#31. Pasar malam

9 3 0
                                    

Saat sekolah tadi Rian mengajaknya untuk keluar malam ini, katanya mau ngajak Anara refresing. Anara menyetujuinya. Jadi sepulang les hari ini ia akan langsung bersiap.

***

Gadis cantik bermanik hitam itu pulang dengan wajah ceria yang menutupi rasa lelahnya. Melihat keluarga yang sangat menyayangi dirinya di ruang tamu, sedang sama-sama menunggu kepulangan Anara.

"Asalamualaikum,"

"Waalaikumsalam." jawab orang-orang rumah.

"Gimana hari ini? Cape ga?" Tanya Yusan pada putri kecilnya.

"Engga kok Dad!"

"Laper?" Tanya Arin.

"Engga Mom,"

"Jangan kecapean ya sayang-" ucapan Yusan terjeda kala Anara mendahuluinya.

"Iya Daddy sayang, yaudah Anara ke kamar dulu." Langsung saja ia menaiki tangga menuju kamarnya.

"Jangan terlalu mengekang Anara sayang, dia masih terlalu kecil untuk mengerti apa yang kamu maksud," peringati Arin kepada suaminya.

"Arya ke kamar." ucapnya datar lalu pergi.

Ada apa sebenarnya???

── ・ 。゚☆: *.🔐 .* :☆゚. ──

45 menit berlalu, Anara turun dengan setelan celana bahan coklat dan hoodie putih serta tas selempang berwarna hitam dan sepatu yang berwarna putih.

Rambut yang terurai indah, bergeleyar bebas kala angin menerpanya. Laki-laki berumur 48 tahun itu menatap kagum pada gadis lemah yang selalu berlaga kuat di hadapan dunia.

"Mau kemana sih? Cantik banget, wangi lagi," puji Yusan ketika melihat dirinya dalam versi wanita pada Anara.

"Malam selasa-an kali sayang," jawab Arin.

"Anara minta izin keluar ya Dad Mom?"

"Mau keluar sama siapa? Tumben mau keluar rumah jam segini," kepo banget sih ni sugar Daddy.

"Anara mau main sama Kak Rian,"

"Kamu ga cape? Abis pulang les 1 jam lalu terus sekarang mau keluar main," ucap Arin khawatir dengan kesehatan Anara.

"Engga kok Mom, tenang aja,"

Suara deruman motor yang memasuki pekarangannya, membuat Anara terburu-buru keluar rumah. Ini sebagai tanda terimakasih karna mau mengantarnya ke tempat les dan pulang ke rumah.

"Anara berangkat ya? Asalamulaikum,"

"Waalaikumsalam,"

Anara sedikit berlari menuju pintu utama rumahnya. Menemukan Rian yang sedang menunggunya sambil memainkan ponsel.

"Kita mau kemana?" Tanya Anara antusias.

"Ke sungai, mancing ikan lele. Atau mau ke laut aja? Siapa tau dapet paus,"

"Mending diem di solok kan depan rumah aja, banyak kok ikan kecil sama cebong sawah,"

"Seru banget pasti,"

"Iya kayanya,"

"Yok naik!" Anara naik ke jok motor Rian, memegang erat jaket kulit berwarna hitam milik Rian saat sang empu melajukan motornya.

Kota hujan terasa sangat hangat meski udaranya dingin menusuk kulit. Lampu-lampu jalanan yang mulai menyala, toko-toko dengan lampu kelap-kelipnya, dan kota hujan dengan segala rasa rindunya.

Berhentilah mereka di lapangan terbuka yang terisi dengan berbagai wahananya. Pasar malam!

"Ini tempat apa kak Rian? Sederhana tapi menarik!"

"Ini namanya pasar malam, biasanya sih cuma di singkat PM sama warga setempat,"

"Waw!" kagumnya.

Rian menggengam tangan kecil Anara, biar ga ilang katanya. Menyusuri setiap toko baju, aksesoris, sepatu, dan masih banyak lagi.

Bertemulah mereka dengan penjual gulali. "Kak Rian Anara mau beli itu dulu,"

"Ga boleh makan gulali nanti giginya sakit,"

"Kak Rian..." rengeknya.

"Canda sayang, ayo beli!" Rian merangkul lagi bahu kecil itu hingga menempel bak perangko.

"Pak mau gulalinya satu,"

"Buat si eneng ya?"

"Iya nih pak,"

"Makin manis aja dong si enengnya A,"

"Hahaha iya pak."

Gulali telah berada di tangan Anara, sambil berjalan santai, Rian sibuk menjauhkan Anara dari beberapa orang yang menatap Anara dengan tatapan intens.

"Mau mancing ikan?"

"Kak Rian yang mancing buat Anara!"

"Kok gitu?"

"Soalnya Anara ga bisa mancing,"

"Kak Rian ajarin deh,"

"Oke ayo!"

Rian memancing ikan-ikan di kolam renang anak-anak mandi di depan rumah. Mereka bersenang-senang dan menikmati kegiatan memancing ikan mainan itu.

Selanjutnya, mereka menaiki koresel, atau di sebut juga ferris Wheel mini. Rian membeli karcis lalu mengantri bersama Anara.

Menaiki gerbong bertuliskan angka 112. Mereka terus naik dan semakin naik hingga berada di puncak.

"Langitnya bagus, tapi sayang mendung," tiba-tiba angin berhembus dengan kencang, dan menerbangkan rambut panjang gadis itu.

Rian terpukau, hingga tak mengerjapkan mata birunya. Terus menatap Anara yang sedang melihat ke bawah dengan serius, terkadang juga menunjuk beberapa tempat yang membuatnya tertarik.

Koresel telah penuh, semua gerbong telah terisi. Kincir ria itu berputar dengan kecepatan yang lumayan kencang.

"Aaaaa!!!" teriak Anara dan orang-orang yang menaiki wahana tersebut.

── ・ 。゚☆: *.🔐 .* :☆゚. ──

"Seru banget kak Rian!"

"Anara seneng?"

"Banget!"

"Kapan-kapan kita balik lagi, mau?" Anara mengangguk antusias.

Mereka pulang jam 9 malam, Yusan yang melihat putrinya tersenyum sangat lebar pun terheran sendiri.

"Dek kamu pacaran sama Rian?" Tanya Arya.

"Entah."

"Anara pacaran sama Rian?" Arin pun turut menimbrung.

"Sejak kapan?" Yusan pun ikut-ikutan bertanya.

"Udah ih nanya nya, Anara ngantuk mau bobok cantik sambil guling-guling di kasur,"

"Kok gitu?" Arin mengerti gadis kecilnya sedang salah tingkah karna di tanyai terus.

"Gatau ah, aku mau ke kamar aja. Bye bye..."

── ・ 。゚☆: *.🔐 .* :☆゚. ──

Gadis pecinta bolu ketan hitam itu menatap langit-langit kamarnya. Memikirkan bagaimana bisa ia begitu dekat dengan Rian yang baru saja bertemu kemarin.

Anara merasa tak asing pada sosoknya, merasa telah mengenal Rian. Waktu terus berputar, makin lama pikiran Anara pun kian menjalar kemana-mana.

Ia bangkit, berdiri di depan jendela. Hujan mulai turun, merintik dan membasahi kota.

"Siapa pun dia di masa lampau, tolong izinkan aku mengukir kenangan bersamanya lagi. Jaga dia saat terlelap dan lindungi dia saat terancam, hatiku mencintainya dan merasa nyaman padanya. Semesta aku mengandalkan mu!" Hujan kian deras, Anara menutup jendela kamarnya. Berjalan menuju kasur lalu terlelap dengan pulas.

Impian Untuk RianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang