25. KEMBALI

4 3 1
                                    

   Bi Ias dan Pak Dandang tidak bisa berdiam diri di rumah kontrakan tanpa melakukan apapun. Bi Ias tampak cemas dalam dua hari ini karena melihat kondisi Pak Galih yang tergeletak di rumah sakit ketika mereka menjenguknya seminggu yang lalu.

      Sore ini, ketika matahari telah tenggelam dan menampakkan semburat orange. Bi Ias dan Pak Dandang dikejutkan oleh mobil putih yang berhenti di kontrakan mereka. Seketika, mereka berdiri melihat dua orang yang keluar dari dalam mobil.

      "Ya ampun ..., Den, Nyonya." Bi Ias terkejut dan langsung memeluk majikannya bahkan Pak Dandang pun memeluk Kenny.

      "Astagfiruallah, Den ..., kemana aja kamu? Kok saya telepon tidak diangkat?" tanya Pak Dandang, Kenny melepaskan pelukannya. Kenny pun terharu melihat raut wajah Bi Ias dan Pak Dandang yang selalu setia menemani dirinya.

      "Pak Dandang, Bi Ias, maafin Kenny ..., soalnya kemarin Kenny emang lagi pengen sendiri." Kenny kembali memeluk Pak Dandang buat melepaskan rindu.

      "Ya sudah, sekarang ayo masuk ...." Bi Ias mempersilakan Kenny dan mamanya.

       "Ya Allah, kasian sekali Bu Mike ..., wajahnya terlihat kusam dan terlihat kurus sekarang." Bi Ias bermonolong dalam hatinya sambil terus berjalan dan membukakan pintu.

       Ruangan yang mereka singgahi begitu berbeda dengan rumah milik Kenny sebelumnya yang terlihat megah dan menawan bahkan jika dibandingkan dengan rumah yang sekarang mungkin tidak cocok dengan kehidupan Kenny yang serba berkecukupan.

      "Saya buatkan teh jahe dulu ya," ucap Bi Ias sambil berjalan ke arah dapur.

     Kenny masih tertegun, bagaimana bisa dia hidup di rumah yang sempit dan panas bahkan tidak ada kipas angin dan ventilasipun tidak memadahi hanya ada dua jendela dan tiga bilik kamar.

      "Den, kalau mau istirahat bisa di kamar depan." Pak Dandang menunjuk satu kamar yang berada di depan mereka saat ini.

     "Iya Pak, nanti gampanglah kalau Kenny mau tidur." Kenny megeliatkan tubuhnya yang terasa pegal.

     Bu Mike sejak masuk ke dalam rumah tidak berbicara apapun, sebab beliau teringat rumahnya yang dulu. Meskipun dulu suasana tidak jauh berbeda tetapi hanya saja pemandangannya yang kini berubah drastis. Tidak ada lagi tempat berkumpul dan meja makan yang selalu mereka pakai dan tidak ada ruang televisi yang selalu menemani malam mereka.

     "Mah, mama jangan khawatir ..., Kenny akan berusaha buat mengurus semuanya." Kenny mengusap pelan punggung mamanya.

      "Iya sayang, mama percaya sama kamu tapi bagaimana dengan ujian kamu, mama tidak ingin kamu gagal ujian." Bu Mike pun menangis karena mengingat perjuangan putranya yang rela tidak mengikuti ujian demi menyelamatkan nama baik keluarganya.

      "Mama nggak usah khawatir, Kenny sudah ikut dua mapel. Mungkin besok bisa buat nyusul kalaupun enggak lolos, Kenny bisa mengulang satu tahun lagi." Kenny mencoba menengkan mamanya.

       Bu Ias keluar dengan membawa dua teh jahe dan satu kopi untuk suaminya.

      "Silakan diminum Nyonya, Den." Bi Ias ikut duduk bersama mereka.

      "Enggak usah panggil nyonya, Bi. Saya sudah lama menganggap kalian keluarga sendiri," ujar Bu Mike seraya meneguh teh jahe hingga tandas.

       "Hangat," gumam Kenny yang juga sudah menghabiskan tehnya.

       "Syukurlah kalau begitu," ucap Bi Ias.

      Pak Dandang pun meneguk kopi hitam sedikit-sedikit dan memberikan kode pada istrinya bahwa Bi Ias harus menyiapkan makan malam karena Pak Dandang tahu jika situasinya seperti ini, istrinya akan melupakan semua.

MENCINTAI DUA HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang