Rian geram, ia terus menghubungi Anara meskipun Anara menolak atau membiarkan begitu saja panggilan telfon, pesan, atau ajak kan Rian untuk bertemu.
Entah keberuntungan dari mana, hari ini di luar jam sekolah ia bertemu dengan Anara di mini market yang jauh dari rumah gadis itu. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan Rian pun langsung mengajak Anara untuk berbicara.
"Anara!" Anara terlihat ingin menghindari, namun cekalan tangan Rian berhasil menghentikan pergerakan Anara.
"Aku mohon kali ini aja bicara baik-baik sama aku,"
"Aku kasih 15 menit,"
"Itu udah lebih dari cukup." Anara mengikuti Rian yang mengajaknya duduk tak jauh dari mini market.
"To the point!" Todong Anara. Akan sangat berbahaya jika ia berlama-kama dengan Rian, bisa-bisa hatinya kembali melunak.
"Apa yang harus aku lakuin biar kita kaya dulu lagi? Aku gak bisa kalau gak sama kamu, semua yang dulu mudah sekarang jadi sulit,"
"Maaf tapi gaada alesan buat aku balik ke kamu,"
"Gimana sama Bunda?"
"Itu Bunda kamu kak, itu tanggung jawab kamu buat bahagiain bukan tanggungan aku,"
"Tapi gimana sama perasaan Bunda kalau liat kita kaya gini?"
"Kamu harus cari cara sendiri buat jaga perasaan Bunda kamu, cari pengganti aku misalnya,"
"Anara kamu tau kalau hal itu mustahil banget buat aku Ra..."
"Perempuan di dunia ini banyak. Gak mungkin jadi mustahil, di tambah wajah kakak tampan, peluang makin terbuka lebar,"
"Tapi aku yang menutup rapat!"
"Kenapa?"
"Karna nama kamu udah aku tulis pakai tinta permanen! Gaada yang bisa ngehapus atau pun nutup,"
"Kak... kamu pernah bilang bukan kalau kamu bakalan ngelakuin apapun buat kebahagiaan aku," Rian mengangguk lemah.
"Kalau gitu aku minta kakak buat PDKT sama Ersya. Kakak juga pasti udah tau kalau Ersya udah suka kakak dari lama, tolong buka hati buat Ersya,"
"Itu gak mungkin Ra, Ersya cuma bakalan sakit hati. Karna dia juga tau kalau aku cuma sayang sama kamu,"
"Maaf kak tapi waktu 15 menit kakak udah habis. Aku cuma pengen kakak mulai mencintai lagi dari nol sama Ersya, aku bakalan bahagia banget kalau kakak wujud-in satu impian kecil itu." Anara melenggang begitu saja menuju mobil yang terparkir di parkiran mini market.
****
Satu bulan berlalu, ternyata Rian benar-benar mencoba mencintai Ersya. Hubungan Anara, Arsya dan Ersya pun membaik. Tapi tetap hanya Arsya yang tahu lebih banyak sedangkan Ersya terus berfokus pada hubungannya dengan Rian.
Di hadapannya boleh seorang Ersya permata putri tapi di pikiran, hati, dan dalam pandangannya hanya ada Anara yusrin nadyaz seorang.
Ersya sudah mengoceh panjang lebar sedari tadi. Namun Rian tak mendengarkan, ia masih fokus pada wallpaper layar ponselnya yang bergambar foto Anara dan dirinya yang sedang tersenyum. Wajah keduanya bersebelahan hingga lesung kiri dan kanan itu saling melengkapi.
"Kak Rian dengerin Ersya gak sih?" Rian gelagapan dan langsung membenarkan kembali ucapannya.
"Maaf aku gak fokus,"
"Iya gapapa, tapi lain kali jangan ngabaiin aku lagi." Meski Ersya telah berbicara seperti itu berulang kali, Rian tetap melakukan hal serupa berulang kali pula.
"Nanti malam dinner sama aku ya di cafe cendana." Rian tak menjawab dan Ersya langsung pergi begitu saja.
Rian sudah sangat meminta maaf pada Zion, takut bila sewaktu-waktu Rian akan menyakiti Ersya. Zion memaaf kan Rian dan kata Zion biarkan Ersya merasakan cinta yang ia kejar berbalas meskipun Ersya tak lebih dari sekedar pelarian.
Rian hanya memakai celana jeans hitam dengan kemeja kotak-kotak biru dengan dalaman putih, pakaian santai. Tak seperti Ersya yang malah memakai drees formal, penampilan keduanya terlihat sangat tidak serasi. Keduanya tetap melakukan dinner mereka.
****
"Mereka lagi dinner di cafe cendana Ra.." ucap Arsya yang selama ini selalu memberikan kabar mengenai perkembangan hubungan Rian dan Ersya.
"Makasih ya udah bantu aku selama ini Arsya," ucap Anara. Keadaannya kian memburuk dan kini Anara tengah di rawat intensif dengan beberapa alat medis yang menempel pada tubuhnya.
"Sama-sama. Terus keadaan lo sekarang gimana?"
"Anara baik kok!"
"Harusnya gue gausah nanya karna lo selalu jawab gitu." Anara tertawa sumbang. Badannya pun kian kurus.
"Lo mau makan buah?"
"Aku mau buah melon, kak Rian suka banget sama buah melon,"
"Pasti sakit banget ya pas liat kak Rian sama Ersya?"
"Semua rasa sakit itu biar aku yang terima, sedangkan buah dari rasa sakit aku biarin kak Rian yang terima,"
"Anara..."
"Ini demi kebaikan semua orang Arsya." Baik Arsya mau pun orang-orang di dekat Anara, sangat tak habis pikir dengan Anara yang rela membiarkan Rian bersama sahabatnya sendiri. Ketahui lah pasti rasanya sangat menyakitkan.
Lama kelamaan Arsya mulai muak melihat Anara yang terus membicarakan Rian, Anara hanya membuat Arsya semakin membeci Ersya. Jika di pikir-pikir Ersya dan Rian sangat tega karna berkencan di saat Anara tengah dalam keadaan drop seperti ini, tapi mari balik lagi ke realita, nyatanya mereka tak pernah tau apa-apa mengenai penyakit Anara.
Saat Arsya pulang dan sekolah, kini anggota keluarga Anara bersama Naira yang menjaga Anara. Arya dan Naira tengah senggang dan menunggu waktu wisuda setelah itu menikah.
"Gausah sok kuat di hadapan kita dek, kita keluarga kamu. Pasti rasanya sakit banget kan? Ngerelain Rian sama Ersya itu bukan hal yang mudah, apa lagi dua-duanya adalah orang yang kamu sayang," Anara bangkit dari tidurnya, setengah terduduk lalu memeluk Arya.
"Rasanya sakit banget kak!" Ucap Anara sambil memukul dadanya sendiri. Arya menahan tangan adiknya, menggengamnya erat. Membiarkan Anara menangis, meraung dan berteriak sekeras mungkin.
"AKU TAU KAK INI SEMUA BUAT KAK RIAN! TAPI RASANYA AKU GAK RELA! KAK RIAN PUNYA KU KAK! DIA CUMA PUNYA KU!" Makinya pada Arya. Yusan hanya bisa terdiam menyaksikan putrinya hancur. Ketahui lah bahwa hati Yusan lebih hancur dari pada Anara.
Yusan sengaja memesan ruangan khusus kedap suara untuk ruang perawatan Anara, sedangkan jika ada keadaan darurat mereka tinggal memencet tombol dekat ranjang milik Anara. Jadi teriakan Anara saat ini tak akan mengganggu pasien lain.
Setelah lama menangis, akhirnya Anara terlelap. Membuat Arya sedikit merasa lega, Arya tau sedalam apa Anara menyelam hingga terjebak dan tak bisa menyelamatkan diri dari cinta yang sepenuhnya telah ia berikan untuk Rian.
"Anara secinta itu ya sama Rian?" Tanya Naira. Ia tak banyak mengetahui tentang hubungan Anara dan Rian.
"Sebenernya ini yang Anara takutin dari dulu. Anara takut kalau suatu saat dia jatuh cinta dan cinta itu berbalas, di saat itu waktunya udah gak lama buat di dunia. Gaada yang siap kehilangan Anara, termasuk aku dan keluarga aku, apalagi orang yang baru mencintai Anara. Bisa kamu bayangin kan segimana sakitnya laki-laki itu?" Naira mengangguk mengerti.
"Jika ingin egois, Anara pasti tak akan membiarkan Rian menemukan cinta yang baru. Tapi ini enggak, sebelum pergi Anara mau kita berdua nikah, mau liat Rian bahagia sama Ersya."
"Kamu anak yang baik Anara, aku yakin tuhan pasti sayang banget sama kamu." Ucap Naira seraya mengelus kepala Anara.
Kesempurnaan memang banyak di harapkan oleh setiap insan, tapi bagaimana jika kesempurnaan itu malah menjadi penghalang untuk memperpanjang hidup mu selama di dunia? Surga telah menjamin untuk kamu tinggali, rumah yang nyaman telah tuhan mu siapkan di alam baka nanti, namun akan kah hati merasa senang karna tak bersama sang pujaan hati?
KAMU SEDANG MEMBACA
Impian Untuk Rian
Ficção Adolescente❝Kak Rian?❞ gadis bermanik hitam pekat itu menatap Rian dengan penuh tanda tanya. wajah cantik nan memikatnya menunggu jawaban dari Rian, ia yang masih memikirkan jawaban yang tepat untuk gadisnya. *•••••℘℘℘••••* ❝Hai kak Rian!❞...