3. SEBUAH RASA

24 10 52
                                    

      Hari ini ada penilaian olahraga dan semua siswa telah memakai seragam olahraga mereka begitu juga dengan Kenny dan dua sahabatnya yang juga sudah siap buat mengikuti penilaian setelah memasukan seragam identitas di loker masing-masing mereka bergegas pergi ke lapangan karena telah ditunggu oleh Pak Awang.

      "Gimana sama mobil loe, masih dibengkel?" tanya Galang disela mereka melakukan pemanasan.

       "Masih di bengkel," jawab Kenny singkat.

        "Lagian kok bisa sih, mobil loe tiba-tiba moggok di jalan, untung kemarin ada gue lewat kalau gak ada mungkin loe dorong mobil sampai ke bengkel." Faldiansyah menimpali sembari masih mengikuti intruksi dari gurunya.

         "Gak tahu juga, tiba-tiba ada yang nyumbat di mesin kata pemilik bengkel si nanti bisa diambil." Kenny menjelaskan sambil mengangkat satu kakinya dengan kedua tangan.

         Dirasa cukup, Pak Awang memulai penilaian lari mengelilingi lapangan sepak bola yang lebarnya tidak jauh berbeda dengan stadion Bung Karno. Meski begitu itu suatu hal biasa bagi Kenny karena dia pernah mewakili sekolahnya untuk ikut lari estafet 1800 meter. Namun, tidak bagi siswa yang lainnya.

       "Sayang semangat ...." Teriakkan itu sontak membuat semua siswa berpaling dan menatap dua cewek yang berdiri di tepi lapangan dengan mengacungkan botol mineral.

        "Lah, kenapa dia?" gumam Galang pada Kenny dan Faldiansyah.

         "Udah jadian loe sama dia, Ken?" tanya Faldiansyah.

      Kenny mengangguk cepat yang kemudian diimbuhi oleh Galang yang ikut mengangguk karena Galang lah yang menjadi saksi percintaan mereka.

       "Ladiziya loe jadikan pacar, gak salah gue?" ucap Faldiansyah ragu.

       "Emang kenapa sih? Apa loe pernah pacaran sama dia?" tanya Kenny wajahnya kini berhadapan dengan Faldiansyah.

       Faldiansyah menggeleng, "Gue gak yakin aja sih dia bakal setia sama loe."

       "Maksud loe apa! Tahu apa loe tentang dia?" tanya Kenny yang sekarang nadanya lebih tinggi dari sebelumnya dan sudah menjadi pusat perhatian.

       "Santai bro ..., gue gak bermaksud gitu soalnya delna itu mantan gue, gue takut aja sikapnya sama." Faldiansyah menjawab pelan karena takut terdengar oleh yang lain.

      Pak Awang yang menyadari kegaduhan itu langsung melerai mereka. Namun, disela Pak Awang melerai, Kenny begitu terkejut mendengar ucapan Faldiansyah karena yang dia tahu Faldiansyah adalah cowok pendiam meski selengean sama seperti dirinya.

      "Sekarang Kenny, Rizenalita sama Safa." Pak Awang memanggil anak didiknya.

      Kenny, Rizenalita dan Safa pun segera berbaris di tempat mereka masing-masing dan dalam hitungan mundur Kenny mulai berlari mendahului Rizenalita dan Safa. Namun, Rizenalita tidak ingin penilaian itu diberikan oleh Kenny dengan nilai tertinggi sampailah mereka saling beradu kecepatan dan mengabaikan Safa yang jauh tertinggal.

      "Hush ..., Hous ..., Hus ...." Nafas Safa terdengar ngos-ngosan dan memelankan larinya dan membiarkan dua sejoli itu saling beradu kecepatan. "Apa napas mereka gak keputus ya ..., husth ..., gi ..., gi ..., gila, haus, capek." Safa terus mengeluh.

      Kenny dan Rizenalita kini berjajar dan saling pandang dengan mata memincing satu sama lain.

      "Gue gak bakal kalah sama loe!" ungkap Rizenalita dengan napas yang naik turun.

       "Oh, silahkan saja ..., tapi kalau loe kalah, loe harus tahan napas di dalam air selama lima jam." Ancam Kenny sambil terus berlari.

         "Oke, kalau loe yang kalah, loe harus jadi budak gue." Rizenalita menimpali ancaman dari Kenny.

MENCINTAI DUA HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang