Part 54

33 2 1
                                    

Bucheon, 2025

-Sungjae POV-

Senja sudah berlalu dan waktu mulai mendekati malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Senja sudah berlalu dan waktu mulai mendekati malam.

Aku menangis hampir seharian sambil berbaring meringkuk di samping mayat Joy. Seperti malam saat aku pertama kali memeluk Joy, aku meringkuk sambil menatap punggungnya. Kini, dari pelukan Joy tidak ada lagi kehangatan yang bisa menghangatkan diriku. Juga, tidak tercium aroma buah-buahan dari tubuhnya. Satu-satunya yang tersisa hanyalah jasad yang keras dan dingin. Aku mengangkat jari-jariku dan merasa tulang punggung Joy ruas demi ruas. Ketika yang terasa di ujung jariku bukan lagi kulit yang hangat dan lembut, kini aku sadar sepenuhnya bahwa Joy sudah tidak ada lagi di dunia ini.

Semua sudah terlambat. aku kembali menyalahkan diriku sendiri. Aku mengeluarkan pisau lipat dengan sarung kulit yang ukurannya sebesar jari tangan dari sakuku. Aku membuka sarung pisau dan mengeluarkan mata pisau menggunakan ibu jariku. Kemudian, aku mulai menggores pergelangan tanganku. Meskipun mata pisau itu menekan pergelangan tanganku, anehnya aku tidak merasakan sakit. Darah berwarna merah mengalir dari pergelangan tanganku, tapi aku tetap tidak merasakan sakit. Aku pun berdoa. Agar aku bisa langsung tertidur dan saat aku terbangun aku sudah berada di samping Joy lagi. tiba-tiba terdengar suara.

Aku yang terkejut saat mendengar suara di tengah keheningan pun membuka mata. Saat itu, aku meragukan apa yang kulihat. Didepanku yang sedang meringkuk, Joy sedang berbaring. Tidak, mayat Joy sedang terbaring di hadapanku. Aku menggeleng-geleng seolah tak percaya. Saat itu, dari mayat Joy muncul asap putih. Asap itu berkumpul hingga akhirnya membentuk sosok Joy yang utuh. Melihat Joy yang duduk di hadapanku, air mata langsung membanjiri wajahku.

Joy berdiri seolah tak terjadi apa-apa lalu berjalan dengan tenang. Aku memandangnya dengan mata terbelalak. Joy terhenti di depan kaca yang sudah pecah setengah. Dengan wajah yang tenang, Ia merapikan pakaian dan rambutnya. Ia juga membersihkan bekas luka yang ada di wajahnya, lalu membasahi bibirnya yang kering. Kemudian, Joy tersenyum samar.

Joy berjalan ke arahku, lalu berjongkok di hadapanku. Joy menatapku dengan wajah yang dingin. Air mata yang berkumpul di mataku pun akhirnya terjatuh seperti hujan es.

"Joy, Joy-ah..."

Aku mengulurkan tanganku yang berdarah ke arahnya. Ketika tanganku menggapai pipinya, Joy tersenyum seperti malaikat

"Kamu harus bahagia disini sampai waktunya tiba, kita bertiga bersama Rohee akan bersatu dalam keabadian."

Aku membeku seperti bongkahan es sampai-sampai aku melupakan rasa sakitku sendiri.

Namun, sepertinya aku bisa mengerti maksud kata-kata Joy. Mendengar kata-kata itu tampaknya aku bisa melepaskan semuanya. Aku mengerang dengan wajah yang kusut seperti kertas yang berkerut.

***

Fajar sudah berakhir dan pagi pun tiba. Cahaya yang menembus masuk terasa menyilaukan. Aku mengerutkan dahi lalu membuka mata. Hantu Joy sudah hilang dan di sampingku hanya ada mayat Joy. Aku merasa lega karena semuanya hanya mimpi. Aku pun tersenyum pahit. Aku benci bahwa aku masih hidup. Di pikiranku, hanya ada fakta bahwa diriku hanyalah omong kosong yang menyedihkan.

Saat itu, sesuatu menarik perhatianku. Pergelangan tanganku yang tadi kugores dengan menggunakan pisau kini terbalut oleh kain sobekan dari baju rumah sakit Joy.

***

-Author POV-

"Ini... tulisan-tulisan terakhir dia," kata Yuri seraya mengulurkan masing-masing untuk Yerin, Tzuyu dan Yeri. "Yerin, ini."

Yerin mendongak dan menatap kaget Yuri.

"Saya?" tanyanya tak percaya.

Yuri hanya mengangguk. "Kata Sooyoung, kamu adalah sahabat terbaiknya. Dia selalu bilang begitu."

Yerin menyambut surat itu, tak sanggup lagi menahan tangis saat melihat kalimat pertamanya:

Untuk sahabat.

Untuk sahabat...

Lupakah aku mengucapkan maaf?

Atau sekadar "terima kasih"

Untuk yang berarti dalam hidupku

Walau tak cukup banyak cerita untuk dikisahkan

Tapi terlalu banyak permohonan tuk didoakan

Dan mimpi-mimpi tuk diwujudkan

Walau terbentang segala yang merintangi

Kau dan aku, kita tetap satu

Untuk sahabat...

Jika nanti wujudku tak lagi nyata

Dan napasku tak lagi bersamamu

Jika nanti jasadku yang utuh telah melebur

Dan ragaku telah hancur

Jika nanti waktuku terbatas sampai detik ini

Dan ruangku tak sama denganmu

Ingatlah aku, sahabat

Kau dan aku, kita tetap satu

Karena dengan itu

Kan kaulanjutkan hidupmu

Park Sooyoung

"Sooyoung-ah," gumam Yerin.

Sungjae menatap kertas kusut yang dipegangnya dengan tak berdaya, terpuruk dan terduduk disana, bersama Mingyu yang terus menghiburnya.

Sungjae menatap puisi itu tanpa ekpresi. "Ini puisiku untuk Joy."

Dan pada akhirnya aku yang harus mengalah dengan takdir, aku punya rencana tapi Tuhan. punya kuasa kamu akan tetap menjadi pemilik hatiku selamanya.

Di antara sekian banyak luka yang ada di dalam hidup, yang paling menyakitkan adalah kehilangan cinta sejati

Rasa yang tak bisa ku dekap

Rindu yang tak bisa ku peluk

Cinta yang tak bisa ku genggam erat

Dan kepergianmu adalah ikhlas yang tak tulus

Akhirnya...

Disaat yang bersamaan aku mengalami dua luka sekaligus, Takdir yang memenangkanmu dan aku yang kehilanganmu...

Di akhir puisi dia berkata, "Hatiku akan selalu berdetak menyebut namamu, sampai Tuhan mengizinkan kita bersatu dalam keabadian. Selalu!" serunya menahan emosi. Lalu dengan pedih dikeluarkannya secarik kertas kecil peninggalan Joy yang terakhir,

"Matahari mengeluarkan cahayanya yang paling indah di sore hari, saat menjelang malam,saat bulan bersiap naik ke takhta dan menguasai langit. Cahaya oranye, merah, dan keemasan disambut indahnya langit biru yang terpantul dari laut dan samudra. Supaya esok, langit tetap ingat pada mataharinya yang memesona. Aku pun akan memberikan yang terbaik yang bisa kuberikan padamu, agar kamu terus teringat padaku, pada esok, setiap hari yang kaulalui. Dan kuharap, seperti langit,Kamu bisa menyambut pesonaku, meski itu yang terakhir."

"Dan aku akan melanjutkan hidup tanpa pernah melupakanmu. Semoga kamu menerimanya di surga."

Lalu Sungjae melemparkan kertas itu, yang disambut dengan lembut oleh sang api yang muncul dari sebatang korek yang sudah dia bakar. "Ku kan minta Tuhan agar para malaikatNya menemanimu kala ku tak bersamamu. Sampai jumpa lagi, Joy-ah. Jika waktuku di dunia telah usai, aku kan pergi ke tempatmu...."

THE END


**Nangisnya lanjut di epilog ygy :~)

RUNTUH✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang