Part 21 (Upgrade)

41 12 4
                                    

Bandung

Author POV

Angga tahu pasti ada yang salah dengan dirinya ketika bukannya merasa tersinggung dengan kata-kata Jelita, dia malah ingin menciumnya. Kata-kata hinaan itu terdengar seksi keluar dari bibir Jelita yang malam ini berwarna merah darah. Dengan susah payah Angga memaksa matanya kembali pada wajah Jelita. Wajah itu masih secantik yang dia ingat. Selain bibirnya yang merah, hanya ada makeup tipis yang memberikan aksen pada tulang wajahnya, Jelita memang tidak pernah suka mengenakan makeup, lebih memilih penampilan natural, sesuatu yang Angga syukuri karena pada saat ini dia tidak mau ada lelaki lain yang menyadari betapa cantiknya Jelita dan merebut Jelita darinya.

Setelah lima tahun, dia masih menginginkan Jelita seperti pada hari pertama dia bertemu dengannya. Kenyataan ini dan kata-kata Jelita yang mengatakan dia masih kelihatan seperti bajingan membuatnya tertawa kencang, dengan kepala terlempar ke belakang. Dia tidak peduli orang-orang sudah menoleh ke arahnya sambil geleng-geleng kepala. Membutuhkan waktu beberapa menit baginya untuk meredakan tawa.

"Kamu memang selalu bisa membuatku tertawa," ucap Angga sambil menghapus air mata yang keluar dari ujung matanya.

Jelita menyilangkan tangannya dan berkata, "Well, aku bermaksud menghina kamu, bukan membuatmu tertawa."

Angga tidak menghiraukan nada ketusnya dan berkata, "Aku coba mencari kamu setelah kamu memberikan surat permohonan cerai itu, tapi kamu sudah menghilang entah kemana, bahkan kamu tidak datang sama sekali saat proses mediasi kita dan tidak ada yang tahu kemana kamu pergi. Aku kirim berpuluh-puluh email, tapi kamu tidak pernah balas. Sebenci itukah dirimu terhadapku?"

Jelita memberikan tatapan dingin, sedingin-dinginnya kepadanya, "Pertama, kita sudah resmi bercerai waktu aku memberikan surat itu, jadi aku tidak ada kewajiban untuk memberi informasi apapun kepadamu. Kedua, apa kamu pernah berpikir bahwa alasan aku tidak membalas semua email kamu adalah karena aku tidak mau ada hubungan apa-apa lagi sama kamu"

"Kenapa?"

Jelita melepaskan sedekapan tangannya. "Kenapa? Are you kidding me? Setelah.." Jelita menggeleng sebelum berkata, "You know what, mas, aku tidak mau membicarakan ini. it's done. Over. In the past, dan aku sudah moved on."

Like hell she is. Angga tidak akan memperbolehkan Jelita untuk moved on dan melupakannya begitu saja. Lain dari apa yang dipikiran Jelita, mereka masih jauh dari kata 'selesai' atau 'masa lalu' dan Angga tidak akan berhenti sampai Jelita bisa melihat itu. dalam usaha mengintimidasi, Angga mengambil langkah mendekati Jelita hingga dada mereka hampir bersentuhan, membuat Jelita yang tingginya hampir sama dengan Angga terpaksa harus menatap mata kelam mantan suaminya itu. dia menunggu hingga Jelita benar-benar menatapnya sebelum berkata, "dan bagaimana kalau aku bilang aku belum moved on?"

Bukannya kelihatan takut atau terintimidasi, Jelita justru memberikan tatapan penuh kemarahan kepadanya. "Well, kamu harus melakukan itu, karena aku sudah punya penggantimu, mas," tandasnya.

***                     

Jakarta

Mobilku merapat dan kemudian berhenti tepat di depan sebuah gedung penyimpanan abu jenazah.

Kubuka pintu dan keluar dari mobil. Dengan berat hati kucoba untuk tenang.

Tak segera aku langkahkan kakiku. Termangu, menatap kosong pemandangan beku di depanku. Ada semacam keraguan atau ketakutan entah.. aku tidak tahu harus bagaimana sekarang.

Angin dingin menerpaku seakan menyuruhku masuk. Aku pun mulai melangkahkan kaki mengikuti hembusan angin. Bulu tanganku serentak merinding bukan karena takut, melainkan karena harus. Angin dingin ini berhenri tepat di salah satu kotak penyimpanan abu.

RUNTUH✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang