47. PENYESALAN YANG TERLAMBAT

4 2 0
                                    

      Pak Wisnu mendengar kabar bahwa putrinya dibawa ke rumah sakit dan beliau tidak bisa berbuat sesuatu selain menunggu hukumannya selesai. Namun, mustahil karena hukuman yang dijatuhkan pada beliau sangat lama dan beliau hanya mampu berdiam di antara jeruji besi.

     "Maaf, kalau boleh tahu memangnya Ziya pernah mengalami gangguan jiwa?" tanya Faldiansyah yang sore itu menemui Pak Wisnu.

     Pak Wisnu terdiam sesekali melihat pemuda di depannya saat ini bahkan dia tidak tahu bahwa masih ada orang baik yang akan memberikan kabar tentang putri semata wayangnya.

     "Dulu Ziya selalu tertekan oleh sikap saya karena dulu saya selalu pergi ke mancanegara untuk menjalankan bisnis saya dan ketika saya pulang percekcokan antara saya dan istri saya membuat Ziya tidak bisa mengontrol emosi." Pak Wisnu mulai terbuka oleh Faldiansyah yang sejak tiga jam lalu membujuk Pak Wisnu supaya berterus terang.

     Galang diam dan mendengarkan kisah antara bapak dan anak.

      "Lalu, Ziya selalu melampiaskan kemarahannya kepada teman-temannya di sekolah dan tidak jarang saya dipanggil ke kantor kepala sekolah karena ulah Ziya. Namun, waktu SMA saya bersyukur Ziya mendapatkan teman." Pak Wisnu menghentikan ceritanya.

      Faldiansyah dan Galang saling pandang, dia tahu orang yang dimaksud oleh Pak Wisnu itu tidak lain dan tidak bukan adalah Delna.

      "Dia orangya baik dan sangat pengertian apalagi setelah saya memberitahukan bahwa Ziya perlu dukungan mental dan sahabat, dia mau menemaninya." Pak Wisnu kembali memutar ingatannya.

      "Lantas, di kelas tiga. Ziya bercerita sama saya bahwa dia sudah memiliki pujaan hati yaitu Kenny. Saya belum tahu rupa wajahnya tapi Ziya selalu membangga-banggakan Kenny," terang Pak Wisnu sesekali tangannya meremas jeruji besi karena memang tidak diperbolehkan keluar dari balik itu.

      "Pak Wisnu tahu kalau Ziya trauma dengan kekerasan yang anda perbuat tetapi anda mengabaikannya?" tanya Galang kali ini membuka pertanyaan.

     "Awalnya saya memang biasa saja apalagi setelah dia telah menemukan seseorang yang clob dan pujaan hati yang bisa menemani dirinya tapi yang saya herankan kenapa sekarang Ziya malah dibawa ke RSJ?" tanya Pak Wisnu sambil mengusap wajahnya.

      Faldiansyah mengerti tentang kecemasaan seorang bapak karena dia juga memiliki bapak yang sangat sayang pada dirinya.

       "Pak Wisnu ingin tahu cerita sebenarnya?" tanya Galang memastikan.

      Pak Wisnu mengangguk sambil terduduk di balik jeruji dan diikuti oleh Galang dan Faldiansyah yang juga ikut terjongkok.

      "Ziya berubah seperti itu karena Kenny memutuskan hubungannya sama Ziya karena Kenny sudah tahu sikap asli yang dimiliki oleh Ziya. Makanya, Ziya menjadi gadis yang sangat tempramental." Faldiansyah menjelaskan.

     "Bahkan, tiga hari yang lalu dia memukul saya menggunkan pengaris besi dan setelah itu dia menabrak mobil Pak Galih hingga Pak Galih dan Bu Mike tewas setelah itu Ziya mencekik Lita sampai Lita sesak napas." Galang melanjutkan.

     Safa yang sudah janji akan menemui Pak Wisnu juga ikut mendengarkan begitu juga dengan Lita yang datang bersama dirinya.

     "Ziya berbuat seperti itu?" tanya Pak Wisnu tidak menyangka akan hal perbuatan Ziya.

      "Iya, awalnya memang Ziya baik kepada kami tapi sikapnya begitu berubah seratus persen dari yang kami kenal dan semoga Pak Wisnu tidak keberatan jika Ziya pun menjalani hukuman atas nama hukum." Safa menimpali, meski dia baru datang tetapi dia tahu cerita sebenarnya.

      Pak Wisnu sekilas berpikir tentang hal-hal negatif yang akan dijatuhkan pada Ziya.

      "Saya sebagai ayahnya tidak akan rela melihat Ziya mendekam di penjara apalagi telah melakukan pembunuhan. Saya takut jika Ziya dijatuhkan hukuman mati." Pak Wisnu kini menangis, matanya merah dan berkaca-kaca.

     Polisi yang menunggu di samping mereka hanya bisa diam dan mendengarkan cerita dari mereka. Meski itu hal yang tidak baik tetapi polisi penjaga itu tetap konsisten untuk tidak menimbrung.

      "Kami tahu, Pak. Tapi kami akan pastikan bahwa Ziya tidak akan menjalani hukuman mati." Lita mencoba menetralkan suasana karena dia tahu bahwa mereka sekarang sedang di kantor polisi.

     Pak Setyo yang juga satu ruangan menyunggingkan senyum devil. Dia telah gagal untuk membalaskan dendam pada Pak Galih dan sekarang dia begitu senang mendengar kabar bahwa Pak Galih telah tewas dan pelakunya tidak lain ketua penjahat seantero negara. Penjahat yang terkenal cerdas, licik dan mampu mengelabui lawannya dengan berbagai cara.

     "Sekarang saya menyesal, kenapa saya dulu bersikap kasar pada Ziya." Pak Wisnu tertunduk malu.

     "Pak, penyesalan memang datang terlambat tapi anda terlambat menyadari bahwa bibit yang ditanam tidak akan jauh dari tunas yang tumbuh." Faldiansyah memberikan pencerahan.

     "Maksud kamu apa?" tanya Pak Wisnu, kali ini beliau melihat mata Faldiansyah lekat.

      "Bapak pasti tahu akan bibit buah mangga yang di tanam bukan?" tanya Faldiansyah dengan suara lirih.

     Pak Wisnu diam sedangkan Pak Setyo membayangkan buah mangga yang tergelantung di depan rumahnya.

     "Pak, maaf jika saya lancang tetapi jika  anda menanam bibit mangga dan menghasilkan buah yang manis maka bibit yang anda tanam adalah bibit dengan kualitas terbaik begitu juga manusia, jika manusia di didik sedari kecil itu dengan ucapan yang halus, manis, dan penuh pengertian. Anak-anak akan paham dengan sendirinya." Faldiansyah terus berbicara sedangkan Galang dan yang lainnya hanya diam mendengarkan.

     "Tentu sebaliknya, jika anda mengupas buah mangga dan mendapatkan mangga busuk maka seseorang hanya di didik dari luar saja tanpa mengubah perilaku dan sikap," terang Faldiansyah.

    Kedua polisi yang tengah meneguh secangkir kopi itu menghentikan menyeruputnya demi mendengarkan saran dari pemuda yang belum mereka ketahui namanya.

     "Pak, Faldiansyah bukan ingin memberikan banyak saran atau sok tahu tapi Faldiansyah juga ada di posisi Ziya. Jika Ziya tumbuh diantara orangtua yang bertengkar setiap hari maka Ziya adalah buah mangga busuk beda hal dengan saya, saya diajarkan oleh ayah saya untuk tidak selalu memandang sebelah mata pada siapapun selebih dari orang yang pernah menyakiti." Kini Faldiansyah berdiri karena sudah merasakan semutan di kedua kakinya.

     Lita terkesima dengan kalimat yang diujarkan oleh Faldiansyah karena seumur hidupnya, dia mengenal Faldiansyah sebagai orang yang jail dan tidak beda dengan kedua temannya.

     "Pak, jika anda tidak keberatan. Biarkan Ziya menjalani hukumannya selagi masih di dunia karena hukumanan yang diberikan masih bisa ditoleransi berbeda dengan hukuman akhirat yang mungkin tidak ada satu orang yang bisa keluar dari jeratan-Nya," ucap Faldiansyah.

     Pak Wisnu mengangguk tanpa terasa bulir bening menetes. Penyesalan dan kekecewaannya untuk saat ini sudah tidak berguna lagi. Apalagi semua telah pergi begitu juga dengan istrinya yang lebih memilih kebebasan daripada menanggung malu akibat berrumah tangga dengan dirinya dan memberikan hak asuh padanya karena istrinya berpikir bahwa Ziya adalah tanggungan seorang lekaki.

     "Kalau bagitu kami permisi dulu, kami akan menemui Ziya di rumah sakit karena mamanya sudah tidak bisa dihubungi." Galang berpamitan yang diikuti oleh lainnya.

     ****

    

     

MENCINTAI DUA HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang