17. AMARAH

10 3 6
                                    


     Hujan deras sore ini membuat jalanan licin dan membuat banyak genangan dimana-mana, banjir dan kemacetan terjadi membuat rencana Kenny tertunda.

     "AAAAAARARRARARAGAGGGG!!!"

    Kenny berteriak di dalam mobilnya sendiri walaupun tidak ada yang memarahi tetapi suaranya menjadi perhatian bagi orang-orang yang bekendara di sebalah mobilnya.

    "Kenapa gue jadi gini, apa salah gue! Orang tua gue, orang yang selalu support, yang selalu ada kenapa mereka dengan kompak tinggalin gue! Kenapa gue harus menanggung malu atas perbuatan mereka, kenapa, KENAPA!" Kenny terus bermonolong sambil terus menekan klakson supaya mobil di depan dia bisa memberikan jalan buat dia melewati jalanan yang begitu padat.

     "TIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIINNNNNNNNNNNN." klakson di bunyikan dengan rasa kesal yang sudah mencapai ubun-ubun dan rasanya sebentar lagi akan meledak mengeluarkan percikkan api dan batu-batu besar yang siap menghantam siapa saja yang berada di depannya.

      Hampir lima jam berdiam di dalam mobil, merasakan kecewa, kesal, marah dan emosi karena terjebak macet dan hujan deras akhirnya Kenny bisa keluar dari zona rumit di jalan, mobil yang dia kendarahi melaju dengan kecepatan maksimum.

     Mobil memasuki perumahan dan Kenny memelankan mobilnya supaya tidak menabrak orang yang berjalan atau yang dari arah berlawanan setelah sampai ke tempat yang dia tuju, Kenny langsung memasang wajah garang.

     Netranya mencari seseorang sampai dia mendapati pemilik rumah yang sedang menyapu halaman rumah.

     "Eh, Lit. Maksud loe apa!" Kenny mendorong tubuh Lita hampir terjatuh di tanah.

    "Kenny ..., apa maksudnya?" tanya Lita tidak mengerti apapun sesaat dia meletakan sapu dan menyadarkannya di gerbang.

      "Gak usah berlagak bego deh loe, loe gak usah nyembuyiin bokap loe di rumah, gua tahu ini semua pasti ulah bokap loe sama pesuruhnya kan!" teriak Kenny kini dia tidak mampu mengendalikan emosinya sendiri.

    Lita merembes, air mata yang tadi tidak akan jatuh ternyata puas menetes di pipinya.

     "Apa buktinya, loe kok bisa-bisanya nyalahin bokap gue, bokap gue gak ada sangkutpautnya sama masalah keluarga loe," jelas Lita. "Kalau bokap loe emang salah ya udah ..., salah aja gak usah cari-cari kesalahan orang lain, gak ada gunanya." Lita hampir mendorong Kenny tetapi tangannya tercekal oleh Kenny.

    "Gue tahu maksud loe ngebalikkan buku itu supaya loe gak di curigai karena telah bekerja sama sama bokap loe jadi loe dan keluarga loe gak kelihatan jahat dimata orang lain," jelas Kenny. "Ini ..., ini buku yang sudah menutupi aib loe sama keluarga loe, gara-gara ini loe kasih ke gue, masalah nimpa gue padahal dulu baik-baik aja gak ada masalah sedikitpun." Kenny menunjuk-nunjuk buku yang sudah dikembalikan ke dia secara tidak langsung Kenny beranggapan bahwa Lita mengembalikan buku miliknya karena ada kerjasama antara anak dan bapak.

     "Loe ngomong apa sih, gak ada sangkutpautnya sama itu, loe gak usah bikin onar di rumah gue. Kalau loe emang anak pengusaha curang, ya terima aja nasib loe!" Cibir Lita seraya masuk ke dalam rumah.

    "Sialan loe, nyesel gue udah mau berteman sama loe!" teriak Kenny di depan gerbang sementara itu Lita sudah menangis dibalik pintu.

      Air matanya begitu banyak yang dituangkan oleh kelopak mata, Lita bahkan tidak menyangka jika Kenny akan beranggapan bahwa keluarga dialah penyebab semua ini terjadi karena Pak Halim, papahnya mengajak kerjasama.

     Kenny menendang batu hingga terlempar jauh, wajahnya merah dan dia menangis dalam diam meski masih sedikit gerimis tetapi gerimisnya tak mampu menyamarkan kedukaanya saat ini.

MENCINTAI DUA HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang