#49. Kritis

13 3 0
                                    

Rian mengusap rambut Anara pelan. "Cepet sembuh ya? Besok aku gak bisa ke sini, doain aku buat ujian lusa. Kak Rian sayang sama Anara." Rian mencium kening, pipi, serta bibir ranum Anara.

Rian keluar melewati pintu sambil melambai dengan senyuman manisnya, kedua lesung itu terlengkapi. Anara dengan lesung kanannya dan Rian dengan lesung kirinya.

Sepulangnya Rian, Anara memegang perut tempat ginjalnya berada. Sebenarnya sedari tadi ia sudah merasakan sakit itu, ia hanya berusaha terlihat baik di depan Rian. Nanda pasti akan memarahinya karna tak buru-buru mengabari.

Anara mencoba memencet tombol darurat di kamarnya, namun karna rasa sakitnya ia jadi hanya bisa meringkuk sambil merasakan rasa yang teramat menyiksanya.

"ANARA!" Nanda datang, tentu wajahnya panik bukan main.

Segera perempuan itu meneriksa kondisi Anara. "Suster tolong panggil dokter Wiliam segera!!"

"Kamu berlebihan kak," ucap Anara pelan sambil menitihkan air matanya.

"Diem Anara! Kamu tuh gak di ajak!!" Anara lantas terkekeh sambil memerhatikan Nanda yang berkutat memasang beberapa alat baru. Bisa-bisanya mereka malah melucu di tengah kepanikan.

"Jangan nutup mata oke?" Perintah Nanda.

"Maaf aku selalu repotin kakak dan kak Wili," Anara memandang Nanda dengan wajah bahagia bercampur sakit.

"ANARA TOLONG TETAP SADAR!"

"Maaf." Anara menutup matanya, dan bulu mata lentik itu terjatuh dengan beberapa genangan air di kelopak mata.

"SUSTER DIMANA DOKTER WILIAM? TOLONG SIAPKAN RUANG IGD SEKARANG!!!" Dengan tergesa Nanda mendorong bankar Anara menuju IGD dengan 3 suster lainnya.

Posisinya saat ini sebagai teman dan dokter pribadi Anara, di sepanjang koridor ia berdoa dengan beberapa butir air mata yang terjatuh.

"Kabari keluarganya, segera lakukan operasi dadakan untuk melihat kondisi ginjalnya. Tolong bantu aku untuk membersihkan daerah yang akan di operasi beserta alat-alatnya. Lakukanlah dengan cepat!!!"

Di luar Yusan, Arin, Arya, dan Naira menunggu dengan gelisah. Arin dan Yusan memang berada di luar ruangan Anara 30 menit yang lalu, namun Yusan menyarankan Arin menenangkan diri dengan sholat, sekalian memohon kesembuhan Anara kepada sang pencipta. Namun pihak rumah sakit malah menelfon dan memberitahu bahwa Anara di larikan ke IGD.

Sekitar 2 jam Nanda dan Wiliam juga beberapa suster di dalam, namun begitu keluar Yusan beserta keluarga tak kunjung mendapatkan kabar baik.

"Maaf pak Yusan," ungkap Wiliam sambil tertunduk.

"Ada apa Wiliam? Anara kenapa? Tolong jangan berbicara ambigu!" Tekan Yusan.

"Nanda tolong jelaskan keadaan Anara, jangan hanya diam dan menunduk!" Serkah Arya.

"Maafin aku, Anara sekarang koma. Setelah kami lihat langsung keadaan ginjalnya, beberapa fungsi ginjal sudah mati dan tak dapat melakukan tugasnya dengan baik. Hanya beberapa sel yang masih berfungsi meski tak sebaik biasanya,"

"Tolong priksa ginjal ku sekali lagi, aku Daddynya, Anara darah daging ku kenapa ginjal kami berdua tak bisa cocok???" Ucap Yusan dengan emosi.

"Sayangnya ginjal anda dan keluarga memang tak cocok dengan Anara, jika di paksakan pun hanya akan membuat Anara makin tersiksa," jelas Wiliam. Yusan berbalik dan meninju tembok di depannya hingga bergetar.

"Sayang tolong sabar, putri kita kuat. Kamu juga lihat kan bagaimana dia bisa bertahan dan terlihat baik selama ini? Tolong percayalah padanya... dia tidak akan tega meninggalkan kita di sini, dia tau kita sangat menyayanginya." Ucap Arin sambil menenangkan Yusan.

"Anara pasti bakalan baik-baik aja," ucap Naira.

"Aku sedikit khawatir, kemarin sewaktu aku datang dia langsung ngomong yang engga-engga. Nitipin Mommy, Daddy dan Rian. Dia juga bilang kalau aku yang paling kuat di antara yang kokoh jadi dia nitipin mereka sama aku," Naira mengusap punggung suami nya pelan.

"Banyak berdoa aja." Arya mengangguk.

Dengan pakaian khusus serta masker, Arin dan Yusan melihat Anara dengan keadaan yang memprihatinkan. Di sana mereka hanya bisa mendengar suara detak jantung anak mereka, hal ini sama seperti waktu pertama kali Arin datang ke Bidan dan di perdengarkan suara detak jantung Anara lewat layar monitor, Anara saat itu sedang meringkuk. Namun jika saat itu kedua insan itu merasakan senang, kini keadaan malah sebaliknya.

"Sayang capet sembuh, jangan siksa Mommy dan Daddy mu seperti ini. Kami tersiksa melihat mu tak berdaya." Arin meraih satu tangan Anara dan ia gengam lekat.

"Segera lah sadar." Tambah Yusan.

Mereka memandangi Anara yang di pasangi Nebulizer pada hidung dan beberapa alat yang entah apa namanya. Anara terlihat begitu damai, seolah ia akan betah tertidur di sana. Arin tak bisa memandangi Anara lebih lama lagi, ia lantas meluk Yusan dan menangis di sana.

"Ayo keluar... biarkan Arya dan Naira masuk." Arin mengangguk.

Kini sepasang suami istri itu yang masuk, sama seperti Daddy dan Mommy nya Arya hanya diam dan melontarkan kata-kata penyemangat untuk adik kecilnya meskipun ia tak tau Anara akan mendengarnya atau tidak.

"Ayo pulang, biarin Anara istirahat,"

"Tapi sekarang juga dia lagi istirahat Nai,"

"Suara tangisan kamu cuma bakalan bikin Anara ngerasa sedih, ayo pulang kita berdoa sebanyak mungkin buat kesembuhan Anara." Arya mengalah, ia pun pergi dari ruangan.

Arya dan Naira tak pulang ke rumah mereka, mereka memilih untuk pulang dan tinggal di kediaman Yusan sampai keadaan Anara membaik. Lagi pula Arin tidak akan sendiri jikalau Yusan pergi ke kantor atau kembali mencari ginjal yang cocok untuk Anara.

1 hari berselang tanpa di duga, Arata, Lestari, Aaric serta Elsie juga Haruki datang ke kediaman Yusan. Mereka langsung datang ke indonesia begitu Wiliam mengabari. Kebetulan saat itu Arata dan Lestari pun sedang berada di jepang, dan saat akan buru-buru pulang Haruki langsung turut ikut dengan alasan sangat khawatir pada Anara.

"Gimana keadaan cucu ku Yusan?!" Tanya Aaric terburu-buru.

"Maafkan aku Ayah, tapi Anara sendiri yang nyerah dan nyuruh aku buat berenti, mencoba buat ikhlas adalah jalan terbaik katanya. Anara koma dan sampai sekarang gak ada kemajuan." Mereka yang mendengarnya langsung merasa lemas. Bahkan Elsie menutup wajahnya dan terisak.

"Aku ingin menemui cucu ku!" Arata lantas beranjak dari kediaman Yusan menuju ke rumah sakit bersama Lestari dan Haruki.

Di sana dengan pakaian khusus itu, ketiganya melihat Anara terbaring tak berdaya dengan alat-alat penunjang hidupnya.

Arata dan Lestari tak kuat melihat cucu bungsu mereka seperti itu, bahkan Arata merasa sesak dan Lestari hampir saja pingsan. Hanya Haruki yang bertahan dan duduk di sana, mengengam jemari Anara yang dingin karna suhu ruangan.

"Kamu pasti kesepian kan selama aku kembali ke jepang? Maafin aku ya ninggalin kamu terlalu lama, ini semua demi kamu honey. Aku gak rela kalau harus kehilangan kamu sayang, aku mohon bertahan, aku bakalan berjuangan demi kehidupan kamu. Aku juga gak masalah kalau kamu harus bahagia sama Rian nanti, tapi kamu harus tetap ada di samping aku." Haruki menaruh lengan Anara di wajahnya sambil menangis.

"Aku mohon bertahan lah..." lirihnya.

Impian Untuk RianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang