i'm scared of my house - anis.

24 6 0
                                    

Kaki yang menjuntai, dan kepala yang mengadah ke arah biru kelam malam dengan percikan kartika menambah kesan damai. Rintik air mata mulai mengalir di atas pipi kasarnya. Dan tangannya menggengam sebuah belati yang siap menembus kulit kasar  nan 'buruk' itu, yang selalu Anis tutupi dengan balutan kain baju bekas miliknya yang seakan terlihat seperti manset. Bahkan Anis dipanggil untuk datang ke ruang konseling tentang manset yang ia kenakan.

"Ayolah Anis." Wanita paruh baya yang mendiami ruang konseling melihat risih kearah manset urak-urakan buatan belinda. "Ini bukan musim dingin, apa kau tidak merasa kepanasan menggunkannya?"

"Tidak." Balas Anis singkat, tanpa tau di dalam dirinya ia harus mendengar tuduh menuduh.

"Setidaknya atau bukankah lebih baik kau menggunakan seragam musim dingin sekolah kita?"

"Aku tidak tahu bahwa itu boleh di gunakan jika tidak dalam musim dingin." Tutur Anis menundukkan pandangannya. "Apa terlihat buruk memakai ini?" Sambung Anis kemudian melirik ke arah manset buatannya itu.

"Aku akan mengizinkanmu menggunakan seragam musim dingin jika kau berikan alasan mengapa kau menutup tanganmu itu."

"Apa kau melukai dirimu sendiri?" Tambah wanita itu.

"Kumohon, bawa aku pergi." Lirih Anis. Cucuran air mata semakin menderas, namun kedua sudut bibirnya perlahan bergerak naik.

***

Sepasang kentang seukuran manusia normal kini duduk di hadapan belinda menikmati makanan mereka masing-masing, begitu pun dengan sebuah kentang lainnya yang terlihat lebih kecil menatap belinda dengan tatapan yang belinda sama sekali tak mengerti.

"Siapa kalian? Mengapa kalian datang dan menggantikan posisi keluargaku?" Lirih Anis melirik sejenak kedua netra masing-masing kentang yang kini berada di rumahnya.

"Apa maksudmu? Kami memang keluargamu." Jawab kentang dengan surai panjang yang menghiasi bagian atasnya.

"Aku bukan bagian dari kalian!! Pergi kalian dari rumahku!!" Bentak Anis dengan sedikit mendorong meja yang ada di depannya kemudian berlari kekamarnya.

"Ini pasti mimpi!" Satu tamparan mendarat di pipinya karena ulah tangannya sendiri yang mencoba membangunkan dirinya dari mimpi buruk ini.

Sementara itu, suara langkah kaki semakin terdengar jelas di telinga Anis. Anis pun berlari menuju pintu kamar dan dengan cepat menutup lalu menguncinya.

Ganggang pintu tertarik kebawah menandakan seseorang di balik pintu sedang berusaha membukanya.

"Pergi kalian!! Jangan ganggu aku!" Teriak Anis berulang kali dan berhenti setelah ganggang pintu kembali pada posisi normalnya.

Prang!!

Benturan antara sebuah kerikil dengan jendela kamarnya berhasil mengalihkan perhatiannya.  Anis berjalan kearah asal suara dan mendapati Ying di bawah sana.

Dari bawah sana, Ying memanggil Anis untuk turun ke bawah dengan gerakan tangannya. Sayangnya Anis hanya menggelengkan kepalanya pelan."Apa yang kau lakukan di sini Ying?" Batin Anis.

Dari atas Anis dapat melihat Ying berjalan menuju pintu utama rumahnya. "A-apa yang kau lakukan Ying."

Selang beberapa menit, panggilan dari anak blasteran Indonesia dengan negara tirai bambu itu terdengar.

"Anis! Ini aku." Panggil Ying dari balik pintu. Namun ia sama sekali tidak mendapat respon dari Anis.

"Anis! Hanya aku disini." Panggil Ying lagi, baru setelahnya pintu terbuka dan menampakkan Anis di dalamnya.

Ying yang hendak menyapa terpaksa menutup mulutnya kembali karena Anis menariknya dengan cepat masuk ke kamarnya."Kau tidak apa-apa, Ying?"

"Aku baik-baik saja, orang tuamu sangat ramah tadi." Lirih Ying sembari merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.

"Orang tuaku?" Mendengar ucapan Ying, Anis lantas berlari turun kebawah menemui orang tuanya itu.

"Apa-apaan dia, mengapa dia terlihat seperti sudah berpisah lama dengan orang tuanya." Batin Ying menggeleng-gelengkan kepalanya.

***

Setelah sampai di bawah, Anis mengedarkan pandangannya dan memanggil kedua orang tuanya.

"Anis? Ada apa?"

Suara sang ibu yang sangat ia rindukan terdengar, bersamaan dengan aroma khas sang ibu. Anis lantas berbalik dan mendekapnya.

Namun saat hendak melihat wajah indah sang ibu, badannya melemas dan dengan cepat terjatuh, yang berada di hadapannya bukannlah sang ibu, melainkan  makhluk kentang bersurai panjang.

"Tidak! kau bukan ibu ku." Anis menggeleng dan mundur perlahan menjauh.

Ying yang menyusul kebawah dan telah sampai pada anak tangga terakhir dengan cepat berlari ke arah Anis dan segera membawanya keluar kemudian membantu membantu Anis masuk kedalam mobil bersama dengan sopirnya.

Dari balik jendela, kedua netra memerhatikan kepergian Anis. Perlahan netranya berair dan membiarkannya mengalir.

***

Setelah beberapa jam berada di kediaman Ying dengan mata yang tertutup karena menagis, Anis akhirnya membuka kedua matanya. Aroma makanan yang sudah tidak asing baginya atau bahkan ia tahu betul makanan apa yang berhasil masuk ke dalam indra penciumannya, sup krim kentang!

Anis lantas melecutkan badannya, dan  benar saja. Sebuah  mangkuk berisi sup krim kentang sudah tersedia di samping tempatnya berbaring disusul dengan sosok Ying yang berjalan kearahnya. "Kau sudah bangun?"

"Apa kau tidak melihat kedua mata ku terbuka sempurna?" Ujar Anis dan memincingkan mata kearah Ying. "Dan bisakah kau menjauh kan sup krim kentang itu." Sambung Anis memasang wajah tak suka kemudian memperbaiki posisinya dengan sandaran.

"Apa yang sebenarnya terjadi, Anis?" Tanya Ying mengabaikan permintaan Anis kemudian  mengambil kursi di samping ranjang lalu memposisikannya agar berhadapan dengan Anis.

"Makhluk? Menapa kau memanggil orang tuamu sebagai makhluk?" Sambung Ying penasaran.

"Apa kau sedang meledekku? Bagaiamana bisa sebuah kentang bersurai dan tanpa mata adalah orang tuaku?" Ujar Anis sedikit meninggikan suaranya.

"Kentang? Harusnya aku yang bertanya mengapa kau melihat orang tua mu sebagai kentang?" Ying benar-benar dibuat bingung oleh Anis, bagaimana bisa Anis berbicara seperti itu. Padahal menurut Ying orang tua Anis sangat ramah.

Ying lantas mengambil mangkuk berisi sup krim kentang, memisahkan potongan kentang kemudian mengangkatnya. "Makan ini!"

"Apa-apaan kau, aku tidak suka makan kentang dan aku alergi dengan kentang!" Anis menepis pelan tangan Ying.

"Kau alergi kentang? Sejak kapan? Mengapa aku tidak tau tentang itu?"

"Sejak kecil kau tau! Memangnya kau siapa? Kenapa aku harus memberitahu semua tentang hidupku?" Ketus Anis.

Faktanya, Ying adalah sahabat dekat Anis. Namun memang sikap Anis  kadang menggenggam kadang juga melepas, begitu kata Ying.

Ying mengambil nafas dalam kemudian mengeluarkannnya, tak peduli dengan Anis yang menatapnya aneh.

"Terakhir kau bertemu denganku dan pernah bercerita bahwa kau sangat takut tinggal dirumah mu dan ingin menumpang denganku." Ying menjeda perkataannya membiarkan Anis mengingatnya.

"Lalu sekarang kau mengatakan bahwa orang tua mu adalah mahkluk kentang?" Sambung Ying dengan menekankan perkataannya pada dua kata terakhir.

Anis terdiam beberapa saat setelah Ying berhenti berbicara dan sekarang kedua tangannya ia angkat menutupi wajahnya. "Aku sangat takut berada di rumah. Tidak ada keharmonisan di dalamnya. Mereka terlihat ramah di luar namun akan menyeramkan saat berada di rumah."

***

Satu bulan telah berlalu, Anis kembali ke rumah. Disambut gembira oleh anggota rumah meski Anis tahu setelah ia menginjakkan kaki ke dalam rumah, suasana akan berubah.

Satu hal yang akan selalu Anis ingat adalah, kau harus bisa mengatasi masalah itu, bukannya tenggelam di dalamnya.

Tamat

Perjalanan Menuju DewasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang