36

934 154 23
                                    

"Loh Kookie kenapa menangis?" Tanya Seokjin ketika Jungkook tiba dengan mata sembab dan memeluk Namjoon erat. Ia merentangkan tangannya dan Namjoon menyerahkan Jungkook.

"Hyungie.. tadi ada orang jahat.."

Seokjin nampak heran.

"Ada wanita yang mengaku Eommanya, lalu ia mencoba membawa Jungkook."

Seokjin menatap Jungkook yang masih menunduk. Ia memeluk adiknya kuat.

"Ani, dia sudah tidak ada. Tenang saja, ada Joonie Hyung, Jin Hyung dan Ugi Hyung yang akan menjagamu."

Jungkook mengangguk lalu nerbaring diatas kaki Seokjin. Ia tersedu dengan mata tertutup.

"Uri Kookie pasti lelah ya.." Seokjin mengusap punggung sang adik sangat nyaman sampai membuatnya tertidur.

"Namjoon."

"Wae?"

"Dia, wanita tadi.. dia memang Eomma Jungkook."

Namjoon terkejut. Jadi tadi ia mengusir ibu kandung Seokjin?

"Wajar Jungkook tidak mengenalnya. Dia sudah meninggalkan kami selama 2 tahun lebih."

Tangan Seokjin beralih mengelus kepala Jungkook. Sengaja agar ia tidak mendengar percakapan mereka.

"Dia memutuskan untuk keluar kota mencari uang untuk kami karena Appa sudah meninggal waktu itu. Tapi dia tidak pernah memberi kabar atau memberi uang untuk kami bertiga. Sekarang kau tahu alasan kenapa aku terus bekerja."

Namjoon diam mendengarkan. Ia ikut duduk di ranjang Seokjin.

"Aku pikir dia akan melupakan kami, ternyata tidak. Dia hanya melupakan aku."

"Maksudmu?"

"Aku bertemu dengannya di restoran tempatku bekerja, ia menjatuhkan barangnya tapi ketika aku membantu. Dia sama sekali tidak mengenalku."

Namjoon terluka mendengar cerita Seokjin. Namun sedetik kemudian Seokjin tersenyum menatapnya.

"Syukurlah dia tidak melupakan Jungkook."

Namjoon mengepal kuat. Ia tidak habis pikir pada wanita yang mengaku sebagai ibu tapi selama itu tidak pernah kembali bahkan melupakan wajah anaknya.

"Mereka berdua bisa tinggal dengannya. Aku jadi tenang kalau suatu saat--"

"Obrolanmu tidak penting. Kau akan bersama mereka selamanya sampai Jungkook dewasa. Dengar Kim Seokjin?"

"Hmm. Aku paham."

Semoga saja, semoga aku bisa.

"Yoongi akan mendonorkan sumsum tulang belakangnya untukmu."

"Kau menyuruhnya!?" Kaget Seokjin sedetik kemudian menutup mulutnya karena ingat Jungkook yang baru saja tertidur.

"Dia yang mau melakukannya sendiri."

"Kau yang mengatakan sakitku?"

"Jangan salahkan Namjoon Hyung."

Yoongi yang semula tidur pun kini bangun dan membantah. Ia berjalan mendekati Seokjin.

"Kau tidak perlu melakukannya, Yoon."

"Lalu siapa kalau bukan aku? Jangan egois, bukan hanya Hyung yang ingin berjuang untuk aku dan Jungkook, tapi kami juga."

Seokjin menunduk "Kalian masih muda harus tetap sehat."

"Hyung tidak perlu khawatir, pedonor akan baik-baik saja. Hanya sakit beberapa hari dan sumsum tulang akan pulih."

Yoongi mulai mendapatkan cahayanya kembali.

"Justru Hyung yang harus menjaga diri dan bersiap-siap untuk menjalani pengobatannya."

"Hyung tidak mau membuat semua usahamu sia-sia. Penyakit ini tidak akan sembuh semudah itu."

"Seokjin jangan psimis. Apa kau tidak mau terus bersama kami?"

Seokjin menggeleng. Ia ingin hidup lebih lama.

"Kau harus percaya bahwa semua penyakit akan ada obatnya."

Seokjin hanya tersenyum mengakhiri obrolan, ia yang tahu bagaimana kondisi tubuhnya tapi ia dipaksa agar tetap kuat di hadapan semua orang.







...





Malam hari Seokjin gelisah dalam tidurnya. Ia memukul dadanya berulang dengan harap rasa sesaknya berkurang. Mulutnya terbuka meraup oksigen sebanyak mungkin namun yang ia dapat justru udara hampa.

Namjoon dan Jungkook sudah pulang sementara Yoongi memaka untuk menjaganya padahal besok ia juga harus bekerja.

Ia tidak terpikir untuk membangunkan Yoongi yang tidur lelap atau memencet tombol darurat. Biasanya ia akan baik-baik saja ketika menenangkan diri sendirian, menarik nafas perlahan atau merubah posisi yang lebih nyaman, namun semua hal itu percuma. Malam ini rasa sesak menyerangnya dengan brutal.

Dalam hati ia putus asa, ia yakin kalau orang-orang terdekatnya tahu. Pasti mereka akan membiarkan Seokjin menyerah. Melihat bagaimana ia terus berjuang sendirian pasti mereka semua ikut terluka.u

Pintu terbuka, seorang perawat yang biasa mengunjungi tiap malam datang. Seokjin bersyukur ia tidak perlu berteriak minta tolong.

"Hei? Anda baik-baik saja?" Tanya wanita itu menggenggam tangan Seokjin mencoba menghentikan gerakan tersebut.

"J-janganh.. berisik.. hah.. hah..." ucap Seokjin susah payah sambil memberi isyarat dengan melirik Yoongi yang masih tertidur.

"Tahan sebentar, jangan di pukul," ucapnya seraya pergi keluar sambil berlari.

"Hah.. hah.. se-sakh..."

Seokjin menagan sesak yang lama-lama menimbulkan sakit di dada. Ia meremas spreinya menyalurkan rasa sakit.

Pintu terbuka lagi, perawat tadi datang bersama dokter membawa oksigen portabel. Dengan cekatan perawat itu menahan tangan Seokjin agar berhenti meremas dadanya.

Oksigen terpasang rapi tapi Seokjin tetap kesulitan bernapas. Ia bergerak gelisah diatas ranjang dengan mengi yang nyaring terdengar.

"Tahan sebentar sakitnya akan hilang."

Seokjin menutup katanya erat, giginya menggigit satu sama lain dengan dada yang naik turun tak beraturan. Ia terus bertingkah tidak nyaman selama setengah jam.

"Kita harus memeriksa paru-parumu juga. Aku menduga kalau kau mempunyai banyak flek. Kau merokok?"

Seokjin menggeleng.

Ia hanya mantan pekerja malam yang tiap hari bersahabat dengan udara dingin dan asap rokok setiap hari.

Dokter itu membuka kancing baju Seokjin menempelkan stetoskop dinginnya ke beberapa tempat, mengintrupsi agar Seokjin bernafas lagi.

"Ah.. sejak kapan?"

"Apa?" Tanya Seokjin heran.

"Kau mengetahui kalau kau terkena kanker?"

"2 tahun lalu. Setelah Appa meninggal dengan penyakit yang sama."

Dokter itu nampak putus asa. Ia memasanga kembali kancingnya.

"Selama itu kau menahan semuanya?"

Seokjin mengangguk.

"Mungkin orang lain akan mati setelah 20 bulan pertama tanpa pengobatan."

Seokjin memalingkan wajahnya. Ia tahu umurnya tidak akan lama, ia hanya beruntung dapat bertahan sejauh ini.

"Kau akan sembuh. Semua orang berdoa dan berusaha untukmu. Jangan biarkan mereka bersedih."

Ucap dokter itu lalu pergi meninggalkan Seokji.

"Kenapa bukan mereka yang mebiarkanku untuk menyerah?"










To be continued...

Aku mah semangat🤩 readersnya yg ga semangat😔

Perjuangan Seorang KakakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang