45. BERPINDAH KEYAKINAN

2 3 0
                                    

       Lita telah mendapat perawatan intensif dan kini dia sedang terbaring di brankar rumah sakit. Di samping Fika sedang berbincang dengan dokter yang menangani dirinya dan Delna memberi kabar pada Safa yang belum sampai ke ruangan Lita.

     "Keadaannya gimana, Dok?" tanya Fika pada Dokter Hans.

     "Lukanya tidak terlalu serius tapi pernapasaannya mungkin akan sedikit susah dan bekas di lehernya akan hilang dalam beberapa hari." Dokter Hans menerangkan.

     "Tapi dia tidak ada cidera serius kan, dok?" tanya Fika memastikan.

     "Iya, alhamdulilah tidak ada." Dokter Hans memberi kesimpulan.

      "Terimakasih, dok." Fika mengucapkan salam.

     "Kalau begitu, saya permisi." Dokter Hans langsung mengakhiri percakapan tersebut setelah Fika mengangguk paham.

     Lorong-lorong rumah sakit masih seperti sebelumnya. Banyak orang yang menjenguk dan hilir mudik untuk pergi dan datang ke rumah sakit bagitupun dengan Safa yang kini napasnya tersengal akibat berlari dari ruang ujung ke ujung lagi.

     "Bagaimana bisa terjadi, kenapa Lita?" tanya Safa dan sebelumnya dia sudah mengabari Pak Halim.

     "Tadi pas di ruang UGD tiba-tiba Ziya menyerang Lita padahal Ziya baru bangun dari koma dan gue juga gak menyangka kalau Ziya bakal senekat ini buat mencekik Lita." Fika menjelaskan secara rinci.

     Safa yang mendengar penuturan itu hanya menggeleng tidak paham dengan jalan pikiran Ziya.

     "Lalu, kondisinya gimana?" tanya Safa lagi, sebelum mereka masuk.

     "Tidak terlalu parah." Fika menjawab seraya membuka pintu dan mereka melihat Lita yang terbaring dengan leher terbalut dan sambungan infus.

      Delna yang sudah memberikan kabar pada Galang pun ikut masuk dan melihat keadaan temannya.

      "Tadi, gue denger Fika bicara sama dokter yang menangani Ziya. Katanya, Ziya gangguan jiwa?" tanya Delna memastikan bahwa pendengarannya tidak salah tangkap.

      Lita membuka mata dan hanya mendengarkan Delna dan Fika berbicara karena Safa pun tidak tahu menahu tentang hal tersebut.

     "Iya, dokter bilang ..., katanya, mental Ziya terganggu akibat banyak tekanan dan pikiran." Fika merapikan jilbabnya.

     Lita menatap Fika. Dia hanya berpikir bahwa Fika sangat cocok dengan penampilannya yang tertutup dengan jilbab warna merah maroon senada dengan pakaiannya.

     Di saat mereka masih sibuk dengan urusan mereka, suara denyitan pintu terdengar dan dua orang terlihat dari balik pintu.

     "Lita, kamu tidak apa-apa?" tanya mamanya yang sangat khawatir dan panik.

      "Iya, Lita baik-baik aja. Mama sama papa udah pulang dari dinas?" tanya Lita meski suaranya tidak jelas tetapi mereka paham dengan ucapan Lita.

    "Iya, mama sama papa langsung pulang setelah menerima kabar bahwa kamu di rumah sakit. Siapa yang menyebabkan kamu seperti ini?" tanya Bu Jeslyn.

     "Ziya, tante ..., tapi sekarang Ziya sedang ditanggani dokter karena gangguan mental." Safa menjelaskan.

     Pak Halim mengangguk. "Kata Galang, Om Galih sama Bu Mike juga di rumah sakit?" tanya Pak Halim. Beliau belum tahu tentang kabar tersebut.

      "Iya, om. Tapi ..., mereka tidak selamat." Safa menjawab sambil menundukkan kepala.

    Pak Halim membulatkan mata sempurna, dia benar-benar tidak tahu dengan kondisi temannya itu jika dia tidak membuka pesan dari Galang mungkin beliau tidak akan pernah tahu tentang kabar tersebut.

MENCINTAI DUA HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang