#34. Hadiah untuk impian kedua

7 3 0
                                    

Dua minggu terlewati Rian pun sudah bisa tersenyum dengan leluasa, ia pun jadi terbiasa menyapa orang lain. Anara mengubah segala kepribadian buruk Rian. Rian jadi periang luar dalam.

Kini keduanya sedang berdua di rooftuf sekolah, sama-sama tak mengikuti istirahat kedua. Rian ingin meminta hadiah atas impian yang telah ia capai.

"Anara..."

"Apa kak?"

"Apa hadiah aku kali ini?"

"Aku lagi ga punya hal buat di kasih, jadi kak Rian aja yang request,"

"Aku mau kita pacaran,"

"Alesannya?" Rian terdiam sesaat. Mengambil satu tangan Anara lalu ia kecup.

"Bener kata Zion Ra. Komitmen itu ga enak. Setiap kali aku di tanya 'emang lo siapanya si Anara sih?' aku kebingungan mau jawab apa. Karna kita sama sekali ga bisa di bilang pacar tapi di liat dari gelagat kita pun, kita kaya orang pacaran. Please Ra pastiin hubungan kita,"

"Kalau suatu saat kita putus gimana?"

"Itu gaakan terjadi, aku gaakan mau lepasin kamu. Please Ra... mau ya jadi pacar aku?" Anara menimbang-nimbang. Permintaan Rian hanya akan membuatnya semakin berat untuk menjalankan rencana yang telah ia susun untuk ia jalani beberapa minggu lagi.

"Apapun buat kebahagiaan kak Rian." Apa daya saat pikiran dan perasaannya malah bertolak belakang. Hati tetaplah menang, seberusaha apapun pikiran telah melarangnya. Pada akhirnya kita hanya akan menjadi orang bodoh saat mengenal cinta.

Rian bersorak kegirangan. Menciumi semua wajah Anara dan beralih memeluk Anara erat. "Thank you so much! I really love you. Aku janji bakalan lakuin apapun buat kamu." Anara hanya tersenyum. Belum pernah ia melihat Rian sebahagia ini.

"Ayo ke kantin, kita kasih tau yang lain,"

"Apa ga berlebihan?"

"Ya engga lah sayang." Anara pasrah saja saat Rian menariknya menuju kantin dan mendatangi meja yang di isi oleh keempat temannya.

Sontak keempatnya terheran-heran melihat Rian yang tampak bahagia yang tak seperti biasanya. Ada apa? Pikir mereka.

"Gue sama Anara udah jadian," Anara tersenyum kikuk di belakang Rian.

"Weh selamat brother! Akhirnya ga kejebak hubungan komitmen lagi," ucap Zion.

"Thanks,"

"Teraktiran sepulang sekolah di restoran perempatan setuju ga?!" Usul Arsya dan langsung mendapat sorakan dari ketiganya. Rian sih setuju setuju saja.

****

"Nunggu banget kabar ini sebenernya gue tuh," ucap Arsya.

"Hahaha iya nih deket udah lama tapi baru jadiannya," ucap Ersya.

"Lo kapan Nu?" Tanya Rian.

"Lo juga kapan Zi? Masih aja di tolak sama Arsya," ucap Janu.

"Gausah mengalihkan pembicaraan lo Januari,"

"Hahaha tapi kan emang bener. Iya gak iya gak?" yang lain membenarkan. Entah sudah berapa kali seorang Zion di tolak oleh Arsya, hati gadis itu tak luluh juga meski sudah di perjuangkan mati-matian.

"Kalau Ersya gimana?"

"Gue cuma mau fokus sekolah,"

"Aku kira Ersya bukan tipe orang yang lebih mentingin sekolah. Padahal pacaran sama sekolah juga bisa kok di barengin, gimana kita pinter-pinter ngatur waktunya aja,"

"Mamah ga ngebolehin," Zion melirik adiknya sekilas.

"Oh gitu."

Mereka banyak memesan makanan. Bercanda dan tertawa hingga sore hari mereka masih betah menghabiskan waktu di restoran bergaya modern yang cocok sekali dengan selera anak remaja seperti mereka ini.

"Hari ini aku seneng banget Ra," ungkap Rian sambil bersender pada Anara.

"Aku juga seneng kalau kakak seneng. Karna kakak adalah sumber kebahagiaan terbesarnya Anara!"

"Kamu juga sumber kebahagiaan terbesar yang aku punya. Makasih ya Ra, buat semua yang udah kamu lakuin ke aku. Aku gaakan pernah sia-siain kamu,"

"Sama-sama kak."

Permulaan yang manis, namun tak tahu bagaimana endingnya nanti. Mereka tak bisa menebak takdir tuhan bukan?

****

Setelah semua kegiatannya selesai di pengujung hari, Anara masuk ke kamarnya dan membasuh tubuh mungilnya dengan air hangat. Setelah selesai ia memakai piama dan berlalu menuju kamar kakaknya.

"Ada apa?" Tanya Arya saat melihat Anara yang tiba-tiba masuk ke kamarnya dan terduduk di ranjang.

"Aku pacaran sama kak Rian,"

"Terus?"

"Gimana cara aku ninggalin nya?"

"Jangan terburu-buru,"

"Tapi kan kakak yang bilang kalau jangan ngulur-ngulur waktu,"

"Anara... lakuin selagi bisa. Kamu yang paling tau gimama baiknya, karna ini semua demi kamu, demi Rian juga,"

"Anara bingung kak." Ucap Anara dan memeluk Arya yang juga duduk di sampingnya.

"Kebahagiaan kak Rian tadi siang malah buat aku sakit. Rasanya kaya di iris, perih banget." Anara terisak di sana. Tak tega bila harus menyakiti Rian.

"Yang kuat! Adek kakak kan kuat, gak boleh lemah kaya gini. Kamu kan anak Daddy Yusan sama Mommy Arin,"

"Kakak juga!"

"Hehe iya juga ya?" Anara tertawa kecil. Melupakan sejenak masalahnya.

"Ngomong-ngomong, kenapa kamu sampe segitunya sama Rian?"

"Maksud kakak?"

"Kenapa kamu merjuangin banget bahagianya Rian, masa depan Rian, dan ngelindungi dia dari rasa sakit yang bisa aja kamu buat,"

"Kali ini aku gaakan ngelindungi kak Rian karna aku yang bakalan nyakitin, tapi tetep buat kebahagiaan kak Rian." Arya menatap adik tercintanya. Anara ini bucin, tapi bucinnya lebih berkelas dari pada anak-anak alay yang suap-suapan di cafe atau yang 'lemes bestie ga di semangatin ayang' apa lagi yang pake baju couple kalau jalan bareng. Please deh kaya anak SD baru pacaran.

"Apa sih Ra istimewanya Rian?"

"Dia hampa dan dia abu. Cukup tertarik untuk aku, mewarnai kanvas yang tak tersentuh," Arya tak mengerti yang di maksud dengan adiknya.

"Maksud kamu mewarnai itu sejenis ngasih kebahagiaan?" Anara mengangguk.

"Tapi kan memang dia selalu keliatan bahagia kaya gitu Ra kayanya,"

"Itu karna aku udah mulai ngelukis dan mencoret warna abu nya dengan beberapa warna yang aku punya Kak," Arya mengusap kepala adiknya.

"Kak Rian itu kaya gak punya hal buat di gapai," lanjut Anara.

"Kamu tau dari mana?"

"Nebak aja." Arya hanya menggelengkan kepalanya dan kembali menikmati suasana rumah.

"Tanpa kamu sadari, kamu cocok Ra jadi cenayang," Anara tertawa. Arya ini ada ada aja.

"Dan hanya dengan bersama mu dalam waktu singkat ini, aku bisa menelisikmu lebih jauh, bisa merasakan perihmu yang kamu simpan jauh di birunya mata indahmu. Dan bersamamu, yang hanya memiliki hitam dan kelabu, membuat banyak warna indah yang tercipta untukku,"

"Terimakasih, untuk telah memandangku di lorong ramai yang tak berbunyi. Di tengah kehampaan yang sunyi. Detak jantungku akan terus berdetak bersama nadimu, nafasku akan terus berhembus selagi kamu yang meminta ku. Aku akan bertahan, dari sakit yang terus menerjangku dan dari banyaknya cobaan hidup."

Impian Untuk RianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang