Kamar 11: Repot

17 4 0
                                    

Kekacauan yang dibuat Kia dan Shopee kemarin berhasil Felicia selesaikan dengan kepanasan pula. Felicia yang biasanya paling sabar semalem berubah kesetanan karena diambang marahnya. Apalagi Felicia sangat lelah setelah menghadapi padatnya jadwal mata kuliah serta mencari keberadaan Zalwa yang tak kunjung ia dapatkan informasinya dari Ikawa.

Sialan, laki-laki satu itu minta di gampar.

Tergolong 5 hari sejak Zalwa dibawa pergi sama Ikawa, sampai saat ini Zalwa bahkan tidak membalas pesannya. Felicia jadi depresi sendiri memikirkan keadaan gadis itu. Bahkan Rian tidak membantu sama sekali. Rian berkata ia malah mendapat makian pedas dari Ikawa ketika menanyakan soal Zalwa.

Seperti saat ini, pukul 11 malam. Felicia rela menunggu kepulangan Ikawa yang selama ini selalu ia pantau bersama Rian. Lelaki itu selalu pulang jam segini dan membawa beberapa totebag bahkan tas kecil yang Felicia yakini ada barang milik Zalwa disana.

Kini Felicia berada di dapur dengan satu lampu yang menyala tepat di mejanya. Sehingga bisa kalian bayangkan gelapnya sekitar Felicia yang tidak terkena lampu. Lalu bagaimana Felicia bisa melihat keberadaan Ikawa? Tenang saja, Ikawa suka mampir ke dapur untuk mengechek bahan makanan.

Dan benar saja sosok yang ia tunggu hadir juga. Tidak gegabah, Felicia memilih memperhatikan kegiatan Ikawa yang seperti biasa mengechek bahan makanan. Untungnya Ikawa bukanlah tipikal yang peduli dengan sekitar, sehingga lelaki itu hanya melewatinya dan tidak ambil pusing dengan satu lampu yang menyala di sebuah meja.

"Minum?"

Felicia hanya tersenyum sinis ketika satu minuman kaleng mendarat di hadapannya. Seperti yang ia perkirakan. Ikawa Andreamis bukanlah tidak peduli dengannya, ia sengaja mengulur waktu dan baru menghampirinya selesai dengan urusannya. Ikawa adalah tipikal yang peka, pasti ia sudah menduga soal dirinya yang ada disini.

"Thanks," balas Felicia seraya membuka minuman cola itu.

Ikawa memakai hodiee hitam sekarang bahkan memakai tudungnya. Wajah laki-laki itu datar seperti biasanya, tanpa ada ekspresi disana. Felicia meneguk minumam pemberian Ikawa sambil menunggu lelaki itu yang bersuara. Seperti katanya tadi, Ikawa tipikal yang peka, tidak mungkin tidak paham dengan maksudnya.

"Zalwa yang minta," jawab Ikawa setelah lama diam. Menyembunyikan dari Felicia juga bukan ide bagus menurut Ikawa.

Sebelah alis Felicia naik. Kekehannya lolos begitu saja dari bibirnya. "Apa maksudnya."

"Zalxa serius mau dateng," ujar Ikawa serius. Felicia cukup prihatin dengan wajah lelah laki-laki ini, "Zalwa cukup takut dengan itu sampai maagnya kena dampak dan yaa, taulah lo."

"Sebelum itu Zalwa di telepon om Zalka."

Ikawa mengangguk pelan, matanya terpaku pada iris tajam Felicia yang selalu terkesan jutek. "Om Zalka selalu buat mental Zalwa ngga bagus."

"Gitu, anak itu emang engga suka bicarain keluarganya."

Hening menyapa setelah kalimat Felicia terlontar. Pikiran mereka berkecamuk lantaran memikirkan solusi atas kejadian Zalwa. Hingga Felicia mengerut aneh pada Ikawa, tersadar dengan sikap Ikawa yang lebih peduli saat ini atau emang Ikawa memang sepeduli ini?

"Sejak kapan gini?"

Ikawa menyenderkan tubuhnya di kursi. Masih menatap lurus ke arah iris legam tajam itu. Ikawa sendiri sedang memilah alasan atas sikapnya saat ini, padahal tadi ia baru mengatakan hal yang cukup pedas pada Zalwa.

"Gue engga segabut itu buat urus lu terus. Coba pikir pake otak, gue juga capek. Jangan egois jadi orang, lu bukan bocah!"

Ikawa memejamkan mata-mata rapat tepat memornya memutar ekspresi Zalwa yang kosong tapi tetap dengan senyumannya setelah mendengar ucapan kasarnya. Ikawa sadar kalau ia kasar, tapi ia juga muak dengan Zalwa yang selalu susah diatur.

Sektor 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang