Kamar 17: Hari Bersama FeliCia

16 2 0
                                    

Felicia Davindra.

Mahasiswi jurusan informatika yang namanya mulai dikenal maba jurusannya, terutama teman sekelasnya. Felicia Davindra merupakan mahasiswi  cerdas dan cukup berkarisma, namun semua itu kalah dengan aura mematikan ditambah wajah jutek gadis itu sangat kontras dengan auranya. Felicia juga hampir tidak pernah tersenyum.

Seperti sekarang.

Namanya Budi, dia duduk di sebelah kanan Felicia. Paling sering jadi sasaran teman kelasnya untuk bicara sama Felicia, karena Budi selalu jadi teman satu kelompok Felicia karena tidak ada yang berani mengajaknya. Hanya Budi yang mentalnya kuat mengajak Felicia.

"Felicia, Intan minta liat tugas kemarin," ujar Budi seraya membacakan chatt Intan. Yah, satu kelas tapi temannya mengechatt lewat WhatsApp.

Felicia hanya membuka bindernya dan mengambil 3 lembar berisikan tugas mata kuliah kemarin, lalu memberikan pada Budi. Felicia juga sadar akan teman kelasnya yang enggan mendekatinya duluan, ia tidak masalah asal tidak mengusik hidupnya. Setidaknya ada Budi yang jadi perantaranya berinteraksi dengan teman kelasnya. Felicia bukannya tidak mau bicara dengan teman kelasnya. Hanya saja ia tidak tau cara yang benar memulai pembicaraan, biasanya Felicia akan ikut alur saja.

"Felicia gue boleh liat juga?" ujar Budi saat menyadari ia belum menyelesaikan semua tugas kemarin.

Felicia melirik Budi dengan tatapan biasa, namun bagi Budi itu mengerikan. Cuman karena demi tugas dan mencoba membiasakan Budi tidak mengindahkan itu. Wajah Felicia Davindra memang sejutek itu, ditambah gadis ini hampir tidak pernah senyum.

"Fel engga gabung sama anak cewek di belakang?" tanya Budi mulai menyalin tugas Felicia setelah mengfotonya.

Felicia menghentikan membacanya. Salah satu hobi Felicia yang sekelas mengetahuinya. Felicia setidaknya membaca satu buku sebelum pelajaran dimulai. Ambis sekali anak ini. Felicia menatap ke arah gerombolan cewek yang sibuk bergosip di meja belakang. Ketika bersitatap dengan salah satunya, Felicia menegang kaku begitu pun cewek itu, hingga mereka sama-sama melempar senyum tipis dan beralih menatap lain.

"Engga deh," balas Felicia datar dan kembali menatap bukunya.

Budi mengambil kesimpulan kalau Felicia tipe cewek yang anti gosip. "Engga ada yang sefrekuensi sama lo, yah?"

Felicia hanya mengedik bahu tidak tau karena memang ia tidak terlalu kenal dengan teman kelasnya. Ia juga tidak berani menyimpulkan meski sudah terlihat dari apa yang mereka lakukan.

Intan menghampiri Felicia dengan wajah sumringah. Perasaannya cukup senang karena sudah menyelesaikan tugasnya kemarin, jadi ia tidak perlu kena amukan lagi dari dosen killer seperti kemarin. Karena hal ini pula ada secercah keberanian pada diri Intan untuk mengembalikannya langsung pada Felicia.

Namun seketika tubuhnya kaku, tepat di samping kiri Felicia yang sangat serius membaca buku, sampai keberadaan Intan pun tidak dihiraukan. Menelan saliva bulat-bulat, Intan dilema antara mau ngembaliin langsung atau harus lewat Budi. Namun Intan sangat ingin mengucapkan terima kasih langsung, tapi aura Felicia ini sangat tidak bersahabat. Jadinya Intan takut sendiri, takut salah-salah kata.

"Fel, Intan mau balikin kertasnya," celetuk Budi menyadari gelagat resah dari Intan yang terus berdiri kayak patung di sebelah Felicia. Lagian Felicia juga fokus banget sama bukunya sampai keberadaan Intan ajah engga dihirauin.

Felicia menghela napas pelan dan menaruh pembatas dibukunya lalu menutupnya, Felicia juga meletakan bukunya. Iris Felicia naik, menatap Intan dengan sorot datar dan terkesan tajam, padahal ini adalah ekspresi biasa Felicia. Memang dari lahir anak pak Sukidin dan momy Davi sudah berekspresi seperti ini.

Sektor 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang