Semua manusia akan mengalami fase kehilangan, entah itu kehilangan lingkungan, suatu benda, suasana dan seseorang. Fase kehilangan bagi beberapa orang dianggap hal yang paling menyakitkan. Yoongi, dia salah satunya. Ini kali kedua namun justru bukannya semakin siap setelah kehilangan Ayahnya, sekarang ia semakin terpuruk setelah kepergian Seokjin.
Ia tahu semua akan datang dan pergi tanpa kita tahu kapan waktunya, tapi kenapa harus sekarang? Saat dimana semuanya mulai membaik, mulai menerima dan mencoba jalani hidup yang dimiliki.
Menutupi kesedihan hanya akan membuat semua semakin terasa, ia tidak bisa mencegah hatinya untuk melupakan saat kepergian Seokjin sekalipun ia terlihat bisa menjalani hidup namun dalam hatinya Seokjin tidak pernah pergi.
Rindu bukan kata yang tepat untuk mendefinisikan rasa ingin bertemunya, itu terlalu sederhana dari rumitnya perasaan Yoongi saat masuk ke dalam kamar Seokjin yang telah lama ia kunci rapat-rapat.
Matanya menatap seisi ruangan, tidak ada yang berubah setelah 40 hari berlalu. Aroma Seokjin masih samar ia cium. Aroma manis khas parfum kesukaannya.
Ia mendekat ke meja belajar di samping kasur kecilnya. Meraih figura foto mereja bertiga.
"Maaf Hyung, aku belum bisa mengikhlaskanmu."
Ia mengusap wajah Seokjin di foto. Senyum tulusnya begitu terpancar di foto. Saat itu, Seokjin masih terlihat bugar dengan pipi gempalnya. Seketika Yoongi nengingat bahwa sakit itu begitu memberi dampak besar bagi tubuh Seokjin.
"Kenapa kau tidak membiarkan aku mengetahuinya Hyung? Mungkin jika aku tahu aku tak kan begitu kehilangan seperti sekarang."
Air matanya keluar lagi setelah ia tahan selama 40 hari. Setelah pemakaman Seokjin, Yoongi tidak menangis. Ia hanya diam walau raut kesedihan terpancar jelas.
"Andai aku tahu rasa sakitmu, aku akan merelakan kau pergi. Kau begitu pandai menutupinya, membuat kami yakin bahwa kita akan bersama."
"Maafkan aku Hyung, aku masih butuh waktu."
Yoongi meletakkan kembali figura dan menatap keluar jendela. Hatinya masih belum berhenti berharap bahwa sosok itu masih ada.
...
Dua tahun berlalu.
Jungkook kini tumbuh dengan baik, ia bukan lagi bayi yang merengek minta es krim seperti dulu. Walau ia masih duduk di bangku Sekolah Dasar tapi ia mampu mengurus dirinya sendiri, bangun pagi, menyiapkan semua kebutuhannya sendiri.
Yoongi juga, ia memutuskan untuk bekerja pada Namjoon mendedikasikan dirinya untuk perusahaan ayah angkatnya. Ia masih belajar namun Ayah Namjoon selalu mengajarinya dengan baik dan tulus bahkan ia lebih mengerti Yoongi di banding Namjoon, anak kandungnya.
Namjoon menggapai cita-cita ayahnya untuk menjadi seorang Dokter. Profesi yang dipercaya mampu memberikan senyum bahagia bagi orang lain. Tugasnya meningkatkan kualitas hidup seseorang agar ia mampu bertahan apapun kondisinya.
Alasan mereka masih hidup sampai sekarang adalah lelaki yang kini pergi untuk selamanya. Mereka memutuskan untuk melanjutkan kehidupan yang bahagia, yang seharusnya Seokjin rasakan setelah lama berperang dengan dunia kejamnya.
"Apa hari ini Ayah libur?" Tanya Namjoon menatap Yoongi yang kini duduk bersantai di rumah sederhana.
"Ya, Ayah memberiku cuti untuk 3 hari ke depan."
Namjoon paham dan hanya mengangguk sambil membaca buku Kedokteran dengan bahasa inggris. Yoongi melihatnya ikut mual karena setiap kata yang begitu asing di telinga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjuangan Seorang Kakak
FanfictionSeokjin yang hanya hidup bertiga dengan dua adiknya. Tanpa orang tua Bahkan menjadi tulang punggung keluarga. Seokjin juga seorang pelajar yang menyambung hidupnya sebagai pekerja keras tulang punggung keluarga. Bukan hanya memikul kewajibannya se...