Part 39 (Upgrade)

29 5 0
                                    

Bandung

Jelita POV

Sebenarnya aku suka naik kereta selama tinggal di Bandung.

Itulah yang aku pikirkan ketika aku menaiki tangga keluar dari stasiun kereta. Saat ingin menjauh sejenak dari Jakarta yang gempita, aku pun datang ke sini. aku menyukai suasana yang ditawarkan Bandung. Di sini, aku selalu merasa aku bebas berjalan sedikit lebih santai, bernapas sedikit lebih pelan.

Sudah beberapa kali aku datang ke Bandung hanya untuk bersantai, melihat-lihat deretan rumah dan taman yang indah, dan berjalan-jalan menikmati pemandangan.

Seandainya boleh memilih, aku lebih memilih tinggal di Bandung. Tapi, apartemen studio yang aku tinggali sekarang adalah akomodasi yang disediakan untukku sesuai kontrak ketika aku diterima kerja disini. Aku harus mulai berpikir mencari tempat tinggal baru jika kontrak kerjaku sudah berakhir dan jila pekerjaan baruku nanti tidak menyediakan akomodasi.

Itu juga kalau aku berhasil menemukan pekerjaan baru dalam waktu dekat. Kalau tidak, aku terpaksa harus kembali ke Jakarta.

Tidak lama kemudian, aku menemukan kafe yang diusulkan Angga sebagai tempat kami bertemu, tepat di bawah toko bunga. Aku menuruni tangga besi ke arah pintu depan kafe dan langsung disambut bunyi bel serta aroma kopi yang harum begitu aku membuka pintu. Aku berjalan melewati orang-orang yang mengantre membeli kopi, melewati lemari kaca yang memajang berbagai macam roti dan kue yang sepertinya baru dikeluarkan dari oven, dan berjalan terus ke bagian belakang kafe yang luas.

Senyumku otomatis mengembang ketika melihat Angga sudah ada di sana, menempati salah satu meja di samping jendela yang menampilkan pemandangan taman kecil yang terawat. Taman itu juga memiliki beberapa meja dan kursi, namun tidak ada seorang pun yang sudi duduk di luar pada cuaca dingin seperti ini.

Angga mengangkat wajah dari ponsel yang sedang ditatapnya bahkan sebelum aku menghampiri meja. Ia tersenyum, memasukkan ponsel ke dalam saku, dan berdiri. "hai," katanya ketika aku sudah ada di hadapannya.

"Hai," balasku sambil melepas jaket dan syal. "Sudah menunggu lama?"

"Tidak." Angga mengangkat tangan memanggil pelayan, lalu menunggu sampai aku duduk baru ia duduk kembali.

Setelah memesan makanan, aku menatap Angga dan berkata, "Mas, kamu terlihat sangat rapi hari ini." Angga mengenakan kemeja biru langit dan jas hitam. Dengan jas luar biru gelapnya disampirkan di sandaran kursi.

Angga menunduk menatap pakaiannya sekilas, lalu berkata. "Iya. Aku harus menemui beberapa wartawan setelah ini."

"Wawancara untuk acara awards kantor kamu?"

"Hmm. Padahal aku berharap hanya beberapa director dan staf-staf yang perlu menghadapi wartawan," gumam Angga muram. "aku tidak pernah suka bagian ini, wawancara. Kamu tahu itu kan?"

Angga menatapku dengan mata disipitkan.

Aku hanya tersenyum. "Omong-omong, siapa orang yang ingin kamu kenalkan padaku? kapan dia akan datang?"

Angga melirik jam tangan. "Sebentar lagi," gumamnya. "Tapi ada yang harus kujelaskan kepadamu sebelum dia datang."

Aku mengangkat alis.

"Ibumu juga menyewa penyelidik swasta untuk melacak orangtua kandungmu."

"Apa?" mataku melebar. "Benarkah? Maksudku, bagaimana? Kapan? Ibu tidak pernah memberitahuku."

"ibumu menyewa penyelidik itu saat kita ada di Bali. Ibumu belum memberitahumu karena dia tidak ingin membuatmu kecewa jika penyelidik yang ini juga tidak berhasil menemukan informasi apa-apa."

RUNTUH✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang