Part 13 (Upgrade)

41 19 3
                                    

Bali, 2018

Dara POV

"Jadi kamu mau bercerai?" pertanyaan Eyrin melalui telepon ini membuatku tersentak.

"No!" jawabku cepat, "aku hanya mau menenangkan diri. I just wanna go out for a while. I'm too tired to put up a fight."

Eyrin diam sejenak. Andaikan dia ada di depanku sekarang, aku pasti tahu apa yang ada di pikirannya.

"Ka Angga sudah menghubungimu?" tanya Eyrin kemudian.

"Jutaan kali. Tapi aku tidak angkat. Aku masih terlalu emosi untuk bicara dengannya."

"Take your time, dear. Just call me kalau butuh tempat curhat."

"Will do."

"Aku harus kembali kerja, sejak kamu resign, kerjaanku jadi menumpuk, sampai-sampai weekend harus kerja. Talk to your later."

Aku tertawa, "Ok, thanks rin"

As always, Eyrin selalu jadi tempat sampahku setiap kali aku ada masalah dengan Angga. Bahkan di saat aku sedang di Bali seperti sekarang ini, tetap saja dia yang aku telepon.

Setelah pertengkaran hebat dengan Angga, aku langsung menuju Bali untuk melihat kondisi ayahku. Untunglah kondisi Ayah sudah membaik dan sudah bisa pulang ke rumah sore ini. tapi aku sama sekali tidak menyesal meninggalkan apartemen dan berada di sini sekarang karena melihat langsung kondisi ayahku yang sudah membaik membuatku merasa jauh lebih tenang.

So here I am now, di teras rumah orangtuaku, duduk termenung seorang diri sambil menikmati udara sore Bali. Pohon-pohon hijau menari-nari tertiup angin. Beberapa anak kecil tampak sedang bermain di depan pagar. Sesekali ada muda-mudi yang bersepeda bersebelahan sambil mengobrol. Hidup mereka tampak tanpa beban. Begitu damaikan kota ini? aku hampir lupa. Aku iri. Aku ingin damai. Tapi bagaimana caranya? Sekarang saja aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan setelah ini.

Aku benar-benar clueless. Yang pasti, aku tidak bisa berlama-lama di sini karena orangtuaku pasti curiga. Mereka tidak tahu perihal pertengkaranku dengan Angga. Bagiku, lebih baik aku menyimpan sakit hatiku sendiri daripada menceritakannya ke orangtuaku dan membuat mereka merasakan sakit hati yang aku alami.

Anyway, apa kabar Angga di Jakarta? Dia berkali-kali menelponku sejak semalam. Tapi menjelang siang, sama sekali tidak ada telepon lagi darinya. Segitu saja usahanya? Mungkin dia sudah kembali ke kehidupan normalnya: sibuk bekerja dan melupakan masalahnya denganku. Tapi ini weekend? Mungkin dia memang sudah tidak peduli. Jangan-jangan dia sekarang sedang tidur dengan tenang karena tidak ada aku yang suka mengganggu tidurnya? Well, if he does not care, why should i? lebih baik aku menikmati waktuku di sini sekarang.

Bersenang-senang, melupakan masalahku dan membuat pikiranku tenang. Demi bayi dalam kandunganku. Demi aku. Sepertinya keliling kota sebentar menikmati udara sore yang sejuk seperti ini adalah ide yang menarik.

Tapi sama siapa? Kondisi appa belum memungkinkan untuk aku ajak jalan-jalan. Mama pasti lebih memilih untuk stay di rumah menemani Ayah. Sedangkan Juwita juga sedang pergi. 

Lavian!

Nama itu tiba-tiba muncul di kepalaku. Bukankah Lavian sudah pindah ke kota ini? but is it ok to call him? Apalagi di saat aku sedang ada masalah dengan suamiku. Lagipula, aku yang memintanya pergi dan dia juga yang sudah memenuhi keinginanku. Gengsi kalau sekarang aku menghubunginya. Sudahlah, persetan dengan segala gengsi, aku butuh distraction sekarang. Jalan-jalan sendirian bisa membuatku depresi dan semakin merasa tidak punya suami yang selalu ada buatku.

"Halo," terdengar suara Lavian di seberang sana setelah beberapa detik aku menghubunginya.

"Hi, apa kabar?" aku mencoba nada sebisa mungkin.

RUNTUH✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang