#21. Sayang kak Rian

10 3 0
                                    

Setelah pulang dari rumah sakit Anara langsung pergi ke rumah Rian tapi begitu sampai di sana Bunda bilang kalau Rian sedang di bermain futsal di salah satu gedung olahraga dekat komplek. Bunda memberitahu lokasinya jadi Anara langsung saja menyusul ke sana.

Begitu melihat Rian yang sedang berdiri di pinggir lapangan, Anara langsung berlari dan memeluk Rian dari belakang dengan erat. Laki-laki itu tau kalau orang yang memeluknya adalah Anara, Rian hafal bau parfum Anara.

"Ada apa hm? Kangen aku?" Ucapnya sambil memutar Anara agar mereka bisa berhadapan.

"Aku sayang kak Rian!" Ungkapnya sambil mencium bibir Rian.

"Main cium-cium aja," Rian mencoel hidung mancung Anara, membuat sang empu tersenyum begitu lebar sambil menunjukan mata bulan sabitnya.

"Mau lagi?" Tawarnya.

"Suka sama bibir aku hm?"

"Iya sukak!" Anara menunjukan rentetan gigi putih rapihnya.

"Ulululu" Rian menempelkan keningnya dan kening Anara lalu menggesekan hidung keduanya. Membuat sedikit jarak agar mata keduanya bisa saling bertatapan.

Cup

Rian mencium Anara dengan kilat, lalu di lanjut dengan lumatan-lumatan kecil. Keduanya begitu hayut dalam rasa masing-masing tanpa melihat keadaan sekitar.

"Woi! Kalau mau bucin liat keadaan dulu dong!"

"DI DUNIA INI GUE SERASA NGONTRAK PREN!"

"Panas banget ga sih? Coba lo bawa AC ke lapangan Zi"

"Weh Anara udah ga suci itu bibirnya woi!!"

Teman-teman Rian sudah berteriak ngamuk di belakang sana, siap mengamuk Rian yang seenaknya pacaran di tempat umum.

"Heh lol kalo pacaran di tempat yg estetik dikit kek, lo juga Anara mau aja meluk si Rian yang bau ketek mbah dukun," ucap Zion memarahi keduanya.

"Kak Zi... kak Rian itu wangi," Anara malah sengaja mencium pipi dan bibir Rian. "Tuh wangi lohhh" Zion yang melihat ekspresi Anara malah jadi gemas sendiri.

"Lo punya saudara kembar ga sih?? Kalau punya jodohin aja dah sama gue,"

"Anara putri bungsu nya Daddy sama Mommy, ga punya adik. Adanya kakak,"

"Perempuan?" Anara menggeleng.

"Laki-laki, namanya kak Arya,"

"Sorry Ra gue ga tertarik homo'an kaya si Rian,"

"Kak Rian homo?" Anara ini polos nyerempet datar ga sih?

"Kalau aku homo, aku gaakan tertarik sama kamu Ra,"

"Hehe iya juga ya?" Anara tertawa renyah. Out door membuat senyuman Anara semakin manis dan Anara terlihat cantik.

Seharian ini Anara tak ingin lepas dari Rian, ia selalu di bayang-bayangi omongan Arya soal membuat Rian membenci dirinya. Bagaimana ia bisa melihat tatapan kebencian Rian? Bisakah Anara menatap mata itu? Bisakah Anara menerima kebencian Rian? Pertanyaan-pertanyaan itu terus menghantui Anara. Namun Anara pun sadar, hal itu harus ia lakukan agar mimpi Anara tak jadi kenyataan.

"Kamu kenapa?" Rian tiba-tiba melihat Anara murung, padahal dari tadi gadisnya terus tersenyum dan tertawa. Masa iya murung cuma gara-gara Rian tinggal ngambil handphone di kamar?

"Gapapa kak, oh iya Yummy ndusel-ndusel ke aku terus loh! Kangen sama kak Rian kayanya,"

"Iya kakak juga kangen sama kucing imut itu,"

"Mau main ke rumah ga?"

"Tapi ini udah sore,"

Tiba-tiba Bunda datang dari belakang dengan pakaian rapihnya. "Yuk ke rumah Anara, Bunda dah rapih nih," Anara dan Rian menatap pada Riasya.

"Emang Bunda di ajak?"

"Durhaka maneh kana kolot!" Anara hanya cekikikan saat mendengar nada bicara Bunda.

"Ih Bunda Rian mah nang becanda doang, ai Bunda mah di bawa serius da, teu asik pisan,"

"Serah maneh weh! Yuk Anara kita ke rumah kamu, gausah ajak-ajak si Rian Rian eta pokok na mah!" Riasya langsung saja menarik Anara menuju mobilnya meninggalkan Rian yang sedang termangu di tempat.

"BUNDA TUNGGU RIAN ATUH!"

"EMANG KAMU DI AJAK?!" Teriak Riasya dari bagasi.

****

Riasya begitu tak sabar untuk bertemu dengan teman lamanya, ia pun ingin membicarakan soal Rian dan Anara bersama Yusan dan Arin.

"Asalamualaikum," ketiga orang itu memasuki rumah Aryunanyaz.

"Waalaikum-salam... Riasya!"

"Arin!" Kedua ibu muda itu berpelukan, menyalurkan rasa rindu yang menggebu, yang mereka tabung selama 16 tahun lamanya.

Setelah puas menyalurkan rasa rindu, mereka pun melirik kedua remaja yang tengah menatap kedua ibunya.

"Anara bawa Rian ke atas sana, ajak nonton film, masak, karokean, atau apa kek," Anara menurut, lalu membawa Rian menuju lantai tiga rumahnya.

Arin mengajak Riasya untuk duduk di taman belakang dengan pemandangan bunga mawar putih dan mawar merah yang bersandingan.

"Mas Yusan kemana Rin?"

"Masih di kantor, bilangnya jam lima juga pulang,"

"Oh gitu... oh iya Rin, lo udah liat kedekatan Anara sama Rian?" Arin mengangguk paham, ia tau arah pembicaraan Riasya.

"Tau kok! Mereka cocok ya?" Arin mengangguk.

"Cocok banget!"

"Rin gimana kalau kita-"

"Biar aja mereka ngejalanin dulu, toh kalau putra tunggal kamu serius sama Anara, tinggal ngelamar aja ke rumah," Arin bukannya gamau nerima ajak kan baik teman lamanya, namun Riasya pasti bakalan kecewa kalau mengetahui kondisi putrinya saat ini. Ia hanya tak ingin memberi harapan kepada Riasya.

"Apa kamu keberatan Anara dekat sama Rian?" Riasya sebenarnya ragu untuk bertanya, namun kegusaran wajah Arin mendoronya untuk menanyakan hal tersebut.

"Aku malah seneng Anara bisa ketemu sama Rian, Anara jadi lebih banyak senyum dan bisa menikmati kehidupannya berkat Rian,"

"Memangnya selama ini Anara kenapa? Kenapa dia ga nikmatin kehidupannya?"

"Putri ku itu gila belajar Sya, dia bisa ngabisin semua waktu nya cuma buat belajar. Ga heran kalau sekarang bisa aja dia loncat kelas jadi sekelas sama Rian,"

"Anara spesial banget!"

"Itu semua karna ambisinya mas Yusan. Mas Yusan pengen anaknya punya jiwa sosial yang tinggi dan memiliki ilmu yang luas serta bisa membagi kan ilmu itu ke orang yang membutuhkan,"

"Bukannya itu bagus?"

"Tapi karna itu Anara jadi gak punya temen, Anara juga ga pernah mau bergaul dan punya pacar. Tapi sejak bertemu Rian, Anara memiliki teman dan mau bergaul. Karna itu aku bersyukur mereka bisa bertemu kembali,"

"Aku takut kamu dan Yusan keberatan dengan hubungan Anara dan Rian,"

"Kenapa bilang kaya gitu? Aku dan mas Yusan malah menyambut baik Rian,"

"Anak kamu selalu punya tempat di rumah ini dan keluarga ini. Anak mas Yudha adalah anak ku juga Riasya," lanjut Arin.

"Terimakasih Arin."

Impian Untuk RianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang