pada harimau kumbang. Memiliki penampilan cantik dan dan gerakan lemah-gemulai bak penari balet, tapi tidak akan ragu-ragu untuk mengeluarkan cakarnya kalau merasa terpojok.

God, I loves that woman.

***

Jelita POV

"Kita akan bertemu akhir pekan ini tepat di café dekat studio tempatmu bekerja, terserah kamu mau atau tidak. Aku akan tetap manunggu sampai kamu datang"

Kata-kata Angga membuat tubuhku kebakaran semenjak mendengarnya dari mulut Maya. Asistennya itu masuk ke ruangannya dengan muka merah padam dan menyampaikan kata-kata Angga dengan sedikit terbata-bata. Dan aku buru-buru meminta maaf kepadanya atas kata-kata Angga. Setelah memastikan aku tidak akan memecatnya, Maya meninggalkanku sendiri untuk merenungi kata-kata Angga. Laki-laki itu selalu tahu cara untuk membuat tubuhku meleleh dengan sentuhan tangan, bibir, lidah, gigi bahkan hembusan napasnya.

Oh dear God, aku benar-benar harus mencari pelarian untuk menyalurkan semua pikiran kotor ini. dengan kesal aku menutupi wajah dengan bantal dan menggeram frustasi. Aku sudah terbaring di atas tempat tidur semenjak pukul 23.00, dan sekarang pada pukul 02.00 aku masih seratus persen sadar. Setiap kali aku memejamkan mata, memori tentang kebersamaanku dengan Angga dan Raya terus menyerang

RUNTUH✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang