"Zal, Jeno bawa apa nih?"
Zalwa mengangkat pandangan dan mendapati ke dua tangan Jeno yang menyembunyikan sesuatu. Jeno duduk di bangkunya tepat di depan bangku Zalwa. Cowok itu memutar kursinya menghadap Zalwa, masih dengan raut wajah senang.
"Tadaa! Cake minion," seru Jeno seraya memberikan cake mini berbentuk muka minion pada Zalwa.
Zalwa membelalak tidak percaya dan mengambil cake itu dengan antusias. Benar-benar bahagia ketika karakter kesayangannya terpahat dengan indah di cake itu. Jeno Arminor Syakral memang jago masak. Ke dua orang tuanya adalah koki di sebuah hotel ternama dan nama ke dua orang tuanya cukup tersohor. Bakat ke dua orang tuanya turun pada Jeno selaku anak sematawayang.
Pertemuan Zalwa dan Jeno pun berawal dari makanan. Ke duanya saat itu sama-sama membolos dari ospek ke kantin fakultas. Ketika melihat name tag dan ternyata mereka disatu gugus yang sama, Jeno dan Zalwa langsung berkenalan. Kebetulan ke duanya sefrekuensi dan sama-sama menyukai makanan. Tanpa sadar mereka berbicara banyak sampai bertukar nomor ponsel.
"Jeno baik banget, makasih yah." Zalwa tersenyum tulus sekali.
Membuat Jeno merasakan desiran hangat pada hatinya. Wajahnya juga bersemu sampai ia memalingkan wajah demi Zalwa tidak melihat wajahnya.
"Kok, mukanya merah? Baper yee?" canda Zalwa dengan wajah menggoda, "gue tau ihh, gue cantik banget."
"Emang, lu cantik banget Zal." Jeno berkata dengan serius.
Zalwa menatap sesaat sebelum tawa sumbang memecah keheningan sesaat. Zalwa memilih memakan cake ini nanti karena ia ingin memerkannya pada Ikawa. Zalwa mengangkat sebelah alisnya ketika Jeno masih setia diposisinya dan menatap Zalwa dengan intens. Jelas Zalwa jadi salah tingkah ditatap seperti itu karena merasa aneh.
"Jen, biasa dong!" sentak Zalwa pada akhirnya seraya menyentil kening cowok itu.
"Sedang mengamati," ujar Jeno. Perlahan bibirnya menepis, melekukan senyum lembut, "bagaimana bisa ada sosok secantik Zalwa Teodora Eugenia?"
Degh!
Jeno jangan bilang .... Perasaan Zalwa jadi tidak enak.
"Gue sih emang cantik, Jen. Engga usah diperjelas lagi entar gue baper mau tanggung jawab lu?" Zalwa mencoba mencairkan suasana. Menghalau pikiran lukcnutnya agar tidak berkembang.
"Ohh, mau diseriusin?" Jeno memunculkan senyuman miringnya. "Boleh, kasih nomor orang tua lu."
"Ngadi lu setan," maki Zalwa diakhiri tawanya, "Jen, Ifiya sama Nawa belum dateng, yah?"
"Engga usah cari mereka, ada gue, kan?" ujar Jeno tetap diposisi menghadap Zalwa.
Zalwa tidak membalas dan memilih mengeluarkan ponselnya dan membuka asal aplikasi yang ada guna menghilangkan asumsinya. Sebisa mungkin tenang di depan Jeno yang terus memperhatikan, menyembunyikan kegelisahannya.
"Kok, malah main HP, gue dianggurin nih?"
"Bentar gue mau check WP," bohong Zalwa seraya melirik Jeno sesekali. Ia sedikit tercekat kala mendapati iris Jeno tidak lepas darinya.
Lagipula kemana Ifiya sama Nawa ini? Zalwa bukannya apa-apa, sekarang ia butuh menghindari Jeno yang cukup agresif. Jeno ini buat Zalwa berpikir yang macam-macam.
Hingga suara salah satu teman kelasnya mengalihkan atensi Zalwa. Apalagi degup jantungnya semakin tidak normal saat nama seseorang disebut. Tiba-tiba semangatnya berkobar bersamaan perasaannya menghangat ketika matanya bertemu dengan lelaki itu.
"Zazi?" Jeno ikut berdiri menghalangi langkah Zalwa. Matanya lebih dulu menangkap sosok yang mengantar Zalwa kemarin. Pandangannya mendelik pada si datar yang jelas menatapnya tidak suka. Jeno hanya menampilkan smirknya yang jelas tidak akan disadari Zalwa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sektor 3
Fiksi RemajaMereka hanya sekumpulan mahasiswa biasa yang tinggal di asrama suatu universitas, sektor 3. Wilayah asrama mereka berada di sektor 3. Asrama yang terdiri dari 3 gedung yang didesain berbentuk U. Serba tiga jadi yah, ish, ish. Tenang, isinya makhluk...