34. Bukti?

6.1K 531 27
                                    

Jam berapa kamu baca ini?

HAPPY READING

34. BUKTI?

Arlan tadi sempat pingsan beberapa saat. Namun kini ia sudah merasa lebih baik. Ia merasa baik-baik saja tadi, namun entah kenapa badannya kini terasa remuk. Mungkin efek terbanting oleh Zayn tadi. Arlan melangkah menuju kamar Kanya, namun pikirannya kini mengulang memori bersama Kanya dahulu.

"Bang Arlan, Kanya cocok pakai baju yang ini atau ini?" tanya Kanya, yang menghampiri Arlan yang sibuk bermain game di kamar, sambil memperlihatkan dress berwarna cokelat dan putih padanya. 

Arlan mengalihkan pandangan dari layar komputer. Ia memakai headphone depan volume kecil, maka masih mampu menangkap suara Kanya. 

Arlan hanya memandang sekilas. "Mana aja cocok." 

Kanya mendengus, Arlan tidak bisa diandalkan.

Semua itu membuat Arlan semakin berantakan. Ia merindukan Kanya yang bawel.

"Bang Arlan, Kanya mau kenalin pacar ke Abang, katanya dia mau kenalan juga sama Abang. Abang ada waktu?" tanya Kanya, yang melompat ke ranjang Arlan yang sibuk bermain ponsel. 

Arlan menoleh. "Siapa? Teman sekolah?" tanyanya.

"Bukan, justru dia satu sekolah sama Bang Arlan."

"Siapa?"

"Abang kenal kok, cuma dia gak tau kalau Kanya adik Abang. Kanya cuma mau kasih kejutan aja, biar dia kaget," kekehnya. 

"Siapa? Buru deh," cicit Arlan.

"Ih! Abang gak asyik!" kesal Kanya. "Namanya, Kak Zayn."

Arlan terkejut. "Zayn? Zayn teman Abang?" 

Kanya mengangguk. 

"Besok, Abang ada waktu ketemuan nggak?"

"Kayaknya ada."

Awalnya Arlan sudah setuju, namun keesokannya mendadak Arlan membatalkan pertemuan mereka. Padahal Kanya dan Zayn sudah di tempat yang disepakati

Arlan membuka pintu kamar Kanya, dengan perasaan yang hancur, ia bisa merasakan perasaan Kanya, jauh lebih hancur. 

Arlan melangkah menghampiri Kanya dalam posisi yang sama. Kanya hanya duduk diam sambil meringkuk, bahkan tak jarang menangis. Kanya benar-benar terpukul, mengalami trauma berat yang mengakibatkan depresi akibat kejahatan seksual. Ingin rasanya Arlan membunuh Zayn juga. Namun ia masih memiliki batas waras. 

Arlan berjongkok di sebelah Kanya. Bahkan ketika Arlan menyentuhnya, Kanya tak jarang berteriak histeris. Kanya bahkan trauma dengan sosok lelaki, termasuk Arlan sendiri. 

Seperti yang Arlan duga, Kanya menolak kehadirannya. 

"ARGHH!! PERGI!! PERGI!!" teriak Kanya.

Air mata Arlan mengalir tanpa beban. Ia tidak menghiraukan pekikan Kanya, justru ia mendekap erat Kanya. Alhasil Kanya kian menjerit tak karuan. Arlan benar-benar hancur, adik kesayangan satu-satunya kini kehilangan masa depan. Ia merasa tidak becus menjaga Kanya. Ia merasa sesal sekali, karena selama ini Arlan memang bersikap cuek. Namun jauh dalam lubuk hati, ia begitu menyayangi Kanya. 

"Nya, ini Abang.." lirih Arlan sambil memejamkan mata, membuat air matanya kembali merembes.

Arlan yakin, Kanya bisa merasakan kehangatan dalam pelukannya. Kanya masih memberontak, namun Arlan tidak menyerah. Hingga, akhirnya, Kanya mulai terkendali. Arlan bisa merasakan Kanya bergetar kecil. 

REVAZKAR (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang