#37. Putus yang menyakitkan

9 3 0
                                    

Sudah lama sejak keduanya duduk bersama lagi di rooftuf sekolah, Anara harus memutuskan sekarang karna jika di nanti-nanti ia akan semakin berat melepas Rian.

"Aku kangen banget sama kamu Ra, semenjak kamu di tempelin terus sama Arsya aku jadi kesusahan buat deket sama kamu." ucap Rian sambil memeluk Anara. Namun Rian menyadari sesuatu, Anara tak membalas pelukannya. Saat itu juga Rian merasa ada yang aneh.

"Ada apa?"

"Aku mau putus,"

"Kenapa?"

"Aku bosen sama kamu," dada Rian langsung sesak luar biasa.

"Tapi Ra-"

"Aku bosen sama kak Rian! Kak Rian terlalu alay, kemana-mana harus selalu nempel sama aku tanpa ngasih aku ruang buat ngelakuin hal lain! Kak Rian terlalu posesif!"

"Maaf Ra, aku janji gaakan-"

"Stop kak! Jangan terlalu banyak bikin janji terus, karna percuma semuanya cuma omong kosong belaka!"

"Ra kamu kenapa? Aku ada buat salah? Kenapa kamu tiba-tiba berubah dalam sekejap mata?"

"Aku gak betah lagi sama kak Rian terus! Aku suka sama orang lain, perasaan aku udah berubah, cinta aku bukan buat kak Rian lagi,"

"Ra aku mohon-"

"Sekarang kita putus, makasih buat waktu-waktunya dan maaf kita gak bisa sama-sama lagi." Finalnya lalu Anara pun keluar dari pintu rooftuf dan terburu-buru menuju kelasnya.

"Anara tunggu aku!" Anara tetap berjalan cepat sambil sesekali berlari, ia tak mau Rian kembali meraih tangannya.

Namun apa daya kaya langkah mungilnya tak selebar milik Arsya. Rian berhasil mencekal Anara dan menarik tangan nya hingga menubruk dada bidang Rian.

"Lepasin kak Rian! Aku mau ke kelas,"

"Kamu gak boleh kemana-mana! Kita gak boleh putus! Aku gaakan lepas kamu, aku sayang banget sama kamu Ra, aku cinta mati sama kamu Ra,"

"Maaf aku udah punya laki-laki lain." Dengan susah payah Anara melepaskan diri dari Rian dan berlari sejauh-jauhnya.

Dalam hati ia menangis hebat dan merasakan juga sesak yang Rian rasakan. Ia sangat tak tega melihat Rian yang sendu, memandang matanya saja Anara tak sanggup.

"Gimana Ra?" Tanya Arsya.

"Aku gak mungkin ketemu sama kak Rian lagi Arsya... aku takut jatuh lagi ke pelukan kak Rian." Arsya hanya mengusap kepala Anara sambil memeluk Anara. Anara sudah latihan seharian untuk kata putus itu.

****

Bel tanda pulang sekolah berbunyi, sama hal nya dengan yang lain, Anara dan Arsya pun pulang. Namun tak semudah itu, Rian sudah menjegatnya bersama kedua sahabatnya. Mereka tak percaya pada ucapan Rian yang bercerita kalau sikap Anara tiba-tiba berubah drastis.

"Ayo pulang bareng sama aku, kita bicarain baik-baik di rumah," ucap Rian sambil meraih satu tangan Anara, namun dengan cepat Anara hempaskan dan ia jauhkan dari jangkauan Rian.

"Berasa liat siaran ku menangis di indosiar gue," ucap Zion bergurau.

"Bukan waktunya becanda bege, lagian itu judulnya suara hati istri bukan ku menangis, itu mah lirik soundrack-nya,"

"Lo sering nonton ye?"

"Kaga gue cuma sering liat emak gue nonton begituan sambil caci maki tokoh antagonisnya, ampe di bawa ke real lagi... bapak gue jadi sasaran utama di curigain selingkuh terus jadinya," Janu dan Zion tertawa. Mereka mencoba mencairkan suasana.

"Eh tapi bener banget njir, emak gue juga gitu.. kadang gue jadi ikut kena tampol karna dia gak bisa nonjok langsung tokoh antagonisnya,"

"Emak-emak kalau udah kebawa suasana tu pilem parah bener anjer, gak asik banget parah jadi baperan gak jelas." Janu dan Zion kembali tertawa hingga mengeluarkan air matanya namun seketika tawa mereka berhenti kala Arsya kembali menarik mereka untuk melihat Anara yang memasang wajah datar sedangkan Rian menatapnya sendu.

"Apa alesan kamu putus sama aku Ra?"

"Kak Rian posesif! Kak Rian ngebosenin! Dan kak Rian kere! Anara mau dapet pacar yang kaya sugar Daddy, yang bisa nurutin dan beliin apapun yang Anara mau, bukan kaya kak Rian,"

"Kamu ga pernah bilang kalau kamu mau sesuatu ke aku Ra,"

"Ya harusnya kak Rian peka dong! Masa iya nunggu aku minta. Gimana sih," Janu dan Zion melongo tak percaya. Anara yang semula gadis baik dan lugu berubah jadi angkuh.

"Kamu mau apa Ra? Aku bakalan beliin buat kamu, aku minta mobil sport? Mau perhiasan? Barang branded? Atau yang limited edition? Aku beliin buat kamu!"

"Udah telat! Granpa udah dapetin laki-laki yang jauh lebih kaya dari kak Rian, dia asli orang Jerman!" Dengan angkuhnya Anara berjalan menuju koridor utama. Rian tak lantas menyerah, ia masih tetap mengejar Anara. Namun Anara tak menanggapi dan tetap berjalan.

Sampai tiba-tiba Rian berlutut di hadapan Anara sambil memegang kedua tangan Anara. "Aku janji bakalan lakuin apapun buat kamu Ra, please jangan tinggalin aku. Apa kenangan kita selama ini gak berarti apa-apa buat kamu?"

"Gak!"

"Anara please..."

Dari arah parkiran Wiliam telah melambai pada Anara dengan jas biru tua dan dalaman berwarna putih yang di padu kan dengan jeans hitam serta sapatu sneakers berwana senada. Menambah kesan tampan pada dirinya.

Tanpa memperdulikan Rian yang sedang berlulut, Anara pun berlari menuju Wiliam dan langsung memeluk laki-laki asli Jeman itu. Pemandangan itu tak tak lepas dari pengelihatan mata biru Rian.

Rian memandang marah saat laki-laki itu mencium pipi Anara dan kening Anara. Menggeram marah hingga rahangnya mengeras dan gigi-giginya menggertak.

"JANGAN BERANI LO SENTUH CEWE GUE BAJINGAN!" Teriak Rian lalu menghampiri keduanya dan menarik Anara untuk berada di belakangnya. Mengukir beberapa pahatan dengan tangan Rian.

"KAK RIAN STOP!" Dengan membabi buta Rian terus memukuli Wiliam dan di balas juga oleh Wiliam karna tak ingin wajahnya rusak begitu saja.

"STOP!! ANARA MOHON STOP!" Anara berdiri di tengah keduanya, tepat pada kepalan tangan Rian yang sudah menyentuh hidung mulus Anara.

"KAK RIAN GAK BERHAK BERTINDAK BODOH KAYA GITU KE KAK WILI, KAK RIAN GAK BERHAK TERUS MAKSA AKU SAMA KAK RIAN! KITA UDAH PUTUS! ITU KENYATAAN YANG HARUS KAK RIAN TERIMA!" Rian termangu di tempat saat dengan leluasanya Anara membopong laki-laki bernama Wiliam itu menuju mobil.

"Ri lo gapapa?" Setetes darahnya jatuh mengenai tanah di bawahnya, ia telah merendahkan harga dirinya, telah merendahkan dirinya pula hanya untuk Anara, tapi kenapa Anara malah menginjak-nginjaknya? Rian hancur, rumahnya tak lagi menerima kehadiran dirinya sebagai sang pemilik.

"Tinggalin gue sendiri Nu,"

"Tapi Ri-"

"GUE BILANG TINGGALIN GUE SENDIRI!" Teriak Rian hingga membuat semua orang terlonjak kaget.

"Gue harap lo bisa tenang." Janu dan yang lainnya meninggalkan Rian.

Rian sendirian di tepi pantai yang waktu itu ia kunjungi bersama Anara. Ia ingat betul sebarapa bahagia Anara saat bersamanya.

"KENAPA KAMU BERUBAH ANARA!!! APA SALAH AKU! KENAPA KAMU SEJAHAT INI SAMA AKU?? TOLONG JELASIN SAMA AKU! KENAPA... KENAPA KAMU HARUS NYAKITIN AKU!" Teriaknya ke arah lautan lepas, hingga urat-urat pada lehernya timbul juga mata dan wajahnya yang turut memerah karna menahan amarah yang tak terlampiaskan. Obat penenangnya hanya satu, yaitu Anara.

"Maafin aku kak Rian." Lirih Anara dari kejauhan. Tanpa Rian ketahui Anara mengikutinya sejauh ini, namun tetap pada dinding pembatas yang ia buat sendiri.

Impian Untuk RianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang