8

1.5K 221 24
                                    

Hari-hari yang melelahkan selalu berhasil dilalui. Sepulang ke rumah melihat bagaimana sosok mungil tertidur dengan lelapnya. Membuat semua dunia yang kejam luruh seketika.

Usapan halus untuknya menjadi kebiasaan setiap hari ia berikan. Berharap dengan ini minat hidupnya meningkat.

"Apa jadinya aku tanpa dia," ucap Seokjin sembari menoel singkat pipi tembam milik sang adik.

Kepalanya mendekat hendak mencium keningnya namun ia berhenti ketika noda merah jatuh tepat di atas selimut putih. Ia menutup hidungnya ketika sadar bahwa darah itu berasal dari hidungnya.

Seokjin menjauh menutup hidungnya dengan tangan berharap cairan itu berhenti mengalir.

"Kenapa kau tidak pernah membuat hidupku tenang barang sebentar?" Protes Seokjin. Ia bergegas ke kamar mandi menunduk dengan rasa pusing mendera. Cairan darah tidak kunjung berhenti bahkan sdah 15 menit berlalu

Menyiram genangan darah dengan air berharap jejaknya hilang. Setelah dirasa cukup, Seokjin berbalik keluar.

"Jungkook?"

Seokjin berhenti menatap adik kecilnya yang tiba-tiba berada di depan pintu, memandang Seokjin dengan raut wajah sedih. Seokjin jongkok menyamakan tinggi mereka. Tangannya yang bergetar menyentuh pundak Jungkook.

"Kenapa Jungkook bangun hm? Lapar?"

Jungkook menggeleng namun sedetik kemudian ia menangis dengan kencang.

"Hei Jungkookie kenapa? Apa mimpi buruk? Apa ada yang sakit?"

Lagi-lagi ia menggeleng, matanya masih berlinang mengalir deras ke pipi mungilnya.

"Hyungie sakit, Jungkook takut.. hiks.."

"Hyung tidak sakit. Hyung baik-baik saja. Jangan menangis Kookie.."

Perlahan si kecil menarik ingusnya dan berani menatap Jin polos.

"Darah.." ucapnya bergetar sambil menunjuk kaos Seokjin yang terdapat noda merah.

"Hyung sakit hiks... apa hyung mau meninggalkan Jungkook?"

Seokjin menyadari ini. Di balik sifat Jungkook yang manis dan sering ngambek daripada menangis, sang adik justru mengerti. Ia peka dengan apa yang Seokjin rasakan walau sudah disembunyikan rapat-rapat.

"Tidak. Hyung akan tetap disini bersama Jungkook."

"Tapi Hyung sakit hiks... Hyung tidur lama, kepala panas, suka berdarah."

Anak kecil memang jujur. Ia mengungkapkan perasaannya tanpa pura-pura. Seokjin memang menyadari tubuhnya semakin hari semakin melemah. Bahkan Jungkook lebih bangun awal dibanding dirinya. Mau tidak mau Seokjin harus lebih pandai menutupi semua rasa sakit itu, kalau tidak Jungkook akan semakin bersedih.

"Hyung sudah sehat. Coba pegang, tidak panas kan?" Ucapnya sambil meraih tangan kecil Jungkook menuju pipinya yang dingin. Jauh lebih dingin dari biasanya. Sebuah tanda bahwa ia kehilangan banyak darah sekarang.

"Dingin sekali.."

"Iya. Tandanya Hyung sudah sembuh. Sekarang Jungkook percaya kan?"

Anak itu mengangguk ragu. Namun ketika Seokjin membawanya kedalam gendongan. Ia langsung memeluk erat leher sang kakak seolah takut bahwa ia akan ditinggalkan.

"Kookie sayang Hyung."

"Hyung lebih sayang Jungkookie."



...



Hari ini adalah akhir pekan yang selalu di tunggu Jungkook. Dimana Seokjin akan membawanya bermain keluar entah itu ke taman atau danau di dekat mereka. Seokjin rutin mengajak Jungkook berlibur sekilas setiap akhir pekan, supaya Jungkook senang. Ia tidak mau Jungkook kekurangan kasih sayang. Seperti dirinya.

Perjuangan Seorang KakakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang