22

1.1K 173 25
                                    

Kalau boleh jujur, Namjoon tidak sebenarnya ingin menjadi musisi. Ia hanya ingin terus bermain musik dan bersyair dengan bebas. Namjoon hanya membutuhkan sebuah alasan kenapa ia harus menjadi Dokter. Pekerjaan yang disebut mulia karena menolong orang lain.

Ia berharap kehadiran Seokjin bisa membantunya berubah pikiran, namun nyatanya anak itu tidak berniat untuk sembuh.

"Kau kira aku punya uang untuk melakukan kemo? Sudah mahal, belum tentu akan menyembuhkanku juga."

Mereka terus berdebat karena Namjoon memaksa agar Seokjin mau melakukan pengobatan.

"Bukankah aku bilang, bahwa aku akan membantumu sembuh."

"Dengan mengorbankan mimpimu begitu?"

Namjoon memalingkan wajahnya "Aku masih bisa bermain musik jika aku menjadi Dokter sekalipun."

Seokjin tersenyum remeh. Ia menepuk bahu Namjoon yang kini duduk di samping raniang rumah sakit.

"Ya sudah jadilah Dokter yang hebat dan jangan sampai kau bertemu pasien seperti aku yang merepotkan ini."

Namjoon menengadah, Seokjin begitu enteng mengatakn hal tersebut bahkan wajah tanpa tekanan itu seperti membangkitkan emosi Namjoon yang sering dipendam.

"Kenapa kau begitu enggan sembuh? Kau tidak memikirkan nasib adikmu lagi?"

"Tentu saja aku memikirkannya, tapi ada hal lain yang lebih kupikirkan."

"Apa?'

"Aku takut tidak bisa membalas kebaikanmu."

"Aku tidak meminta kau membalasnya."

"Aku takut semua usahamu sia-sia."

"Kau bahkan belum mencoba."

"Aku takut ajal lebih dulu datang sebelum aku mengucapkan terimakasih padamu."

Namjoon mengepal kuat. Ia menunduk tidak mau menatap wajah Seokjin. Perasaannya yang selalu psimis kian berjalannya waktu membuat Namjoon sakit sendiri.

"Kau, apa pernah membayangkan betapa sakitnya ketika mereka datang tanpa permisi? Seolah aku harus sadar bahwa kematian mengintaiku setiap saat. Mendorongku agar terus berusaha berdiri dengan kaki ini, untuk mereka," Seokjin terdiam sejenak menarik nafasnya sebentar yang kini terasa sesak akibat sakit atau mungkin karena menahan tangis.

"Apa aku boleh meminta hal lain? Aku tahu aku menolak hal baikmu, tapi bisakah aku memohon kebaikanmu lagi? Kurasa ini yang ku butuhkan dibanding harus sembuh."

"Katakan, apapun."

"J-jika aku tiada.. tolong rawat mereka untukku?"

Namjoon langsung berdiri ketika mendengar nafas Seokjin yang tersenggal. Seokjin begitu kesulitan mengambil nafas bahkan mulutnya pun ikut terbuka.

"B-ber.. jhanji."

Suara bergetar Seokjin membuat hati Namjoon berdesir, tangannya menyangga kepala si pria yang bisa jatuh kapanpun. Jari kelingking itu terangkat. Namjoon menautkan kelingking mereka.

"Terimakasih."

Namjoon segera membaringkan Seokjin lalu memencet tombol darurat berharap para medis segera datang dan menanganinya.

Ia keluar, atas kemauannya sendiri. Ia hanya ingin menenangkan hatinya, setidaknya diluar ia tidak akan melihat perjuangan Seokjin yang begitu kuat. Ia tidak sanggup melihatnya, ia ingin anak itu terus bertahan, bukan menyerah.

"Seokjin, kau tersiksa jika aku menahanmu, tapi jika kau pergi, siapapun tidak akan siap."

...

Perjuangan Seorang KakakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang