Seokjin mengerjap perlahan. Ia tidak ingat kenapa sekarang ia sudah berada di kasurnya yang nyaman, setaunya malam itu ia tertidur diatas pundak Namjoon yang sedang berlari bagai kuda.
Ketia Seokjin duduk, sebuah handuk jatuh dipangkuannya. Ia baru menyadari bahwa benda itu menempel pada dahinya. Seketika ia mengecek suhu tubuhnya, rupanya ia demam lagi. Hal yang sudah biasa ia alami.
Matanya menoleh melihat Namjoon yang tidur di kursi, kakinya terlalu panjang sampai menjuntai kebawah.
Sekarang masih pukul 4 pagi, sudah pasti Namjoon baru tertidur setelah semalaman mengurusnya yang kambuh.
Ia menyibak selimut lalu menyeret selimutnya dan menutupi sebagian tubuh Namjoon agar ia nyaman. Sebenrnya Seokjin ingin membwanya ke atas kasur tapi itu hal yang tidak mungkin mengingat ia berjalan saja masih sempoyongan.
"Aku merasa bersalah. Namjoon, maafkan aku ya? Kau pasti geli mendengar apa yang kukatakan semalam."
Ia seketika mengingat bahwa ia mengatakan kalau Namjoon adalag kekasihnya di depan Sihye. Ia pasti akan protes jika mengetahuinya.
"Ah aku akan membuat sarapan. Mereka pasti lapar jika bangun nanti."
Ia segera beranjak menuju dapur. Dengan lihai ia menanak nasi dan memotong sayuran untuk sarapan. Walau memang ia tidak bisa melakukannya sebaik dulu karena kaki yang mudah lemas.
Ia mulai mencuci daging namun ketika tangannya bergerak membersihkan tiap bagian, sebuah bercak merah jatuh mengenai punggung tangannya. Awalnya ia menerka ini darimana tapi setelah tetesan kedua, ketiga, ia baru menyadari bahwa hidungnya mengelyarkan darah lagi.
Ia segera mencuci tangannya dan menutup hidng mencegah darah merembes.
Namun uluran tissue dari bawah mencegahnya, Seokjin mengambil itu tanpa tahu siapa yang memberinya.
"Terimakasih," ucapnya.
"Sama-sama, Hyung."
Suara ceria itu menyadarkannya bahwa Jungkook lah yang memberinya tissue.
"Loh? Kookie sudah bangun?"
"Hmm.. Hyung bericik. Kookie jadi lapar. Hyungie masak apa?"
Tanyanya. Seokjin belum menjawab, ia masih sibuk membersihkan darah.
"Oh, ini Hyung mau membuat sayur daging."
"Kookie boleh bantu?"
"Kookie memangnya tidak mengantuk? Kalau mau tidur lagi Hyung antar ke kamar."
"Mau bantu Hyung saja."
"Kalau begitu Kookue bantu ambilkan panci disana ya?" Ucapnya sambil menunjuk lemari diujung.
"Hyung kalau ada Eomma pasti Hyung tidak perlu repot-repot masak."
Seokjin terdiam. Ia juga tidak ingat kapan merasakan nikmatnya masakan seorang ibu.
"Iya. Nanti Kookie sebentar lagi akan merasakan enaknya masakan Eomma."
"Tidak ah. Masakan Hyung paliiiingg enak!"
Seokjin tersenyum walau sebenarnya ia kasihan karena sejak umur 3 tahun ia merawat Jungkook, dimana ia belum mengerti sosok ibu yang sebenarnya.
"Bagaimana kalau Kookie tinggal dengan Eomma?"
Jungkook menggeleng "Kookie tidak tahu siapa Eomma. Sudah ada Seokjin Hyung jadi tidak perlu ada Eomma lagi."
"Aigooo yang selalu ingin bersama Hyung," ucapnya sambil mendusel pipi Jungkook gemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjuangan Seorang Kakak
FanfictionSeokjin yang hanya hidup bertiga dengan dua adiknya. Tanpa orang tua Bahkan menjadi tulang punggung keluarga. Seokjin juga seorang pelajar yang menyambung hidupnya sebagai pekerja keras tulang punggung keluarga. Bukan hanya memikul kewajibannya se...