Paginya Seokjin sudah nampak segar dan kembali bersekolah seperti hari-hari sebelumnya. Namun ada hal yang berbeda kali ini. Ia merasa canggung dengan Namjoon. Alasannya, Seokjin yang merasa tidak enak karena telah bersifat kasar pada sosok yang sudah berlaku baik padanya. Bahkan ia seolah melupakan semua yang terjadi malam itu dan datang ke rumah membawa obat yang harus ia konsumsi.
Ia ingin mengucapkan terimakasih banyak atas bantuan Namjoon, tapi ia pun takut kalau-kalau Namjoon berbalik marah padanya. Alhasil ia hanya diam tidak bicara sama sekali bahkan sampai jam pulang sekolah ia hanya diam. Begitu pula Namjoon, memang dia aslinya pendiam dan tidak suka bicara sih.
Ketika Namjoon menggandeng tas dan berjalan di depannya. Seokjin diam-diam mengikuti langkah pria itu. Sampai di lorong sepi, Namjoon sadar seseorang mengikutinya. Ia pun menoleh.
"Kenapa?" Tanyanya datar.
Seokjin kelabakan langsung berpaling sambil menggaruk rambutnya yang tak gatal. Ia perlahan menatap Namjoon yang mengunci matanya pada Seokjin, dengan cepat ia langsung membungkuk 90°.
"Terimakasih dan maafkan aku."
Namjoon terheran. Ia tidak mengerti maksud dari ucapan Seokjin barusan.
"Harusnya aku tahu diri, kau sudah menolongku dan tidak seharusnya aku membentakmu kemarin."
Oh, Namjoon mengerti. Ternyata Seokjin minta maaf karena hal itu.
"Aku memang pantas. Sudahlah yang terpenting sekarang kau baik-baik saja."
Seokjin perlahan menaikkan tubuhnya. Namjoon memerhatikannya dengan senyuman yang sebelumnya ia kira akan mendapat amarah.
"Aku juga memintamu untuk berhenti bersikap baik padaku, Namjoon-ah."
Kenapa tiba-tiba? Ia pikir Seokjin akan menerima bantuannya, tapi sekarang ia disurug berhenti.
"Kenapa?"
"Aku tidak akan bisa membalas kebaikanmu."
"Aku tidak memintanya tuh."
"Y-ya aku tahu tapi aku tidak akan punya waktu ataupun hal lain untuk membalas budi padamu."
"Aku tahu kemana arah pembicaraanmu. Seokjin, kau perlu memahami bahwa di dunia ini ada sesuatu yang disebut dengan ikhlas. Berbuat baik tanpa perlu balasan. Kukira kau cerdas, itu hal sederhana dalam hidup."
Seokjin tercengang, bukan hanya karena Namjoon yang berbicara panjang lebar tapi juga kata-katanya sangat menampar masuk ke relung hati.
"Kau hanya perlu menjadi temanku, itu sudah cukup membayar semuanya."
Setelah mengucapkan itu, Namjoon berbalik dan pergi. Dari sini, Seokjin bisa memahami bahwa Namjoon adalah anak yang kesepian. Ia tahu lelaki itu kaya, memiliki hidup yang serba berkecukupan. Tapi Seokjin tidak tahu bahwa pria itu juga menyimpan lukanya sendiri.
...
Matanya memandang sekeliling, memastikan bahwa keadaan sekitar sepi. Jalan yang jarang dilalui menjadi tempat sempurna untuknya. Untuk kesekian kali, dia harus melakukan ini.
Seseorang mengendarai motor dengan perlahan, ketika orang itu 1 meter melewatinya, motor itu berhenti. Pemiliknya turun dari motor dan memeriksa bannya yang kempes tiba-tiba. Ia menoleh kanan kiri mencari pertolongan namun jalanan terlalu sepi.
Kejadian itu sudah di prediksinya. Ia menunggu waktunya sampai berani berjalan pelab mengendap-endap untuk mendekat. Dengan pakaian serba hitam dan masker serta topi yang menutupi wajahnya, ia tidak takut.
Sasarannya adalah tas yang berada di gendongan pria itu. Ia mengarahkan kakinya pada sela antara paha dan betis, menyekanya dengan kaki sampai lelaki itu terjatuh ke belakang sambil mengaduh kesakitan.
"Ya!! TASKUU!"
Teriaknya. Ia berlari menyusul orang berpakaian serba hitam itu sudah berlari jauh lebih kencang darinya.
"PENCURI SIALAN!!"
Sementara lelaki itu bersembunyi dibalik bak sampah besar. Tangannya membuka tas dengan kasar. Cukup banyak uang yang ia rampas. Lalu ia membuang identitas dan tasnya, dan hanya membawa uang yang berada disana.
Ia berjalan cepat sambil melepas jaket hitam dan maskernya.
Yoongi menghampiri gerombolan orang yang sedari tadi menonton dan menunggunya.
...
Sore yang bagus untuk Seokjin, tidak begitu banyak pengunjung ia jadi bisa bersantai sedikit. Restoran yang baru buka ini memang cukup banyak peminat, murah dan banyak. Tidak salah jika orang-orang menyukainya.
Seokjin membersihkan meja dengan telaten. Juga kaca-kaca tembus pandang yang langsung mengarah ke jalanan ramai. Ketika ia sedang fokus. Seorang lelaki berlari ke kerumunan, ia berbicara dengan cepat dan wajahnya panik.
Seokjin yang penasaran ikut keluar dan mendengarkan mereka.
"Tasku dicuri! Disana, pakaiannya serba hitam!"
Ia merasa kasihan pada pria itu. Begitu jahat mereka yang mengambil barang orang lain secara paksa.
"Untung saja Yoongi sudah kembali ke jalan yang benar."
...
Yoongi berada diantara lelaki yang lebih tua darinya, setelah memberikan barang rampasan. Ia tidak bisa pulang begitu saja. Mereka menutup pintu markas dan Yoongi hanya boleh kembali ketika semua anggota juga kembali.
"Kau sudah bersumpah ditempat ini. Ingat Yoon? Janji kita bersama."
Ia berpaling. Pikirannya tidak bisa dicegah untuk kembali pada cerita masa lalu, dimana ia mengikuti sekelompok gengster yang ia pikir akan menguntungkannya.
'Janji konyol' pekik Yoongi dalam hati.
"Kau tahu akibatnya kalau kau keluar dari tim ini."
Yoongi memandang ketuanya kesal. Ia ingin sekali melarikan diri dari mereka namun semakin jauh ia berlari, semakin dekat mereka menghancurkan apa yang ia cintai.
'Keluar sama dengan mati'
Ikrar yang tanpa pikir panjang Yoongi ucapkan kala itu. Ia tidak tahu dampaknya akan sebesar ini. Sampai mereka berkali-kali meneror ke rumahnya.
"Kau adalah alat kami Yoongi. Ingat itu!" Ucap si ketua sambil berjalan keluar melewatinya.
Yoongi tidak bisa membantah kala mereka memerintahkannya untuk mencuri lagi. Jika ia menolak maka ia akan habis oleh mereka, atau lebih parahnya Jungkook dan Seokjin juga kena imbas.
Tempat itu mulai sepi, semua anggotanya keluar dari markas mereka. Yoongi yang sudah tidak tahan mendekat kearah tong sampah di depan.
DRAK!!
"IKRAR SIALAN!"
To be continued...
Ga seru gaada sicklitnya:(
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjuangan Seorang Kakak
FanfictionSeokjin yang hanya hidup bertiga dengan dua adiknya. Tanpa orang tua Bahkan menjadi tulang punggung keluarga. Seokjin juga seorang pelajar yang menyambung hidupnya sebagai pekerja keras tulang punggung keluarga. Bukan hanya memikul kewajibannya se...