SIAP, PAK SUAMI! [END ] ✓

[25] SIAP, PAK SUAMI!

DilDil update lagi ygy :')
Bantu promosiin cerita ini dong guyss!

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

________________________________________________________
Selamat membaca 🦋

Sepulang dari sekolah Indry seperti biasa langsung rebahan santuy di dalam kamarnya, tanpa berniat untuk mengganti seragam sekolahnya terlebih dahulu. Dia menonton film dari layar laptopnya dengan posisi terlentang.

Drrtt ... Drrttt

"Assalamualaikum, besti," ucap seseorang dari seberang sana.

"Waalaikumsalam. Kunaon?" jawabnya to the point. Ia menggerutu kesal karna sahabatnya-Lia mengganggunya yang sedang fokus menonton film drakor. Ditambah lagi ia gagal melihat adegan kiss dari film tersebut.

"Gue cuman mau bilang kalo hujan di sini deras banget. Trus juga hujannya kenceng, sampe-sampe gue hampir kebawa angin."

Indry memutar bola matanya jengah. Jadi, Lia menelfonnya hanya karna ingin memberitahu hal tersebut. Kalau tau begini, Indry lebih memilih untuk tidak mengangkat telfon dari sahabatnya itu.

"Gue gak nanya," kata Indry dengan ketus. Kemudian, ia melihat ke luar jendela. Suasana hari ini tampak cerah, dan tidak ada tanda-tanda akan ada hujan.

Terdengar kekehan Lia dari dalam telfon. "Ketus amat, neng. Belum dikasih jatah sama, Pak Alvin ya?"

"Dih, sialan lo! Udah ah, gue tutup ya telfonnya. Gue mau lanjutin nonton drakor bay-"

"Eh-eh bentar napa, gue masih pengen cerita."

Gadis itu menghela nafasnya kasar. "Yaudah, buruan! Dari tadi pembahasan lo nggak penting-penting amat dah!"

"Di sini kok panas banget ya?" katanya, dengan nada yang seolah-olah tengah bertanya.

"Lah, tadi bukannya lo bilang lagi hujan ya? Kok malah panas sih?"

Lia mengangguk, walaupun Indry tidak akan melihatnya. "Iya, soalnya mataharinya turun."

Indry memposisikan badannya menjadi duduk dan bersandar di kepala ranjang. "Jangan ngadi-ngadi lu!"

"Enggak kok. Lo mau liat? Gue kirim fotonya nih, bentar ya."

"Mana, buruan."

Ting!

Indry membelalakkan kedua matanya. Ia mencoba menahan amarahnya untuk tidak mengumpati sahabatnya itu. "Bangke lo ya! Lo kayaknya udah gak waras deh, perlu dibawa ke psikolog. Eh, enggak! Dibawa ke rumah sakit jiwa aja biar gampang!"