Part 6 (Upgrade)

58 24 7
                                    

Bandung

Angga POV

"9B"

Aku segera mengambil tempat di kursi yang sesuai dengan apa yang tertera di karcis tiketku menuju Bandung.

Aku melihat sekilas orang yang duduk di sampingku, mungkin dia sedang tertidur karena dia menutup seluruh wajahnya dengan syal, lebih baik aku tidak mengganggunya dan fokus pada tujuanku.

Entah sudah berapa lama aku memandangi layar ponselku yang memampangkan nomor ponsel Jelita, yang aku dapatkan setelah meneror Eryin, sahabatnya. Selama bertahun-tahun aku sudah mencoba banyak cara untuk mencarinya. Mulai dari mengirimkan berpuluh-puluh email yang tidak pernah dibalas, menguntit Eryin, selama berbulan-bulan sampai Eryin mengancam akan ke polisi untuk restraining order, hingga mengaduk-aduk sosial medianya, tapi semuanya berakhir nol besar.

Aku juga mencoba menggoogle nama Sinta Dara Jelita tapi nama itu pun tidak keluar di manapun. Akhirnya aku harus menyerah. Suatu fakta yang membuatku ingin menendang diriku sendiri ketika Jelita menghilang tanpa jejak. Aku segera menaruh kembali ponselku dalam dan mengambil sebuah buku bersampul krem dengan hiasan bunga kering di pinggirnya, Melihat buku harian ini di genggaman membuatku kembali lagi ke beberapa tahun yang lalu, aku segera membuka buku harian itu dan mulai membacanya dari halaman pertama. Dalam buku harian ini tertuang segala emosinya dan bagaimana dia menjalani kehidupan pernikahan kita sampai pada hari dimana Jelita memutuskan untuk bercerai dan pergi dari apartemen kita.

***

Jakarta, 2018

Jelita POV

Untuk sebagian besar orang yang tinggal di ibukota, weekend adalah hari yang sangat ditunggu-tunggu. Beberapa orang menganggap sabtu-minggu adalah waktu yang sangat berharga karena hanya di dua hari itu, seluruh anggota keluarga bisa berkumpul setelah lima hari sebelumnya sibuk dengan urusan masing-masing. Ada juga yang menanti weekend karena hanya di akhir pekan mereka punya waktu untuk melakukan hobinya, jadi fotografer amatir yang hobi hunting foto misalnya. Bahkan ada yang menunggu weekend hanya supaya bisa tidur seharian tanpa gangguan apa pun. buatku, weekend seharusnya menjadi hari dimana aku dan Angga bisa punya quality time untuk berduaan. Tapi kenyatannya, sepertinya hampir setiap weekend, ada saja acara-acara yang harus kita hadiri untuk kepentingan sosial. Minggu lalu, weekend kita padat dengan undangan teman-teman yang menikah. Minggu sebelumnya lagi, kita harus pergi ke ulang tahun pernikahan bibiku di Bali. Dan weekend ini, aku dan Angga justru harus menghadiri acara keluarga besarnya.

Sejak tadi pagi aku sudah ada di rumah mertua dengan senyuman yang tidak pudar sama sekali. Aku tersenyum bukan karena senang, tapi karena memang aku wajib memasang wajah manis di depan semua tamu. Lagipula, bagaimana aku bisa senang kalau semua saudara Angga menceramahiku habis-habisan untuk segera punya anak, sama persis seperti acara keluarga bulan-bulan sebelumnya. Apa hak mereka menyuruhku untuk segera punya anak? Memangnya mereka mau memberi makan atau membayar semua biaya pendidikan anakku nanti? Aku benar-benar bisa bernapas lega saat mereka mulai pulang satu persatu.

Sekarang tinggal aku dan ibu mertuaku di teras belakang rumah. Kami sedang menikmati teh hangat sambil beristirahat setelah lelah beres-beres.

"Bulan depan ada acaranya akan dilaksanakan di Surabaya, sekalian liburan. Kamu datang lagi ya," kata ibu mertuaku sambil tersenyum.

Aku tersenyum kecut. Bulan depan aku harus bertemu dengan para bibi itu lagi? mereka pasti akan menceramahiku dengan hal yang sama. Kapan mereka akan bosan? Aku yang menjawabnya saja bosan setengah mati. Oh God. Please help me!

"Kamu dan Angga tidak menunda punya momongan kan?" kata ibu mertuaku.

Hampir saja aku menyemburkan teh dalam mulutku. Apa-apaan ini? kenapa sekarag ibu mertuaku ikut-ikutan menanyakan tentang anak? Dia sama sekali tidak pernah menanyakan hal ini sebelumnya.

RUNTUH✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang