Part 48

26 6 3
                                    

Bucheon, 2025

-Sohyun POV-

Ini pertama kalinya aku menghabiskan waktu berdua saja dengan Sungjae, tanpa Suho atau orang lain. Namun, baru satu jam bersamanya, aku sudah menyadari bahwa kami adalah dua orang yang sangat berbeda. Kami tidak memiliki minat yang sama, jadi tidak banyak yang bisa dibicarakan. Yang membuat segalanya lebih sulit adalah Sungjae bukan orang yang suka bicara. Pria ini hanya memberikan jawaban singkat untuk pertanyaanku, padahal aku sudah bersusah payah memikirkan bahan obrolan.

"Apa yang kaulakukan ketika kau tidak sibuk bekerja? Maksudku, di waktu santaimu."

"Mendengarkan musik."

"Jadi, kau sudah suka musik sejak kapan?"

"Sejak bertemu dengan Sooyoung."

"Bisa memainkan alat musik?"

"Hanya gitar. Sedikit."

"Kau tidak bercita-cita menjadi penyanyi juga seperti Sooyoung?"

"Aku tidak bisa menyanyi."

"Aku tidak percaya. Kau pasti hanya merendah. Aku yakin kau bisa menyanyi."

"Tidak."

Seperti itulah percakapan kami. Sungguh melelahkan. Aku memandang ke luar jendela restoran sambil mendesah dalam hati. Cuaca juga tidak mendukung rencanaku hari ini. kami bahkan belum sempat melakukan apa-apa ketika hujan mulai turun dan kami terpaksa berteduh di dalam restoran. Sebenarnya aku berencana mengajaknya berkeliling mengunjungi museum, karena aku merasa Sungjae adalah jenis orang yang tertarik pada sejarah dan kami bisa mengunjungi museum di sana. namun, sekarang aku tidak terlalu yakin aku ingin meneruskan rencana itu seandainya pun hujan berhenti.

Aku kembali mendesah dalam hati. Melelahkan. Segalanya tidak berjalan seperti bayanganku. Padahal pertemuan pertama kami sangat menjanjikan. Dramatis dan mengesankan, persis seperti adegan dalam film romantis. Sayang sekali kisah ini bukan kisah romantis seperti yang aku harapkan.

Aku melirik Sungjae yang saat itu juga sedang memandang hujan di luar jendela. Aku masih mengamati wajahnya ketika alis Sungjae mendadak berkerut, seolah-olah pria itu baru saja melihat sesuatu yang mengusiknya di luar sana. "ada apa?" tanyaku. Aku mengikuti arah pandangnya, tetapi tidak melihat apa-apa.

Sungjae menoleh dan bergumam singkat, "tidak apa-apa." setelah itu kembali berdiam diri.

Inilah masalahnya. Sungjae sepertinya tidak keberatan berdiam diri seperti itu, sedangkan aku tidak tahan. Aku butuh percakapan. Aku butuh lawan bicara yang tidak hanya memberikan jawaban 'hmm' dan 'oke. Aku menarik napas panjang dan berkata. "Hujan diperkirakan akan turun terus sepanjang hari. Rencana kita hari ini harus dibatalkan."

Sungjae menatapku sejenak, lalu, "Oke."

Aku mendesah dalam hati. Sama sekali tidak ada basa-basi.

***

-Joy POV-

Aku menangkup cangkit teh yang mengepul di depanku. Kafe ini hangat, tetapi tubuhku sendiri terasa dingin. Kata-kata wanita tadi masih terngiang-ngiang di telingaku.

'aku akan menjawab pertanyaanmu kalau kau berjanji tidak akan mencoba menghubungiku lagi setelah hari ini.'

Itu berarti, wanita itu secara tidak langsung sudah mengakui bahwa ialah ibu kandungku, dan bahwa ia tidak menginginkanku.

Aku nyaris meringis ketika hatiku mendadak terasa sangat perih. Diantara semua kemungkinan yang pernah aku bayangkan ketika bertemu kembali dengan orangtua kandungku, kemungkinan diriku ditolak sama sekali tidak pernah tebersit dalam benakku. Atau mungkin aku hanya tidak pernah ingin memikirkan kemungkinan itu, karena rasanya terlalu menyakitkan.

RUNTUH✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang