sincere - naomy

30 10 1
                                    

Mentari pagi terbit seolah tersenyum cerah, menjadi sambutan untuk awal hari. Tampak menyembul malu-malu dari ufuk timur, hingga sinar hangatnya sampai dan menembus dari celah-celah gorden. Membuat sedikit gangguan pada mataku yang terpejam nyenyak, menyuruhnya untuk terbuka. Perlahan aku membuka mata, lalu melihat jam dinding untuk memastikan waktu. Ah, ternyata sudah pukul enam.

Dengan malas, aku beranjak dari tempat tidur. Berjalan perlahan lalu membuka gorden. Cahayanya sedikit membuat mataku sedikit menyipit, cahaya pagi menerpa wajahku. Segera aku membereskan tempat tidurku yang seperti kapal pecah, lalu mengambil handuk dan pergi melakukan ritual pagi.

Tak butuh waktu lama untuk membersihkan diri, hanya lima belas menit. Setelahnya aku mengambil seragam sekolah dari lemari dan segera memakainya. Mepersiapkan buku? sudah beres. Sekarang aku hanya tinggal merapihkan rambut sebahu ku dengan sisir, dan memoles sedikit wajahku dengan bedak. Setelah semua selesai, aku turun kebawah untuk sarapan.

Aroma sedap memasuki indra penciumanku, tampak ibu ku sedang masak sesuatu didapur. Perlahan aku menghampirinya, langsung aku memeluk Ibu. Beliau sedikit terperanjat karena terkejut akan pelukan tiba-tiba yang kuberikan. Menoleh, beliau mendapati bahwa akulah yang memeluknya. Lantas, Ibu terkekeh pelan, keterkejutannya mereda.

"Good morning, mom."

"Good morning too, dear." Beliau sedang memasak untuk sarapan seperti biasanya. Aku membantunya sedikit dengan menata meja makan.

"Nah ayo duduk." Ibu meletakan sarapannya dimeja lalu mengajak ku untuk duduk.

Sarapan dengan khidmat seperti biasanya. Ibu memasak nasi goreng, yah itu kesukaan ku juga. "Hari ini katanya ada ulangan ya? Ulangan apa?" tanya Ibu tiba-tiba disela-sela makan.

"Oh hanya ulangan harian, Ibu tahu darimana?" tanyaku heran.

"Ya pasti dari Alby dong." Huft ... tidak heran. Alby itu tetangga ku, apalagi kami satu sekolah, sudah pasti ibu tahu.

Setelah sarapan sarapan selesai dengan cepat aku memakai sepatu. Takut terlambat. "Semuanya udah? Ngga ada yang ketinggalan?" tanya ibu memastikan.

"Ngga ada. Aku berangkat dulu ya bu." Aku pun berpamitan dengan ibu. Oh ya, aku hanya tinggal dengan ibu, ayah kami sudah tiada. Dan sebenarnya aku memiliki seorang adik yang berbeda lima tahun dari ku. Saat itu ayahku sedang membawa adikku jalan-jalan menggunakan mobil, saat hedak pulang, mereka tertabrak mobil yang dimana pengendaranya sedang mabuk. Huft ... oke, itu kejadian sekitar enam tahun lalu. Aku tidak mau menangis ketika mengingatnya lagi.

Saat aku menutup gerbang halaman rumah, aku berpapasan dengan Alby. Ya, dia teman sekelasku.

"Good morning, Naomy." sapanya dengan lembut.

Aku terkekeh mendengar sapaanya. "Good morning too, Al." Alby Fernanda atau sering ku sapa 'Al' aku bertemu dengannya saat masih kelas sepuluh. Saat itu dia murid baru, dan kebetulan bertetangga dengan ku. Dari situlah aku akrab dengannya. Sampai sekarang menjadi sahabat.

Kami berjalan beriringan, aku selalu agak gugup ketika bersamanya. Aku akui ia tampan. Tak jarang ia selalu ditembak oleh perempuan yang menyukai dirinya. Dan satu hal, aku menyukainya. Aku takut jika aku menyatakan perasaanku, ia akan menjauh. Maka dari itu, aku menyimpan perasaan ini sampai kami kelas dua belas sekarang.

"Hei kamu gapapa? Kamu ngelamun?"

"Hah?" Oh astaga aku tidak sadar aku melamun. Ku lihat Alby, dia menatapku dengan sedikit khawatir.

"I-iya aku gapapa, maaf."

"Iya. Oh ya udah ngerjain tugas inggris?"
"Udah dong."

"Tumben ngerjain?"

Perjalanan Menuju DewasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang