26

1K 144 24
                                    

Suasana pagi sudag riuh olegempat orang lelaki dalam satu rumah. Padahal ini hari libur tapi sepertinya ada sesuatu yang membuat mereka bersemangat.

Kehadiran Namjoon tentu memberi warna baru bagi mereka. Jungkook adalah satu-satunya anggota keluarga yang menyukai kedatangannya. Sementara Seokjin kesal karena sang adik justru lebih memilih disuapi oleh pria itu.

"Hyung yang masak tapi kau memilih di suapi oleh dia. Kalau begitu mending aku menyuapi Yoongichi saja. Aaaa..."

Yoongi menjauh "Hyung, itu menggelikan.'

Sementara Jungkook dan Namjoon tertawa karena kecemburuan Seokjin pada mereka. Diam-diam Jungkook meraih sendok dan mengambil satu suapan untuk ia beri pada seseorang.

Seokjin yang melihatnya percaya diri bahwa Jungkook akan menyuapinya. Ia sudah menutup mata dan membuka mulut lebar-lebar.

"Joonie Hyung aa..."

Seokjin langsung berdecak kesal "Hya.. apa sekarang kau lebih menyayangi Namjoon?"

Jungkook mengangguk "Suruh siapa Hyung semalam tidur terus, Kookie mau main sama hyung."

"Eh? Hehe mian.. entah kenala kasurnya semalam terasa lebih empuk."

Alasan yang cukup bagus untuk mengelabuhi anak kecil.

"Pokoknya hari ini Hyungie harus belikan Kookie ais krim."

"Baiklah baiklah."

"Belinya 2."

"Itu terlalu banyak!"

"Ya sudah kalau Hyungie tidak mau. Kookie akan bermain dengan Joonie Hyung saja."

Seokjin mencoba tersenyum walau dalam hati merasa dongkol. Kecil-kecil sudah pandai mengancam, pikirnya.

"Ne ne nanti Hyung belikan," dasar anak-anak.

Yoongi diam tidak ikut bergabung salam gurauan mereka. Tiba-tiba ia bergerak dan pergi dari meja makan menimbulkan tanda tanya bagi mereka bertiga. Mereka hanya mengikuti kemana perginya Yoongi, ia menuju kamarnya dan menutup pintu. Awalnya Seokjin ingin menyusul tapi tidak lama pintu itu terbuka lagi.

Yoongi menuju tempatnya tadi tapi dengan tangan yang membawa sesuatu.

Ia duduk kembali di kursi dan meletakkan sebuah Map diatas meja. Seokjin langsung meraihnya.

"Ini apa?"

"Aku ditawari untuk menjadi model."

"HA?" Teriak mereka serentak.

"Kau jadi model?" Heran Seokjin sambil menahan tawa. Membayangkan sang adik yang kaku harus berpose di depan kamera sangat lucu rasanya.

"Hyung jangan mengejek.." rengeknya.

"Bukankah Yoongi tampan?" Ucap Namjoon jujur. Baru kali ini ia mengakui ketampanan seseorang.

"Bayarannya lumayan tinggi. Kalau aku menerimanya Jin Hyung tidak perlu bekerja dan cukup menjadi managerku saja."

Mendengar alasan itu Seokjin jadi terdiam. Ia menaruh kembali kertasnya kedalam map dan mulai memandang Yoongi dengan serius.

"Kalau begitu kau tidak perlu menjadi model."

"Lho? Kenapa?"

"Hyung tidak mau alasanmu karena aku, hyung ingin kau melakukan sesuatu yang kau sukai. Bukan karena ingin membantu mencari uang. Tugasmu adalah belajar."

"Aku menyukainya karena dengan begitu aku bisa membantumu. Melihat Hyung terus bekerja membuatku bersedih, aku merasa bahwa aku membebanimu Hyung. Apa boleh aku juga ikut membantumu?"

Seokjin terpaku mendengarnya. Ia pikir dengan menanggung semua bebannya sendiri, Yoongi akan senang dan bahagia namun nyatanya Yoongi juga merasa sedih. Ia jadi kecewa pada dirinya sendiri.

"Kookie juga!!! Kookie mau bantu Hyungie!"

"Eh?"

Seokjin kaget si bayi justru ikut-ikut padahal ia yakin kalau Jungkook tidak mengerti dengan topik pembicaraannya.

"Kookie bantu Hyung dari rumah, bisa?"

Halis Jungkook langsung bertaut semangat sambil mengepalkan kedua tangannya bahkan kilat api dari mata bulatnya pun bisa terlihat.

"Iya!!"

"Bagaimana Hyung?" Tanya Yoongi.

"Apa kau lebih senang kalau Hyung berkata tidak?"

Yoongi tersenyum "Tentu aku senang kalau Hyung bilang iya!"

"Kau sudah tahu jawabannya."

Yoongi senang. Ekspresi bahagianya terpancar jelas membuat Seokjin yakin bahwa pilihannya sudah tepat. Ia memandang ketiga orang yang kini menjadi pegangannya dalam menjalani hidup, rasanya ia ingin terus berada diantara mereka.

"Kalau begitu besok kita bisa kesana ya Hyung."

"Baiklah. Hyung harus menemui Ken Hyung dulu untuk berpamitan."

Mereka semua mengangguk membiarkan Seokjin pergi keluar.





...




Seokjin adalah orang yang beruntung menemukan manusia baik disekitarnya. Ia rasa tuhan cukup mengerti penderitaan hidup yang ia jalani sehingga ia mengutus orang-orang baik agar berada disisinya.

"Maaf Ken Hyung."

"Aish tidak usah dipikirkan."

Pemilik restoran yang bijak dan rendah hati membuat Seokjin terkagum. Ia datang ke tempat ini berniat untuk pamitan pada atasannya, walau ia bekerja belum sampai 2 bulan tapi ia banyak mengambil hari libur.

Ia datang dengan sopan, sudah menduga kemungknan buruknya tapi justru Ken memyambutnya dengan hangat, mengajaknya duduk bersama dengan segelas susu hangat.

"Aku pamit Hyung. Terimakasih atas semuanya."

"Eh tunggu!" Cegahnya sebelum Seokjin beranjak dari kursi. Ia menghitung beberapa lembar uang dari dalam sakunya.

"Ini, gaji mu bulan ini."

Seokjn ragu menerima uluran itu, tapi tangan Ken langsung menarik Seokjin meletalkan uang tersebut di telapaknya.

"Ini gajimu dalam sebulan kehadiran. Terimalah, ini kewajiban sebagai orang yang merekrutmu."

"Terimakasih banyak hyung!"

"Sama-sama. Semoga kau lekas sehat ya?"

"Umm! Terimakasih doanya. Aku akan selalu mendoakan Hyung agar bahagia."

Seokjin lalu menunduk 90 derajat lalu pergi dengan wajah yang lega.

"Chagi, aku akan menambah apa kau mau juga?"

"Boleh."

Suara itu terdengar dari meja depan yang sebentar lagi Seokjin akan melewatinya. Ia ingin menoleh namun kepalanya tidak sanggup untuk mengetahui wajahnya.

Sampai sebuah dompet terjatuh disana. Seokjin reflek mengambilnya diatas lantai.

Ia memberikannya, tanpa sadar kini wajah mereka saling bertemu beberapq detik.

"Terimakasih.." ucapnya lalu mengambil dompet tadi dan berjalan menuju kasir.

Seokjin diam, namun ia mengerti arti dari pertemuan mereka. Ia melangkah pergi dengan wajah datarnya.












To be cotinued...

Sebenernya ini buku ga angst angst banget

Perjuangan Seorang KakakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang