"Jadi saya bisa dapat surat rekomendasi sekolah dari Bapak?" Jihan berujar antusias.Kepala sekolah mengangguk. "Iya, kamu juga harus wakili sekolah lomba dimana-mana ya!"
" ... "
_30 lomba ... Kurang membanggakan ya?_
Selesai berbincang, Jihan keluar dari ruangan kepala sekolah. Urusan seperti ini, harusnya didampingi orang tua. Namun, Jihan rasa ini tidak perlu karena ini hanya hal sepele yang dirinya sendiri pun bisa mengerti.
"Lho? Jihan!" panggil Bu Susi sembari menghampiri Jihan dengan larian centil khasnya.
Bu Susi memberikan setumpuk kardus berisi Samir. "Ini Samir yang sudah kamu buat kemarin, kamu juga yang satuin dengan pitanya ya!"
"Oiya uang talang kamu kemarin berapa ya? Empat ratus kan? Nanti kapan-kapan ambil aja di Ibu," ucap Bu Susi buru-buru. Seharusnya, urusan ini dipenggal oleh anaknya, Aisa, yang merupakan ketua panitia seksi perlengkapan. Namun, biarlah, daripada urusan menjadi panjang dan ribet, lebih baik Jihan terima saja meskipun harus memakan waktu istirahatnya.
Sambil membawa Samir itu, Jihan jadi berpikir bagaimana harus bilang pada orang tuanya mengenai 400 ribu rupiah yang Jihan pinjam dari mereka, baru bisa kembali dalam kurun waktu 2 Minggu lagi.
Jihan jadi agak lega saat melihat teman-temannya sedang bercerita disekitar lab IPA. Setidaknya, hanya itu tempat berbagi cerita yang Jihan punya saat ini dan itu sudah cukup membuat Jihan senang dan sangat bersyukur. Ia meminta pada Tuhan agar teman-teman selalu diberi kebahagiaan seperti saat teman-temannya memberinya kebahagiaan.
"Gausah ajak Jihan nongkrong lah."
Jihan hampir saja melangkah masuk ke lab IPA jika saja ia tidak mendengar itu. Didalam, ada sahabatnya, Andrea dan Adia serta beberapa cewek dari kelas sebelah.
"Emang kenapa?" tanya salah satu cewek disana.
"Nanti doinya Andrea CLBK sama Jihan lah," jawab Adia ketus.
"Eh Adia, tapi bentar lagi Ujian semester. Ntar Jihan jadi pelit jawaban gimana?" Andrea menepuk bahu Adia cukup keras sehingga Adia ikut panik dibuatnya.
"Alah! Ntar tinggal jauhin bentar, nanti juga dia balik baik lagi."
°°°
"Menurutku, kamu emang lebih baik sama Raika aja sih daripada Jihan."
Jihan tersenyum kecut dibalik tembok itu.
"Raika lebih cantik, kalau yang sono cuma menang otak, Raika juga bisa pinter kali kalau disemangatin belajar," lanjut cowok dengan rambut yang diikat dengan karet itu.
Jihan menjadi sedikit penasaran dengan jawaban Jan, cowok yang selama ini ia kagumi—yang benar-benar membuat Jihan menghabiskan masa mudanya untuk memikirkan cowok itu saja.
"Siapa juga yang mau sama Jihan?"
°°°
Jihan melepas sepatunya. Seperti biasa, ia langsung menyusun sepatunya di rak sepatu dan mencuci tangannya di wastafel depan rumah seperti yang selalu Ibunya ajarkan dulu.
"Aku pulang," ujar Jihan sembari melihat sepatu milik Ibunya. Ahirnya Ibunya pulang setelah dinas malam. Ibunya akan berangkat pukul 22.00 dan pulang pukul 12.00.
Jihan sudah tak sabar untuk menyapa Ibunya dan memberitahu bahwa kepala sekolah bersedia memberikan surat rekomendasi sekolah.
"Buk? Yah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjalanan Menuju Dewasa
Short Story❝ topeng orang dewasa disebut 'pengalaman' ❞ - walter benjamin