#4. Anara?

17 5 0
                                    

"Ri ayolah keluar," Janu sedang berusaha membujuk Rian agar mau nongkrong dengan dirinya dan Zion namun Rian sedari tadi tak beranjak dari kasur king size-nya. Ia galau karna tak kunjung di hubungi Anara, padahal hari ini sudah memasuki weekend. Di sisa weekdays kemarin pun ia hanya bertemu sekali di kantin sekolah, hanya mendapat sapaan dari gadisnya.

Janu menyunggingkan senyum, ia mendapatkan ide cermelang agar Rian mau ikut dengannya. Sedikit berbisik pada Rian. "Siapa tau kan lo ketemu Anara di jalan terus bisa lo culik selama weekend," detik itu juga Rian langsung masuk ke dalam kamar mandi untuk berganti pakaian.

Janu dengan lepis biru muda yang di padukan dengan sweater abu-abu juga sepatu putih, sedangkan Rian ia memakai jeans hitam dengan robekan pada bagian dengkul dan beberapa robekan kecil pada paha, baju dan topi berwarna senada.

"Lo mah mau ngelayat," Janu berbeda sekali hari ini. Ia sama sekali tak membawa hp khusus bermain game-nya juga aerphone yang akan menyumpal telinganya seperti biasa.

"Ribet!" Janu hanya berdecak kesal pada sepupunya itu.

****

"Kenapa lo?" Rian dan Janu di buat heran dengan raut wajah bule milik Zion.

"Gue putus,"

"Alhamdulillah," ucap Rian. Bersyukur atas putusnya Zion dengan Inoia. Gadis itu membawa dampak buruk untuk temannya.

"Akhirnya lo putus juga sama tu cewe matre," Janu pun turut mensyukurinya.

"Kok kalian gitu sih bestie.. padahal aku kan lagi galau,"

"Simpenan lo banyak Zi, di masing-masing kelas seengganya lo punya 1 gebetan. Si inoia bukan cewe satu-satunya," nasehati Janu pada Zion. Rian hanya terkekeh saat melihat raut wajah Zion yang sangat galau.

"Gimana kabar hubungan lo sama si Anara?" Tanya Zion sambil mengaduk minumannya asal.

"Kok lo tau? Gue belum cerita,"

"Lo kok bego sih?" Zion sangat heran pada Rian yang mendadak kaya orang tolol.

"Lo lupa Ri sama kejadian waktu di kelas? Yang lo bawa Anara ke kelas kita," Rian memutar ingatannya ke arah sana, mencoba flashback ceritanya.

"Uhm gue inget,"

"Semua orang juga bisa nebak kalau lo sama Anara punya hubungan, toh lo nunjukin secara terang-terangan," jelas Zion. Janu membiarkan otak Zion yang sedang encer untuk berbicara.

"Masa iya?" Laki-laki blasteran Norwegia-inggris itu geram.

"Lo pikir deh. Pertama lo ga pernah deket sama cewe, terlebih ini lo duluan yang ngedeketin. Kedua lo bersikap spesial di pertama ketemu sama dia. Ketiga lo posesif sama dia, segala hal yang nyangkut tentang dia lo pasti pengen tau sampe lo bela-belain main ke rumah gue cuma buat tanya-tanya sama Ersya. Kurang jelas dari mana lagi RIAN...." Zion kesal bukan main.

"Oh," sesimple itu tanggapan Rian terhadap penjelasan Zion yang sepanjang jalan kenangan ia bersama sang mantan.

"RIAN ANJING, NGAJAK RIBUT?" intonasinya meninggi. Bukannya merasa bersalah, Rian dengan Janu malah tertawa ngakak hingga hampir terjungkal.

"Bangsat!" Teman keduanya marah saat ini.

Tanpa mempedulikan Zion, Janu malah membahas hal lain pada Rian. "Tumben lo ga turun ke jalan beberapa hari ini,"

"Gue mau berenti, lo silahkan gantiin gue. Gue mau lengser,"

"Sok sok an lengser," cibir Zion yang masih dalam mode ngambek, namun tak dapat respon dari kedua temannya.

Impian Untuk RianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang