Hubungan Arya dan Naira mulai membaik, Arya sudah mulai merubah kebiasaan buruknya walaupun sedikit-sedikit. Semua butuh proses bukan?
Karna pengumuman libur telah di sampai kan jumat kemarin, jadi Hari ini Arya, Naira, Anara, dan Rian pergi menuju Bali untuk liburan. Arya dan Naira meminta untuk membawa tugas kuliah mereka ke sana, kedua nya sama-sama mempersingkat masa kuliah nya.
Di pesawat Rian terlihat gelisah, Anara tau kalau Rian fobia ketinggian. Anara menggengam tangan Rian erat, mengisyaratkan 'tenang aja, ada aku.' Rian pun mulai tenang di tempatnya, tak terlalu merasakan kegelisahan.
Rian sengaja tak tidur tadi malam agar bisa tidur di sepanjang perjalanan. Dan benar saja Rian sudah tertidur walaupun sesekali ia panik karna pesawat mengalami guncangan akibat angin atau pun awan. Namun akhirnya mereka pun sampai di Bali, langsung menuju rumah keluarga Arin.
"Asalamualaikum Ommah!" Teriak Anara saat di pintu utama. Kalau di sini bisa di bilang wajar kalau teriak-teriak karna luas rumah kedua lansia itu bukan luas saja tapi juga di sertai mewah dan megah.
"Anara?" Wanita paruh baya itu menuruni anak tangga dengan hati-hati. Langsung di seguhi pemandangan kedua cucunya yang masing-masing membawa pasangan.
"Arya tolong bantu Ommah," wanita itu sudah berusia 75 tahun, usia yang tak lagi muda. Dengan sigap Arya membantu sang nenek menuruni sisa anak tangga.
"Kalian ada perlu apa kalian ke sini? Bawa pasangan pula,"
"Kalau Anara sih cuma mau healing, kalau kakak ada perlu sama calon mertuanya di sini,"
"Arya kamu mau menikah?"
"Iya Ommah, ini namanya Naira calon istri Arya," Naira langsung menyalimi tangan sang Ommah lalu memberikan senyuman termanisnya.
"Kamu ga mau kenalin calon kamu ke Ommah Anara?"
"Oh iya Ommah ini kenalin nama nya kak Rian," Rian menyalimi tangan Ommah Anara dengan senyuman manisnya.
"Kamu pelengkap Anara," gunam Lestari. Namun bisa di dengar ke empatnya.
"Maksud Ommah gimana?" Tanya Rian heran.
"Lesung kamu." Rian menunjuk lesung pada pipi kirinya. Tak lama Anara tersenyum begitu lebar hingga menunjukan lesung pada sisi kanan juga mata bulan sabitnya.
"Bisa gitu," ucap Arya yang sudah mengerti maksud Ommahnya.
"Kok kita ga sadar ya kak?"
"Aku juga gatau." Ucap Rian sambil menggaruk tengkuk nya yang tak gatal.
Setelah cukup lama mengobrol di ruang tamu, Anara dan Rian di titah untuk masuk ke kamar masing-masing, sedang kan Arya dan Naira di tahan di sana untuk di introgasi oleh Lestari.
"Kak nanti langsung keluar kamar lagi oke? Aku mau nunjukin sesuatu." Rian hanya menurut saja.
Setelah menaruh koper masing-masing di kamar, Rian dan Anara keluar dari kamar mereka yang bersebelahan. Anara mengajak Rian ke belakang rumah yang terdapat pantai beserta pemandangannya yang sangat indah.
"Padahal kita ga liat laut di sepanjang perjalanan tadi," memang benar adanya. Di sepanjang perjalanan menuju rumah nenek Anara, mereka sama sekali tak melihat laut, tapi kenapa ada pantai di belakang rumah neneknya Anara? Sebuah tanda tanya besar.
"Karna laut ini terhalang sama rumah-rumah yang berdempetan. Ommah juga sengaja bikin rumah di sini karna pemandangan lautnya yang indah banget." Rian hanya mungut-mungut saja menanggapinya.
"Mau berenang di sana?" Ajak Anara sambil menunjuk laut berwarna hijau jernih. "Di sana lautnya ga dalam, ombaknya juga pas buat berenang. Terumbu karangnya bagus loh! Ikan-ikannya juga warna warni,"
"Ayo kita berenang!!" Rian dan Anara berlari menuju kamar mereka dan segera mengganti baju. Berenang berdua di bawah sinar matahari yang ga begitu terik.
Tanpa Rian ketahui ternyata Anara membawa handphonenya yang telah di lapisi plastik khusus agar tak kemasukan air. Mereka merekam kegiatan mereka, merekam juga keindahan bawah laut. Berfoto ria sambil menikmati air laut yang dingin tapi segar. Kegiatan keduanya di tutup dengan berlarian di pantai dengan perekam vidio yang masih menyala.
"Cape?" Tanya Rian pada Anara yang ngos-ngosan.
"Banget! Tapi seru!!" Rian tertawa melihat ekspresi Anara. Gadis itu sangat imut! Rian jadi gemas sendiri.
Anara melihat handphonenya dan tertawa begitu saja. "Ternyata perekamnya masih nyala, aku lupa matiin," Rian ikut tertawa. Karna lelah mereka pun terduduk begitu saja di pasir putih itu.
"Lautnya cantik banget ya kak!" Ucap Anara sambil menatap lekat laut jernih di hadapannya.
"Iya cantik," ucap Rian sambil menatap lekat Anara.
"Kak Rian..." panggil Anara sambil bersender pada Rian yang duduk dengan melipat kakinya.
"Hm..." jawabnya dengan deheman.
"Apa yang bakalan kak Rian lakuin kalau hari ini adalah hari terakhir kita bareng-bareng kaya gini?"
"Hal itu gaakan terjadi Anara, aku gaakan lepas kamu, gaakan biarin kamu pergi kemana pun. Kamu akan aku perjuangin terus walau pun kamu sendiri nolak kehadiran aku,"
"Kak... ada satu hal yang bisa misahin kita berdua," Rian beralih menatap Anara, lebih lekat dari yang tadi.
"Kematian..." lirih Anara. Rian terdiam, ia melihat tatapan sendu dari gadisnya.
"Aku akan jagain kamu terus Ra, maut itu ga bisa renggut kamu dari aku. Dan kalau iya, aku gak bakalan sama perempuan lain. Aku janji sama kamu Anara, kamu adalah cinta pertama aku sebagai laki-laki juga cinta terakhir aku. Kalau ga sama kamu berarti gaakan pernah terjadi apapun,"
"Termasuk nikah?"
"Aku maksa untuk terus sama kamu! Kalau aku berencana buat punya keluarga yang lebih indah dari keluarga aku, ya pasti bakalan aku wujud-in sama kamu,"
"Kenapa harus aku?"
"Karna kamu dunia yang nyaman untuk aku tempati,"
"Kak... berenti anggap aku dunia kamu, karna nyatanya aku cuma penghuni dari dunia yang kamu buat,"
"Kenapa nanyain hal yang ga perlu kaya gini sih? Kita bakalan bareng-bareng terus! Trust me please!"
"I trust you!" Mereka berjalan memasuki rumah mewah nan megah milik keluarga Arin. Mandi dan mengganti pakaian menjadi piama, lalu turun dan makan bersama di meja makan.
Anara melihat sosok yang belum ia temui sedari sampai di sore ini. "Oppah!!" Anara berlari lalu memeluk laki-laki berdarah jepang itu.
Arata akihiko adalah sosok yang terkenal garang, tegas, dan disiplin. Dengan melihat wajahnya saja orang akan bergetar ketakutan.
Arata membalas pelukan cucu bungsu keluarganya, Anara sudah tumbuh besar dan telah menjadi cantik yang juga pintar. "Apa kabar cantik?" Tanya nya dengan suara barintonnya.
"Anara baik kok! Kemarin Granpa ke rumah Anara loh! Kok Oppah sama Ommah ga ke rumah Anara juga?" Tanya nya dengan nada sedikit kecewa. Nenek dan kakek dari kedua orang tuanya tak pernah datang berkunjung bersamaan.
"Harusnya kita juga berkunjung ke sana, tapi Ommah kamu itu jatuh sakit. Jadi aku meminta Mommy mu untuk mengirim kalian ke sini,"
"Oppah tau? Granpa waktu berkunjung cuma sebentar, dia juga terlalu posesif ke Anara, sama kaya kak Arya!" Arya yang namanya di sebut pun langsung terbatuk karna sedang mengunyah makanan.
"Wajar saja, kamu itu tuan putri tercantik sedunia, kalau kamu kenapa-kenapa dunia pasti akan murung," ucap Arata sambil mencolek hidung mancung cucunya. Anara tertawa kecil, lalu memeluk Arata dengan erat.
"Anara sayang Oppah Arata Akihiko." Anara sangat menyayangi keluarganya.
"Kamu ga sayang Ommah?" Anara menghampiri Lestari lalu memeluk wanita paruh baya itu.
"Anara juga sayang Ommah Lestari Yusriani abigel."
Sedewasa apapun umur Anara, ia tetap hanya seorang balita yang baru bisa melangkah di mata keluarganya. Anara akan terus terlihat seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Impian Untuk Rian
Teen Fiction❝Kak Rian?❞ gadis bermanik hitam pekat itu menatap Rian dengan penuh tanda tanya. wajah cantik nan memikatnya menunggu jawaban dari Rian, ia yang masih memikirkan jawaban yang tepat untuk gadisnya. *•••••℘℘℘••••* ❝Hai kak Rian!❞...