Orang bijak pernah berkata manusia hidup untuk menjadi versi terbaik dari dirinya. Setiap fase yang dilalui akan menjadi sebuah proses yang berarti. Dan yang namanya manusia, hidupnya tidak luput dari masalah. Katanya, masalah hadir sebagai pembentuk kedewasaan dirimu. Kata yang lain, masalah yang diberikan Tuhan tidak akan melewati batas kemampuan umatnya. Tetapi, jika masalah yang datang terlalu bertubi-tubi seolah tiada habisnya, harus berbuat apa? Mereka bilang, “Jangan terus mengeluh. Mengeluh tidak akan menyelesaikan masalah. Jadi, cepat bereskan masalahmu.” Mudah saja berkata demikian sebab mereka tidak mengerti apa yang kurasakan. Buruknya lagi, mereka tidak mau memahami dan mungkin tidak pernah merasakan apa yang kurasakan.
Ada yang pernah berkata bahwa sesungguhnya sebuah masalah hadir agar seseorang mampu tumbuh sebagai manusia dewasa pada umumnya. Pada umumnya itu seperti apa? Bekerja hingga larut malam, menabung uang yang diperoleh, berkeluarga hingga memiliki anak cucu lalu mati layaknya garis akhir kehidupan manusia. Itukah fase hidup manusia? Baiklah, jika itu jawabannya. Pertanyaanku, bagaimana jika berada di fase quarter life crisis? Secara usia, bisa dibilang aku sudah dewasa. Tetapi, kenapa hidupku menyedihkan? Katakan, aku manusia tak tahu bersyukur. Aku akan mengalah, setidaknya dengarkan aku dulu. Keberuntungan jarang berpihak padaku. Di usia hampir menginjak 25 tahun, aku masih menyandang status pengangguran. Status ini tampaknya jatuh cinta pada diriku dan memaksa diri ini untuk tunduk padanya. Sialnya, aku tidak memiliki cukup kekuatan untuk mengekangnya. Seluruh teman seumuranku sudah menapaki fase baru. Ada yang menikah dan memiliki buah hati yang sedang lucu-lucunya, ada yang bekerja di perusahaan bergengsi dengan pakaian terbaik dan ada yang sukses dalam pilihan hidupnya, entah itu bekerja sesuai passion atau berbisnis. Sedangkan aku? Ah, mungkin aku ini termasuk golongan sampah masyarakat. Bekerja? Ditolak sana sini plus aku tidak punya orang dalam. Berbisnis? Aku tidak memiliki sepeser uang untuk modal. Aku juga sudah tidak punya muka untuk mengemis pada orang tuaku. Menikah? Keturunanku akan diberi apa jika ibunya seperti keledai dungu, ditambah lagi, kekasihku bersikap dingin lantaran dirinya lebih mencintai pekerjaannya. Yah, aku tidak dapat protes banyak. Wajar saja. Mungkin dia malu memiliki kekasih tak berguna seperti diri ini.
Berbicara tentang orang tua, entahlah. Aku tidak mampu memahami mereka. Terkadang, mereka menghiburku dan membiarkanku menentukan pilihan hidupku sendiri. Terkadang lagi, mereka menginterogasi dan menginginkan aku menjadi yang terbaik. Memberikan berbagai penawaran tetapi tidak sepenuhnya memberikan dukungan. Selalu setengah-setengah. Begitulah mereka. Walau begitu, aku tidak pernah marah kepada mereka. Sejelek-jeleknya mereka, mereka tetap orang tuaku. Mereka bersusah payah memenuhi segala kebutuhan hidupku. Hasilnya? Aku seperti anak durhaka yang tak mampu membalas kebaikan mereka.
Sialan. Brengsek. Goddamnit
***
Jarum jam sudah menunjukkan tengah malam, tetapi pojok kamar itu masih menyala terang. Ya, itu kamarku. Sosok lusuh dengan rambut acak-acakan dan muka kucel itu diriku. Beberapa sampah bekas makanan instan dan gelas kopi kosong kubiarkan bergeletak di lantai. Biasanya, ibu akan datang ke kamar dan langsung memarahiku. Tetapi, hari ini terasa sunyi dan dingin. Mereka tengah pergi dinas ke luar kota dan baru akan kembali besok. Sementara aku, melakukan rutinitas, menenggelamkan diri dalam cahaya laptop. Entah sudah berapa jam aku memelototi benda berlayar itu. Seluruh tubuhku remuk, tetapi aku tidak ingin beristirahat. Jari gendut itu sibuk menggeser-geser mouse sementara matanya yang selalu ingin terpejam itu memaksa sadar, membaca satu demi satu surel masuk.
Email 1
Kepada Sdri Eva. Kami telah meninjau lamaran anda dan mohon maaf anda belum dapat diterima. Kami berharap….“Sial.”
Email 2
Dear Ms Eva, We impress with your application but unfortunately, we can not process your application due to increase number of applicant. We will keep your data…
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjalanan Menuju Dewasa
Short Story❝ topeng orang dewasa disebut 'pengalaman' ❞ - walter benjamin