People come and go. Entah quote dari siapa dan dari mana asalnya. Yang jelas banyak orang-orang dari gen Z dan millenial yakin akan quote tersebut pada pertemanan yang mereka jalanin. Berbeda dengan generasi sebelumnya, yang menganggap harus mempertahankan pertemanan sampai kapan pun.
Begitu pula dengan kakak beradik yang menjadi penganut seperti itu, biarkanlah mereka datang dan pergi di dunia nyata hanya mengikat pertemanan di sosmed sudah cukup. Manusia datang dan pergi karena pasti ada mimpi yang lebih ingin mereka kejar. Berbeda dengan kedua orang
"Dek, jadi ngikut reuni nggak? Kalo iya Mas Farid anterin." Tawar Farid pada sosok perempuan yang mengenakan baju pink dan celana oren.
"Nggak, Mas." Jawab Khansa dengan ekspresi datar.
"Penganut quotes people come and go,ya. Bukan yang mempertahankan tali silaturahmi di dunia nyata, ya udah deh terserah." Farid mencibir pada Khansa yang yang masih menampakkan ekspresi datar. Lalu memakai jaket parka warna abu.
"Emang mas nggak kuliah pas itu? Atau ada kepentingan lain?" Khansa mencoba memastikan apakah jadwal mereka bertabrakan atau tidak.
"Cuma jadwal pagi aja jam setengah 8 sampe 10. Nggak usah takut ngerepotin kali ah nggak aja jadwal apa-apa, sekalian aku bayarin deh." Bujuk Farid hampir pasrah untuk mengajaknya berangkat reuni. Farid langsung menaiki motornya dan segera melesat menuju perpustakaan daerah.
Jika bukan karena orang tua yang menyuruhnya agak Khansa mengikuti reuni, Farid tidak akan membujuk adeknya terus menerus. Ini semuanya gegara adiknya yang keceplosan saat ditanyai ibunya ada agenda apa saja bulan ini. Daripada memikirkan hal yang sepertinya sia-sia lebih baik fokus mengendarai motornya.
"Khansa bisa beliin ibu gula." Pinta ibunya berteriak dari dapur, yang dipanggil segera datang.
Ibu memberikan uang yang Khansa kira akan kembalian, segera Khansa keluar untuk membeli gula karena di luar sudah mendung dari tadi.
"Eh Khansa mau main sama Jia ya?" tanya Bude Ratri dengan penuh antusias.
"Eh nggak bude, cuma mau beli gula aja."
"Oh kirain main sama Jia." Celetuk Bude Ratri sambil mengambilkan gula.
Apakah semua pertemanan harus dipertahankan agar mudah meraih sesuatu? Pikir Khansa dalam otaknya saat Bude Ratri. Apakah jalur orang dalam di mana pun itu pasti lolos? Bukannya lebih baik mengandalkan diri sendiri dulu?
"Ayo donk main-main sama Jia kasian dia sering ndekem di kamar." Pinta Bude Ratri. Khansa hanya tersenyum sebelum membalasnya dengan kata-kata andalan.
"Kapan-kapan aja ya bude." Lalu menggaruk kepalanya dan merasa canggung.
"Ya udah deh, ke sini jangan cuma beli doang. Tuh temenmu ajak main." Pinta Bude Ratri pada Khansa sebelum pulang.
"Kok agak lama sih?" Interupsi ibu yang melihat anaknya baru pulang.
Khansa tersenyum. "Anu itu Bude Ratri ngajak ngobrol." jawabnya jujur.
"Ngobrol apaan?"
"Biasalah diminta ngajak Jia--"
"Main keluar, dasar ya anak jaman sekarang lebih suka menyendiri daripada bersosialisasi. Dunia nggak cuma di sosmed doang ya, mumpung masih muda eksplor dunia nyata." Omel ibu pada Khansa yang sudah mengerti pertanyaan apa yang ditanyakan oleh kakak kelasnya dulu Ratri.
"Iya sana itu mumpung ada reuni ikut, jarang-jarang lho bisa ketemu. Jangan cuma lewat sosmed mulu silahturahmi tuh. Biar kerasa manfaatnya." Sahut bapak yang tiba-tiba muncul dari kamar.
Khansa hanya bergeming dengan posisi badan berdiri agak membungkuk dan menunduk di tengah-tengah dapur, sepertinya bapak dan ibu akan melampiaskan emosinya dengan menghakimi Khansa habis-habisan.
Ibu mengambil gula yang plastiknya masih digenggam Khansa. "Mumpung masih muda muda lho, Nduk. Soalnya dunia nyata ya gitu makin ke sini makin susah."
Khansa memilih diam daripada membuka mulut, percuma semua akan jadi salah jika lawan bicaramu sedang dalam keadaan lelah. Karena Khansa lelah berdirinya, memilih duduk di kursi makan. Jujur Khansa malas di dalam dunia nyata, kecuali teman-teman SMA yang satu frekuensi. Omelan dari bapak dan ibu saling sahut-sahutan tak Khansa gubris, jujur dia muak jika muak dengan nasehat-nasehat semacam ini. Yang ada dipikirannya hanyalah segera saja sesi omelan ini selesai dan segera memegang gawainya untuk beramah tamah di dunia maya.
"Bapak obengnya mana?" Tiba-tiba Farid muncul dengan bertanya tentang masalah obeng.
"Owh itu, ada di lemari luar bagian bawah." Jawab bapak menunjuk lemari luar.
"Owwh di situ." Balas Farid lalu berjalan mengambil obeng.
Keadaan hening sejenak dan Khansa memilih untuk masuk ke kamar mencoret-coret abstrak di gawainya melampiaskan kekesalannya. Sudah final Khansa tidak ingin mengikuti reuni, lantaran kesal pada masa lalu bersama mereka yang seringkali di-bully. Rasanya ingin cepat melupakan masa lalu tapi rasanya mustahil. Kenangan itu akan selalu ada sampai engkau dewasa kelak dan menjadi guru terbaik.
Tamat
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjalanan Menuju Dewasa
Short Story❝ topeng orang dewasa disebut 'pengalaman' ❞ - walter benjamin