Ia tidak peduli dengan sekolahnya lagi sekarang. Namjoon sudah merasa dirinya pintar, ia disana hanya untuk mendapatkan ijazah, bukan menuntut ilmu. Siapapun bisa mencapai ilmu apapun yang ia mau dari pengalaman, buku, internet, dan orang lain yang ia kenal.
Ia rasa menjadi orang yang bermanfaat jauh lebih baik daripada orang yang
Pintar.Ia punya sahabat yang jauh lebih mengerti dirinya, tidak menganggap bahwa ia orang yang kaya dan pintar. Ia hanya tahu bahwa Namjoon adalah temannya. Itulah yang ia yakini sebagai bentuk ketulusan.
Namjoon pun begitu, ia tulus ingin membantu dan menjalin hubungan dengan Seokjin. Ia mendapat kehangatan dari lelaki tersebut, keluarga yang tak pernah ia rasa kehadirannya, ia rasakan ketika berada bersama Seokjin.
Ia pun demikian, ia ingin menjadi orang yang selalu ada untuk sahabatnya.
Dihadapannya Seokjin duduk di headboard, wajahnya semakin putih karena pucat. Bibirnya hampir membiru.
Kepalanya menggeleng kala Namjoon menyuapi sesendok makanan ketiga kali.
"Kau baru makan tiga suap. Ayo makan lagi."
"Tidak Joon. Aku mual."
Namjoon langsung menyodorkan ember stainless dihadapan Seokjin, makanan yang sebelumnya masuk harus keluar lagi.
"Sudah ya jangan dipaksa, perutmu sakit nanti," ucap Namjoon ketika Seokjin terus muntah padahal semua makanannya sudah keluat.
"Perutku.. masih mual.."
Namjoon mengerti, ia mengurut tengkuk Seokjin memberi kenyamanan. Seokjin masih terus muntah sampai hanya sebuah cairan kuning yang keluar.
Efek kemo dan radioterapi selain melemahkan sel kanker tapi juga penderitanya sendiri. Ia harus merasakan efek yang cukup membuatnya dan Namjoon kesusahan.
Seokjin nampak meringis, ia membungkuk memeluk perutnya yang kram.
"Apa perutmu sakit?" Khawatirnya. Seokjin mengangguk. Namjoon langsung membaringkan Seokjin perlahan. Ia dengan telaten mengambil kain hangat yang selalu disediakan di nakas, untuk menyeka keringat Seokjin atau jaga-jaga jika suhu tubuhnya mendadak tinggi atau terlalu rendah.
Tangannya masuk kedalam baju Seokjin, meletakkan kain hangat diatas perutnya yang mengempis cekung karena sulit makan.
"Ungh.. terimakasih."
Seokjin menikmati sentuhan lembutnya walau dahinya berkerut menahan nyeri.
"Seokjin aku tahu kau bosan mendengarnya tapi kumohon bersabarlah, aku tidak akan meninggalkanmu sendirian," ucapnya sambil menahan tangis.
Seokjin mebuka matanya sedikit "Harusnya aku yang berterimakasih padamu. Aku harap aku bisa membalasnya kelak."
Namjoon menggeleng "Tidak, kau cukup sembuh dan hidup dengan baik itu lebih dari sebuah balasan bagiku."
Seokjin lelah ia tak kuasa menahan rasa kantuk, perawat Namjoon benar-benar membuatnya lebih baik.
...
Yoongi ingin menyangkal semua yang dikatakan Sihye kala itu. Ia tahu bahwa Namjoon baik pada mereka apalagi pasa Seokjin, ia pikir semua yang diperbuat hanya beralasan bahwa Seokjin sahabatnya dan ia orang kaya yang butuh perhatian keluarga. Sampai sekarang ia pun enggan berbicara dengan Sihye.
Nyatanya, Namjoon dan Seokjin berpacaran. Hal itu membuat Yoongi terus kepikiran. Ia tidak ingin percaya namun kenapa semuanya terasa benar?
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjuangan Seorang Kakak
FanfictionSeokjin yang hanya hidup bertiga dengan dua adiknya. Tanpa orang tua Bahkan menjadi tulang punggung keluarga. Seokjin juga seorang pelajar yang menyambung hidupnya sebagai pekerja keras tulang punggung keluarga. Bukan hanya memikul kewajibannya se...