42. RAPUH

2 2 0
                                    

    Gedung pencakar langit dengan orang-orang sekitar yang belum Kenny kenal membuat dia merasa canggung dan hanya Mr. Adam lah yang dia kenal saat ini.

    Di negeri orang dengan kepribadian yang tentu saja berbeda, suasana yang berbeda dan pemandangan yang berbeda pula. Gedung-gedung yang kokoh berdiri di tengah perkotaan dan kesibukan masyarakat yang padat.

     "Sebaiknya kamu persiapkan diri buat menunjukkan bakat kamu besok karena besok kita akan berangkat pagi menuju ke lokasi," saran Mr. Adam seraya meletakan ponsel di atas meja.

     Kenny berpaling dari menatap kaca apartemen dan kesibukan orang di luar sana kini tatapannya tertuju pada Mr. Adam yang sedang duduk.

     "Perasaan saya kok tidak enak, apa ada sesuatu sama keluarga saya atau teman-teman, ya?" gumam Kenny, kini pikirannya terbenam pada perasaannya bahkan saran dari Mr. Adam tidak dipedulikan lagi oleh Kenny.

     "Kamu tidak mendengarkan saya?" selidik Mr. Adam seraya menatap wajah Kenny yang pucat dan seperti memikirkan banyak masalah.

    "Ah, Mr. Adam saya lagi memikirkan keadaan keluarga dan teman saya di Indonesia. Tiba-tiba perasaan saya tidak enak," jelas Kenny sesekali meneguk minuman dingin.

      Mr. Adam mengembuskan napas seraya menyandarkan tubuhnya dan menatap suasana di dalam apartemen yang begitu banyak figura dan bercat putih bersih.

     "Huft ..., kamu baru dua hari di sini. Apa kamu tidak ingin mewujudkan mimpi kamu?" tanya Mr. Adam meningatkan keinginan Kenny.

     Kenny paham dan tidak ingin berdebat dengan Mr. Adam. Apalagi dirinya kemarin sudah mendapat banyak omelan dari Mr. Adam karena tidak mampu menyelesaikan tiga musik yang diajarkan oleh Mr. Adam.

     "Sebaiknya kamu tidur supaya besok bisa bangun pagi atau kamu hafalkan kunci gitar yang saya ajarkan kemarin." Mr. Adam mengingatkan kembali lalu Kenny hanya mengangguk dan mengambil gitar yang tidak jauh dari tempat dia duduk lantas pergi ke kamar untuk menyendiri.

    Kenny membuka pintu dan langsung menguncinya karena dia tahu kalau Mr. Adam tidak akan menganggu dirinya atau bahkan mengetuk pintu untuk melakukan hal lain. Namun, ketika Kenny sedang mulai memetikkan gitar, ponsel yang sejak tadi di cas berdering.

     "Galang?" gumam Kenny setelah melihat nama Galang di bar layar atas.

     "Halo, Ken." Suara dari jarak jauh terdengar tetapi Kenny belum menjawabnya karena harus meletakkan gitar yang ada di genggamanny.

     "Ya, kenapa, Lang?" tanya Kenny seraya rebahan sebelum Mr. Adam melarang buat istirahat.

     "Ken, gue sebenarnya gak mau bilang sama loe karena gue takut kalau loe nanti gak bisa fokus di sana tapi ini menyangkut orangtua loe." Sebelum menyelesaikan penjelasan, Kenny lebih dulu memotong ucapannya bersamaan dengan terjingkat duduk di atas springbad.
 
     "Kenapa sama orangtua gue?" tanya Kenny. "Apa dia baik-baik aja, apa ada yang nuduh mereka lagi, apa Pak Wisnu sudah keluar dari penjara dan balas dendam?" tanya Kenny bertubi-tubi. Kenny mulai panik dan kepanikkan itu tidak jauh berbeda dengan sikap mamanya yang cerewet.

     "Ken, gue harap ..., loe sabarkan hati dan tenangkan hati." Kali ini suara Galang sangat lirih tetapi beberapa saat suara itu berubah bukan lagi suara Galang karena Galang tidak mampu untuk membicarakan hal itu pada Kenny.

     Kenny menunggu sambil terus bertanya-tanya sedangkan ruangan itu kini begitu sunyi bahkan suara musik yang tadi di dengar oleh Kenny telah dimatikan semenjak dia menerima telepon dari Galang.

     "Ken ...." Suara pelan dan sendu itu membuat Kenny binggung.

     "Eh, Lita ..., loe kenapa?" tanya Kenny, dia paham dengan suara Lita.

     "Ken, maafin gue ..., sebenarnya gue tidak tega buat memberitahukan berita ini pada loe tapi sekarang orang tua loe lagi di rumah sakit." Kalimat itu berhasil keluar dari mulut Lita sedangkan Kenny sudah syok dan tanpa dia sadari ponsel telah jatuh dari genggamannya.

     Airmata yang sejak tadi tertahan kini tumpah di pipinya. Kenny tidak tahu harus berbuat apa lagi karena dia sekarang begitu jauh dari negaranya. Hanya saja, dia merasakan rapuh untuk kesekian kali dan hanya mampu berpikir positif jika orangtuanya akan baik-baik saja setelah mendapatkan pertolongan.

     "MAMA, PAPA!!!"

    Kenny berteriak kencang sehingga Mr. Adam mengetuk pintu untuk memastikan bahwa Kenny tidak begitu tertekan oleh ucapannya kemarin.

     "Kenny, kamu kenapa?" tanya Mr. Adam panik pasalnya kamar mereka bersebelahan.

     Kenny membuka pintu tetapi kali ini matanya sudah sembab akibat menangis.

     "Mr. Adam, saya ingin pulang sekarang ..., orangtua saya masuk rumah sakit." Kenny meminta izin meskipun itu akan berhubungan dengan masa depannya tapi Kenny berani mengambil resiko besar.

     "Ada apa? Bukannya besok audisi?" tanya Mr. Adam yang juga ikut panik.

     "Mama sama papa masuk rumah sakit, saya tidak bisa meninggalkan mereka," jelas Kenny.

    Mr. Adam begitu kecewa mendengarkan penjelasan dari Kenny.

    "Kamu tahu tidak kalau kamu di sini sudah di daftarkan buat mewakili kampus tapi kamu mengambil langkah seceroboh ini kalau pun orangtua kamu di rumah sakit, di sana ada dokter yang merawatnya tapi kamu ..., kamu akan kena pinalti dan denda ratusan rupiah karena telah mengecewakan kampus dan mencemarkan nama baik." Mr. Adam menjelaskan panjang lebar.

     Kenny tersungkur di lantai. "Tapi bagaimana kalau mereka tidak baik-baik saja, saya berani untuk mundur demi mereka. Jika anda diposisi saya maka anda juga akan melakukan hal yang sama." Kenny memberanikan diri buat melawan ucapan Mr. Adam.

     "Jika saya di posisi kamu maka saya akan lanjut demi mencapai mimpi karena saya punya keyakinan bahwa orangtua saya juga akan mendukung hal tersebut," terang Mr. Adam masih dengan pendirian yang teguh.

     Kenny mulai kesal dan meremas kuat rambut kepala.

     "Tapi saya tidak akan melakukan hal bodoh demi mimpi, saya bisa mengapai mimpi saya di lain hari tapi jika menyangkut kehidupan mama sama papa. Saya tidak akan mengambil resiko kehilangan mereka." Kenny pun berdiri dan mengambil kopernya untuk memasukkan pakaiannya.

    Mr. Adam sempat menghalangi. "Kamu tidak akan berbuat ceroboh, saya sudah bayar mahal untuk semua fasilitas kamu disini." Mr. Adam masih bersikeras buat melarang Kenny pulang ke Indonesia.

      "Jangan halangi saya, saya akan ganti kerugian anda. Seberapa besar kerugian anda tidak akan mampu mengulang waktu yang sudah terjadi dan saya tidak akan menyia-nyiakan waktu ini demi uang dan mimpi saya." Kenny menarik koper dan mengeluarkan paspor untuk segera pulang ke Indonesia.

    Mr. Adam begitu kesal karena telah dipermalukan oleh Kenny. Sikap Kenny tidak seperti kebanyakkan orang yang selalu patuh pada perintahnya.

      "Mah, pah, tunggu Kenny."  Kenny telah naik kendaraan umum menuju bandara dengan rasa cemas dan khawatir yang berlebih dalam dirinya.

****
    
     

MENCINTAI DUA HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang