Kamar 20: Dua Tahun Lalu

21 3 0
                                    

Ikawa mendengar ada keributan di dapur. Ia menatap Rian dan Vrano dengan tatapan bertanya yang jelas dua lelaki itu juga tidak tau asal suara itu. Semakin langkah mereka mendekat, Ikawa merasa kenal dengan dua suara yang saling adu mulut ini.

"Zalwa Ika!" pekik Rian lebih dulu sadar dan langsung mempercepat langkah ke dapur.

"Oh, girl?" Seringaian Vrano terasa menyebalkan di mata Ikawa. Lantas ia mengikuti Vrano yang mempercepat langkah juga.

Sampai di dapur, benar saja keributan itu diciptakan oleh Zalwa dan Mimin-tunggu, Mimin?

"Itu Mimin?" tunjuk Ikawa pada gadis berambut sebahu dengan mata membelalak.

Raut wajah Rian yang tadinya easy going, berubah menjadi suntuk dan tajam. Apalagi matanya memincing benci pada sosok yang disebut oleh Ikawa tadi. Kenangan ketika SMA berputar begitu saja di otak Rian. Kenangan paling ia benci dan benar-benar membuatnya pertama kali membenci orang.

"Rian tenang," kata Ikawa melihat urat-urat leher Rian muncul begitu pun rahang Rian yang mengeras marah. Kontrol emosi Rian akan sangat jelek kalau menyangkut orang itu.

"Gimana bisa gue tenang liat pembunuh itu disana!" Rian melotot tajam pada Ikawa. Bahkan perubahan sikap Rian membuat Vrano jadi bingung dan tentunya terkejut.

Baru kali ini melihat Rian sangat marah. Vrano yakin penyebab lelaki ini adalah gadis yang tengah bertengkar dengan Zalwa. Entah apa alasannya namun jika mampu membuat Rian sampai semarah itu, Vrano yakin itu bukan persoalan yang kecil.

"Bro, girl mulai ngamuk bahkan ambil kursi lipat!" Vrano melototkan mata tidak percaya. Mimin juga melakukan perlawanan. Dua gadis tidak biasa, sebenarnya cukup menarik perhatian Vrano. Gulat mereka tidak seperti gadis pada umumnya, bahkan terlihat lebih liar. Dua-duanya main fisik.

Ikawa langsung berlari kesana ketika melihat Mimin menendang Zalwa guna memperlambat gerakannya. Dari dulu Zalwa dan Mimin suka sekali bertengkar sampai adu fisik. Dua-duanya sama-sama kuat, sakin kuatnya tidak ada yang berani melerai mereka. Parahnya lagi mereka ber dua ini sama-sama bisa bela diri. Meski Mimin lebih unggul ilmu bela dirinya, namun Zalwa dengan otaknya mampu mengimbangi Mimin.

Terbukti dari gerakan Zalwa setelah mendapat tendangan kuat langsung bergerak mundur dan lari dari Mimin. Jelas itu memancing tawa mengejek dari Mimin sehingga ia mengejar Zalwa. Dan sampai di sebuah momen ketika Zalwa kembali membalik badan dengan sebuah kursi lipat di tangannya yang siap mengarah ke Mimin. Jelas tawa Mimin langsung pudar digantikan wajah ketakutan karena tidak dapat menghindar. Orang disekitaran juga berteriak histeris karena kelakuan Zalwa.

"ZALWA!" teriak Ikawa benar-benar kecolongan akan jaraknya dan Zalwa.

Meski Zalwa sudah menyadari keberadaan Ikawa dan Rian, namun itu tidak menghentikan perlawanannya pada sosok di depannya ini. Hingga dititik puncak kemarahannya atas perkataan Mimin pada Felicia, membangkitkan amarah yang sempat terpendam dulu. Zalwa memutuskan untuk mengakhirinya sekarang.

Gara-gara ulah Mimin Firdaus, Zalwa hampir kehilangan sahabatnya. Zalwa sangat ingat saat Mimin dengan santai menghantam kepala sahabatnya dan hendak mendorong tubuhnya dari lantai atas. Memory itu bahkan masih melekat dalam otaknya. Bagaimana darah segar membasahi kepala sahabatnya dan sahabatnya itu diambang sekarat.

Kalau Zalxa dulu tidak melakukan tranfusi darah ke sahabatnya, dapat Zalwa pastikan Felicia Davindra tidak akan disisi dia sekarang.

Pagi ini Zalwa dan Felicia datang ke dapur dengan niat membawakan sarapan untuk kamar 4. Namun mereka malah bertemu Mimin Firdaus yang juga tengah mengantre untuk mengambil sarapannya. Awalnya Zalwa masih bisa tenang saja berkat Felicia juga, hingga suatu moment Mimin mengungkit kejadian masa lalu yang sempat mengusik kesabaran Zalwa.

Sektor 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang